Chapter 12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hening. Dalam ruangan itu tak satupun berani bicara. Kashitaro masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.

"...Pembunuhan berencana...?"

Luz mengangguk. "Maaf, Kashi, tapi itu kenyataannya."

Kali ini kashitaro meremat kepala. Wajahnya pucat dan terlihat begitu terpukul. "Tapi... kenapa? Apa yang Ayah dan Ibu lakukan sampai mereka harus dibunuh??"

"Luz, bagaimana kronologinya?" Shima angkat bicara, agak hati-hati memilih kalimatnya.

"Kecelakaan lalu lintas," jawab Luz, "mereka membuatnya agar terlihat seperti itu."

Kemudian Rib mengambil alih. "Kemarin malam begitu pergi dari apartemen, Luz langsung menghubungiku, memintaku mencari informasi dari klien. Kalian tahu, kan, aku kerja paruh waktu sebagai bartender di bar? Aku bertanya-tanya soal apa pengunjungku tahu tentang organisasi Ekor Naga Emas. Rupanya beberapa orang broker yang mampir untuk minum tahu tentang mereka."

"Organisasi ini adalah sindikat mafia paling ditakuti di Shanghai. Mereka tidak hanya menguasai Shanghai, tapi hampir separuh China. Bisnis utama mereka adalah penjualan organ, obat-obatan terlarang, dan perdagangan manusia."

"Berbeda dengan Cityfog yang berfokus pada penjualan senjata, pendudukan wilayah gangster, jual beli informasi, dan monopoli kasino," Luz menambahi, "organisasi ini menggunakan manusia sebagai 'komoditas' utama."

"Kejam sekali," Urata berkomentar.

Rib mengangguk, lantas melanjutkan, "Mereka dikenal tanpa ampun meski pada anggota sendiri. Bosnya benar-benar tiran. Jika melakukan sedikit kesalahan saja, dia bisa langsung mengeksekusi anggotanya."

Serempak, yang lain menelan ludah.

"Jadi... orangtua Kashi menyelidiki tentang hal ini. Mereka berhasil mendapatkan barang bukti, kemudian kembali untuk menyerahkan bukti itu pada pemerintah mereka. Tapi di tengah jalan mereka ketahuan dan akhirnya dibunuh?" Mafu mengambil kesimpulan.

"Kasarannya begitu," tanggap Rib, "tapi cara mereka bukan dengan menyusup diam-diam lalu mengambil dokumen."

"Apa maksudmu, Rib?" Soraru bicara.

"Kata para broker itu, sekitar sepuluh tahun yang lalu markas utama Ekor Naga Emas diporakporandakan oleh dua orang agen. Mereka bilang agen itu benar-benar cuma berdua, tapi berhasil menghabisi ratusan anggota termasuk eksekutif dan nyaris membunuh bos besar Mafia Ekor Naga Emas. Dan dari kesaksian para broker, kabarnya pasangan agen itu hanya menggunakan pedang sebagai senjata utama."

Satu ruangan berdecak kagum. "Ayah Ibumu luar biasa, Kashi!" puji Sakata menggebu-gebu, tanpa melihat situasi.

"Yah tapi seperti yang kalian tahu," Rib menukas, "mereka memang berhasil mendapatkan dokumen-dokumen penting dan rahasia, tapi sebelum menyerahkannya, mereka keburu meninggal karena kecelakaan... yah, yang sebenarnya bukan kecelakaan."

"Tapi... seharusnya mereka melakukan itu untuk merebut kembali dokumen pentingnya, kan? Lalu kenapa sekarang mereka mengejar Kashi?" Amatsuki menginterupsi.

Luz segera menyambar, "Nah, masalahnya, mereka belum mendapatkan dokumen itu."

"Apa?!" satu ruangan kompak terkejut.

"Makanya mereka kembali," Luz melanjutkan, "untuk merebut dokumen rahasia yang 'mereka pikir' ada pada Kashitaro."

Kini, satu ruangan hening. "...Aku ngga tahu apapun," tiba-tiba Kashitaro bicara.

"Aku tahu, Kashi," Rib menenangkan, "tetapi kurasa, Ayah dan Ibumu menyembunyikan dokumen itu di suatu tempat. Kita sebaiknya menemukannya sebelum mereka."

"Aku tahu," Kashi memotong cepat. Ia yang sedari tadi hanya diam menunduk sekarang mendongak, menatap teman-temannya dengan wajah sendu, "Terima kasih, Luz, Rib. Tapi sekarang.... aku ingin sendiri. Bisakah kalian semua pulang?"

-

-

-

"Maaf, ya, kesannya jadi kalian diusir gini," ujar Amatsuki kala mengantar teman-temannya itu ke pintu depan.

Luz tertawa kecut, "Ngga papa, Ama. Kami paham Kashi pasti ngerasa shock dan terpukul mendengar kabar yang sangat tiba-tiba ini. Malah aneh kalau habis itu kita ngga diusir pulang, hehe..."

"Awasi Kashi dengan baik, ya, Ama... dia sedang sangat terguncang," pesan Rib.

Setelah teman-temannya itu pergi, Amatsuki kembali masuk ke apartemen. Kashi masih duduk di ruang tengah. Ia diam menunduk. Barisan poni sampai menutupi matanya.

"...Hei, Ama-chan," panggil si rubah kala Amatsuki telah duduk di sebelahnya, "Ayah dan Ibu... waktu itu mereka janji akan pulang sebelum tahun baru, kan...?"

Batin Ama rasanya seperti tersayat-sayat. Dengan tenang, ia merengkuh Kashi dalam pelukan, membiarkan kepala si rubah bersandar pada ceruk lehernya.

"Kashi boleh menangis kapanpun Kashi mau. Kashi boleh curhat apapun juga. Ama akan dengarkan," kata si brunette lembut sambil mengusap-usap kepala si rubah.

Mulai terdengar isakan. "Padahal cukup aku menganggap mereka meninggal karena kecelakaan saja... padahal selama ini aku memaksakan diri percaya... bahwa memang sudah waktunya mereka pergi... tapi mendengar kematian mereka sudah direncanakan, rasanya... rasanya..."

"Sshh... tidak apa-apa, Kashi, tidak apa-apa..." Amatsuki masih mengelus kepala hingga pundak sahabatnya itu. Suara sesenggukan terdengar makin jelas dari si rubah, "lebih baik aku tidak tahu saja... Ama, aku... aku..."

Tangisnya sekarang pecah. Amatsuki tak bicara apa-apa lagi. Ia hanya diam, mendekap Kashi sambil menenangkan pemuda itu untuk beberapa waktu lamanya sampai pemuda rubah itu tertidur.

***

Keesokan harinya, hari minggu. Sejak kemarin Kashitaro benar-benar lesu. Ama sangat cemas melihat hal itu. Ia sudah berusaha mengembalikan mood si rubah, tapi sampai pagi ini belum berhasil juga.

Pemuda bintang itu tengah duduk di ruang meja makan dengan cokelat hangat di depannya. Awalnya dia hanya diam melamun, hingga pada akhirnya mengambil hp, lalu mulai menelpon.

"Halo?"

"Halo, Ayah," Amatsuki menjawab.

"Wah, Ayah senang sekali kamu menelpon. Bagaimana kabarmu dan Kashi? Kalian sehat, kan?"

"Iya, Ayah... Ayah dan Ibu juga sehat, kan?"

"Ohohoho kami selalu baik, Nak."

Amatsuki terkekeh mendengar penuturan sang ayah. Bocah itu diam sejenak, sebelum akhirnya memberanikan diri bertanya, "Em... Ayah, boleh aku tanya sesuatu? Ini... tentang orangtuanya Kashi..."

Sempat tak ada suara dari seberang sana, sampai akhirnya sang ayah menjawab, "Apa itu, Nak?"

"Waktu mereka pamit keluar kota itu... apa sebenarnya mereka pergi ke Shanghai?"

"...Iya, waktu itu mereka pamit ke Shanghai. Yah meski Ayah sendiri ngga tau ngapain mereka kesana. Mereka juga ngga ngasih tahu soalnya."

"Kalau begitu kecelakaannya juga disana?"

"Eh? Tidak, kok, mereka mengalami kecelakaan waktu sudah sampai di Jepang dalam perjalanan pulang."

"...Apa?"

"Iya Ayah serius. Mereka sudah sampai di jalan utama perbatasan kota. Waktu itu saljunya tebal dan jalanan sangat licin. Mobil mereka tergelincir lalu masuk ke jurang."

Amatsuki terdiam di tempat. Dengan terbata pemuda itu menjawab lagi, "T-tapi... kalau begitu dokumennya? Seharusnya, kan, sudah di tangan kepolisian China?"

"Dokumen apa?"

Ah, Amatsuki keceplosan. Kedua orangtuanya ini tidak tahu tujuan ayah dan ibu Kashi pergi ke Shanghai. "Ah, bukan apa-apa, Yah. Sudah dulu, ya..."

Telepon ditutup. Amatsuki masih duduk terdiam.

Ini aneh. Aku pikir orangtua Kashi dibayar pemerintah China untuk mencuri dokumen penting. Tapi ternyata mereka mengalami kecelakaan saat sudah kembali?? seharusnya, dokumen itu sudah di tangan kepolisian China saat mereka pulang tapi... bocah itu membatin sendiri.

"Lho, Ama, kamu belum sarapan juga?"

Amatsuki hampir melonjak saat Kashi tiba-tiba menegurnya. Pemuda itu menoleh. Ia mendapati Kashi sudah siap menuju pintu masuk depan.

Amatsuki mengamati penampilan Kashi lekat-lekat. Pemuda itu mengenakan celana model hakama warna hitam dengan kemeja kerah tinggi putih yang dibalut kosode hijau lumut. Ia juga mengenakan jaket model haori hitam dengan tudung berbulu putih.

"Kamu mau ke tempat kakek dan nenekmu?" Amatsuki bertanya, memastikan. Kashi mengangguk, "Aku harus memberitahu mereka soal ini juga."

Amatsuki menatap khawatir. "Kamu sudah ngga apa-apa, Kashi?"

Mendengar hal itu, si rubah tertawa. "Tidak apa-apa. Kamu tahu aku orangnya tegar, Ama. Cuma bersedih ngga akan menyelesaikan apapun. Sudah dulu, ya, aku pergi sebentar," pamitnya sambil menyambar boots cokelat tuanya di rak depan.

"Eh, sebentar, Kashi. Aku mau memberitahu sesuatu..."

-

-

-

"Jujur, aku masih khawatir soal Kashi," gumam Mafu sambil berjalan santai. Ia dan Soraru sedang dimintai tolong mengantarkan barang oleh ibu mereka dan kini mereka sudah selesai. Keduanya dalam perjalanan kembali ke rumah.

"Mau mampir dulu ke apartemennya?" tawar Soraru. Mafu mengangguk. Mereka berdua lalu berbelok.

Sementara itu di kediaman kakek dan nenek Kashi. Si rubah sudah menghadap dan menceritakan semua yang ia tahu. Termasuk info yang baru saja ia dapat dari Ama.

Sang kakek hampir saja limbung mendengar berita mengejutkan itu. Neneknya dengan sigap menahan agar kakek tidak tumbang.

"Yaampun... anak tertua dan menantuku... ternyata mereka dibunuh," beliau meratap dengan nada pilu. Nenek Kashi menenangkan.

"Kashi, kamu juga berhati-hatilah. Kami akan membantu mencari keberadaan dokumen itu. Berjanjilah pada nenek dan kakek kamu tidak akan bertindak nekat dan gegabah," pesan neneknya saat Kashi hendak pergi. Kashi tersenyum, "Baik, Nek."

Kashitaro sudah keluar dari kediaman kakek dan neneknya. Kini, ia berjalan, berniat kembali ke apartemen ketika tiba-tiba terdengar suara tembakan dari jauh.

"Apa itu??" Kashi kaget. Dengan segera ia berlari, menghampiri asal suara itu.

-

-

-

Soraru dan Mafu rupanya sedang sial. Mereka diserang secara tiba-tiba saat keduanya melewati sebuah konstruksi yang sudah lama ditinggalkan. Serombongan orang, yang mana semuanya mengenakan topeng penutup wajah.

"Sial, mereka banyak sekali!" Mafu kewalahan. Ia dikepung belasan orang. Si albino tidak membawa tongkatnya. Karena itu ia hanya bisa mengandalkan tangan dan kaki termasuk untuk menghindari sabetan senjata.

"Mafu!" Soraru hendak menerobos untuk membantu sahabatnya ketika tiba-tiba seseorang menerjang tubuhnya.

Kini Soraru terbaring di tanah sementara orang tadi menahan kedua tangannya diatas kepala.

"Y...yaampun... hah... hah..." gumam orang itu sambil terengah-engah, "aku tak sangka ternyata aku ngga bisa menahan diri kalau sudah melihatmu..."

"Khh... t-tunggu.... a...pa?"

Terdengar suara orang itu seperti menjilat bibir sendiri. Satu tangannya yang bebas bergerak, mulai menyusup ke balik kemeja Soraru.

Seketika itu juga, Soraru terhenyak. "Tunggu! J-jangan-jangan, kamu... kamu..." ia gemetaran. Tangan itu bergerak semakin turun menuju pinggangnya.

Mafu yang masih dikepung panik. Ia yang masih harus berurusan dengan orang-orang itu tetap berusaha menggapai sahabatnya. "Soraru!!"

Slash!

Sebuah tebasan yang datang menyadarkan orang di atas Soraru. Refleks ia melompat menjauh sementara orang-orang yang sedang menyerang Mafu berhenti seketika.

"Huft, sepertinya aku ngga terlambat," ujar Kashi yang sudah mengeluarkan katana miliknya.

Dengan cekatan Kashi menyerang kerumunan, membebaskan Mafu dari kepungan mereka. Mafu segera menghampiri Soraru dan membantunya duduk.

"Kalian berdua mundurlah," ujar Kashi. Mafu tersentak. "Tapi, Kashi-"

"Tidak masalah," potong si rubah. Pemuda itu menyeringai, "Cuma segini. Mereka ngga ada apa-apanya buatku."

Tepat setelah berkata begitu, Kashi melesat dan menyabetkan katana-nya. Ia berputar cepat, menusuk orang yang menyerang dari belakang. Pemuda itu lalu berbalik. Dengan sekali tendangan menghempas musuh kemudian mengambil belatinya yang terlempar saat ia ditendang.

Dengan cepat Kashi menangkap belati itu, kemudian langsung melemparkannya tepat menancap pada seseorang yang hendak menyerang. Rubah itu kemudian berputar, menyabetkan pedangnya pada musuh di sekelilingnya.

Belum berhenti sampai disana, ia berpijak pada tubuh muduh yang setengah terjatuh melompat ke belakang untuk menebas yang lainnya.

Sementara Mafu dan Soraru duduk tercengang di tempat mereka, menyaksikan tarian sang rubah dengan pedang ditemani hujan darah musuh disekitarnya.

***

To be continued...

Waeeeeeeeee~~~~

Buat yang bingung, jadi ortu Ama itu pindah tugas ke luar kota pas Ama masih kelas 3 SMP. Sejak itulah Ama tinggalnya di apartemen Kashi.

Intinya, mereka berdua sekarang serumah:v

Okelah, sampai jumpa di chapter selanjutnya~~~

Chapter ini ditutup dengan penampilan memukau oleh Ito Kashitaro:))))

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro