08. The Day

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"you'll find a love when you least expect it
it could be any minute
so don't fight the tears on your cheek"

Crying Over You - Honne feat. RM, Beka

Anna menatap pantulan dirinya pada cermin besar di ruangan serba putih. Terlihat polesan make-up tipis yang menghiasi wajah blasteran itu. Balutan gaun putih panjang menjuntai dipadu pernak-pernik sederhana yang terlihat anggun menempel dengan apik pada tubuh rampingnya.

"Woah, Annastasia Park! Kok bisa, kamu terlihat sangat berbeda gini?" ucap Seojoon saat ia baru saja memasuki ruangan pengantin wanita.

"Kamu udah bosan hidup, ya?" kesal Anna dengan menghadiahi pria jangkung itu tatapan tajam. Sementara yang dimaki hanya menunjukkan cengirannya.

"Bercanda! Kamu beneran cantik banget, Anna. Beruntung banget si bajingan kecil itu bisa menikahimu," sahut Seojoon masih dengan nada meledeknya. Kali ini bahkan ia dengan berani menoel dagu Anna.

Tidak tinggal diam, gadis itu semakin melotot tajam. "Stop it, Joon! I'm so nervous now!" omelnya. Kali ini suaranya meninggi.

Seojoon mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Chill, Babe! It's gonna be okay, this is your day," ujarnya. Kali ini terdengar serius untuk menenangkan sepupunya.

Ia bahkan memegang punggung tangan Anna sambil mengelus dengan lembut. Memberikan rasa nyaman yang menenangkan bagi sepupunya. Ada perasaan bersalah dari raut wajah tampan Kim Seojoon. Bagaimanapun, ini adalah idenya untuk membuat Anna menikah dengan Jimin.

Meski begitu, Anna dapat mengerti bahwa sepupunya itu tidak memiliki pilihan lain. Di saat ia membutuhkan marga untuk posisinya, hanya Jimin satu-satunya orang yang dapat menolongnya. Maka kesepakatan ini diambil untuk keputusan terbaik, meski harus mengorbankan berbagai perasaan.

"Anna, apa kamu sudah siap?" Seorang pria paruh baya datang memasuki ruang pengantin. Disusul pria muda bergigi kelinci di belakangnya. Keduanya menunjukkan raut bahagia menatap Anna.

"Annastasia Swan, is that you? You look so different. Perfect!" sapa pria bergigi kelinci dengan tawa yang terdengar menyebalkan di telinga Anna. Gadis itu memutar bola mata lalu menatap pada Seojoon. "Joon, kurasa aku membutuhkan sekretaris baru," ujarnya mengabaikan ledekan Jaemin—sekretaris menyebalkannya itu.

Buru-buru Jaemin membungkuk 90 derajat. "Jwesonghamnida," ucapnya meminta maaf. Namun masih terdengar cekikikan di sela ucapannya membuat Anna mendengkus kesal.

"Aku lagi enggak mau bercanda, Jeon!" Anna berujar malas dan Jaemin segera menyahuti. "Maaf, tapi kamu beneran cantik banget, Noona." Kali ini ada ketulusan dari ucapannya.

"Sudah diamlah! Pengantin pria sudah menunggu di depan. Sebaiknya kita segera keluar," ucap pria paruh baya yang sejak tadi berdiri di sebelah Jaemin. Ia adalah ayah Seojoon, Kim Yeonjung.

Anna segera mengaitkan tangannya pada lengan Yeonjung. Kentara sekali dirinya tengah menahan gugup luar biasa. Berulang kali ia mengatur napas untuk menenangkan diri. Merapalkan banyak doa agar tidak melakukan kesalahan apapun. Meski wajahnya tidak menutupi ketegangan itu.

"Ayah, antar Anna menuju altar dengan aman!" ucap Seojoon dengan tatapan serius pada sang ayah. Namun, pria usia akhir lima puluh itu mencebik kesal, tidak terima akan ucapan putranya. "Kamu enggak perlu mengguruiku, Bocah!"

Seojoon mengedikkan bahu. "Aku cuma mengingatkan. Lagipula, Ayah belum pernah mendampingi anak gadis menuju altar, 'kan?" ujarnya tak mau kalah.

"Itu karena kamu terlahir sebagai laki-laki, Bodoh!" Yeonjoon kembali menyahuti dengan kesal.

Anna menghentakkan kaki. "Sudah diamlah! Kalian membuatku semakin gugup," ucapnya menghentikan perdebatan bodoh antara ayah dan anak itu.

Keduanya sudah berhasil diam dan melanjutkan langkah untuk mengantar Anna keluar. Senyum manis yang sedikit dipaksakan untuk terbit agar mengurai segala degupan tak menentu di dalam dadanya. Pintu terbuka dan seluruh tamu undangan berdiri menatap kedatangannya. Namun, pandangannya terpatri pada sosok pria yang berdiri di depan sang Pendeta.

Hwang Jimin berdiri tegap dengan tuksedo berwarna hitam senada dengan celananya. Tersemat dasi kupu-kupu pada kerah kemeja yang terkancing penuh sampai ke atas. Rambut kecokelatannya ditata sedemikian rupa menampilkan kening yang menambah karisma—tampan.

Tanpa disadari, kini kakinya telah berdiri tegap di hadapan pria itu. Yeonjung menyerahkan gandengan tangan Anna pada Jimin dan pria itu menerima dengan seutas senyuman dari bibir plum-nya. Jimin menatap Anna sekilas, lalu menarik lengan gadis itu untuk berdiri bersebelahan. Keduanya mengucapkan janji suci pernikahan di hadapan sang Pendeta disaksikan oleh puluhan tamu undangan.

Jimin menatap lekat pada Anna usai mengucapkan janji suci untuk sehidup semati. Ada degupan jantung di atas normal saat menelisik bola mata hazel kecokelatan itu. Dengan jarak sedekat ini, ia dapat melihat dengan jelas setiap detail wajah gadis yang kini menjadi istri sahnya. Bulu mata panjang yang melengkung, hidung kecil bangir sempurna, juga bibir mungil dipoles lipstik berwarna coral. Oh, bahkan ada rona kemerahan dari kedua pipi mulusnya.

Terdengar riuh suara tamu undangan meminta mereka berciuman. Hal itu sontak membuat Anna menelan ludah gugup. Ia semakin berdebar saat Jimin mendekatkan wajah. Deru napas yang hangat kini mulai mengenai permukaan kulitnya. Dari sudut pandangnya, Jimin terlihat sangat tenang seolah ini hanyalah hal biasa untuknya. Meski dalam hati, pria itu pun mati-matian menahan gugup dalam diri.

Jimin tersenyum tipis usai mendaratkan satu kecupan manis sepersekian detik—kelewat singkat—di bibir Anna. Sontak para tamu undangan berseru dibarengi dengan tepuk tangan meriah. Sementara mempelai wanita masih mematung di tempatnya. Pandangannya kosong dan tubuhnya terasa kaku hanya dengan satu kecupan sederhana dari Hwang Jimin.

Melihat itu, Jimin tidak tinggal diam. Ia kembali mendekat dan memiringkan wajah untuk menatap Anna. "Tersenyumlah, Anna. Jangan perlihatkan jika ini adalah ciuman pertama kita."

Jika dilihat dari sudut pandang para tamu, ia terlihat sedang mencium pipi istrinya. Tentu saja hal itu memancing teriakan heboh dari semua orang yang menyaksikan. Anna mendelik kesal saat satu suara mendominasi. Jeon Jaemin, pria itu berteriak lantang meminta agar kedua mempelai melakukannya dengan lebih mesra. Dalam hati Anna menggeram dengan sumpah serapah untuk sekretarisnya.

Sepertinya aku memang harus mencari sekertaris baru setelah ini.

*****

Anna berjalan menghampiri Jimin yang sibuk dengan ponselnya di ujung ruang ganti. Ia bermaksud untuk mengajak suaminya itu pulang setelah acara resepsi pernikahan mereka selesai. Mungkin berendam air hangat lalu bergelung manja dengan kasur berbalut selimut tebal akan mengembalikan energinya.

Pria yang sudah melepas tuksedonya itu kini hanya mengenakan kaus hitam polos dan celana panjang senada. Pandangannya tidak lepas dari layar gawai sejak acara berakhir. Ada raut khawatir dari wajah tampannya saat beberapa kali melakukan panggilan, tetapi tidak ada jawaban dari seseorang yang dituju. Ada rasa menggelitik dalam diri Anna untuk bertanya tentang sosok yang membuat wajah suaminya itu sedemikian khawatir, tetapi menyadari posisinya sebagai istri yang tidak dicintai, wanita itu mengurungkan niatnya.

"Kamu enggak mau pulang, ya?" tanya Anna menatap kesal pada pria di hadapannya. Namun, Jimin hanya menoleh sekilas lalu kembali fokus mengetikkan beberapa kata pada pesan singkat di ponselnya. "Iya, habis ini aku akan berkemas," jawabnya tanpa menoleh pada Anna.

Wanita dua puluh lima tahun itu menggigit bibir bawahnya, ragu untuk berucap. Namun, ia juga harus bertanya untuk memastikan. "Lalu ... aku gimana?" tanyanya gugup. Jujur saja ia bingung. Menurutnya, ia tidak perlu tinggal satu atap bersama Jimin. Toh, pernikahan mereka dimulai hanya untuk diakhir nantinya. Namun bagaimanapun, ia harus mendengar pendapat pria itu.

Kali ini Jimin menoleh dan menatap istrinya dengan kedua alis bertaut. "Kamu? Ya kamu pulang sama aku, lah! Kamu kan, istriku sekarang," jawabnya penuh keyakinan. Tiba-tiba saja Anna menjadi gugup. Jantungnya berdetak anomali kala mendengar Jimin menyebutnya sebagai istri. Pipinya menghangat yang dihiasi rona semerah tomat.

"K-kalau begitu ... c-cepat lah, aku lelah!" Kalimatnya berantakan. Pandangannya tak tentu arah. Sangat menunjukkan kalau ia tengah dilanda rasa berdebar berlebihan saat dihadapkan dengan sang suami.

Jimin tersenyum menyadari gelagat istrinya. Ia memasukkan ponsel lalu berkata. "Tentu, sayang. Ayo, kita pulang dan menikmati malam pertama sebagai pengantin baru."

Anna melotot tidak terima. "Malam pertama your ass! Jangan bertingkah, Hwang Jimin!"

Jimin hanya terekekeh mendengarnya. Ia mengabaikan segala ocehan wanita itu. Kemudian tanpa aba-aba menarik tangan Anna dan mengajaknya keluar dari ruang ganti. Mengabaikan seluruh pasang mata yang masih berada di sana.

Tbc...

Terima kasih sudah baca,

Stay safe, everyone! Aku sayang kalian 💜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro