Chapter 21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Author's POV

Salsha turun dari ranjang yang ditempatinya dengan perlahan. Sejak Karel meninggalkan minuman dan pastry di nakas, pemuda itu tak lagi masuk ke dalam kamar. Dan itu sedikit membuat Salsha heran.

Karel udah tidur kali ya,Batin Salsha seraya keluar dari kamar.

Ia menatap kagum ke arah flat sewaan Karel. Terdapat 2 kamar tidur serta dapur yang terhubung dengan ruang tamu langsung. Bernuansa minimalis, namun nyaman.

Dengan ragu ragu Salsha menatap pintu putih di depannya. Ia cukup yakin Karel berada disana. Sebenarnya Salsha hanya ingin memastikan Karel sudah tidur atau belum, namun sepertinya rasa penasarannya bertambah saat pintu itu terbuka sedikit.

"Ku dapati diri makin tersesat, saat kita bersama..., desah napas yang tak bisa rusak..."Suara gumaman lagu Sahabat Jadi Cinta terdengar samar dari balik pintu.

Salsha mengernyit heran saat melihat Karel tengah duduk bersandar pada tiang kasur, menatap layar ponsel sembari terus melantunkan lagu. Entah mendapat keberanian dari mana, Salsha melanjutkan lagu tersebut.

"Persahabatan berubah jadi cinta,"lantun Salsha dengan suara lembut yang dimiliknya, membuat Karel menoleh. Pemuda itu sedikit terkejut saat mendapati Salsha tengah berdiri di ambang pintu.

"Tak bisa hatiku menafikkan cinta, karena cinta tersirat bukan tersurat...Meski bibirku terus berkata tidak, mataku terus panacarkan sinarnya...."Salsha terhenti sembari menatap Karel dengan isyarat agar Karel melanjutkan.

Karel balas tersenyum kemudian kembali membuka mulutnya.

"Apa yang kita kini tengah rasakan, mengapa tak coba kita satukan...Mungkin cobaan untuk persahabatan atau mungkin sebuah takdir Tuhan..."

Suara bass Karel mengakhiri lagu penuh makna tersebut dengan indah. Karel tersenyum kikuk, saat menyadari ia baru saja menyanyikan lagu cinta bersama gadis yang ia cintai.

Lo nggak tahu, betapa senengnya hati gue pas lo nyanyi lagu ini,Batin Karel lirih.

"Ngapain lo disini?"tanya Karel pada Salsha.

"Gue nyariin lo, mikir lo udah tidur atau belom. Eh taunya lo lagi nyanyi lagu galau disini,"jawab Salsha seadanya. Kini gadis itu dengan santainya berbaring di samping Karel. Membuat jantung Karel meloncat untuk sesaat.

"L-lo ada apaan nyariin gue? Badan lo sakit lagi?"tanya Karel cemas. Ia langsung meletakkan tangannya di dahi Salsha.

Salsha melepaskan tangan Karel, "Gue nggak apa apa. Cuman lagi butuh lo aja."

Karel terdiam, pikirannya berusaha menahan hatinya untuk tidak menjerit senang. Belum sampai ia berhasil mengontrol jantungnya, Salsha sudah dengan santainya bersandar di bahunya.

Duh! Bisa mati muda gue kelamaan dempet sama Salsha,Batin Karel.

"Pinjem pundak lo ya, Rel. Gue capek banget,"ucap Salsha lirih.

"Iya. Toh pundak gue nggak ada yang make selain lo,"gurau Karel yang disambut dengan pukulan di bahunya. "Sal, sebenarnya badan lo yang capek atau hati lo, hmm?"

"Dua duanya, Rel. Perjalanan ke Paris, tanah yang gue impiin memang bikin hati capek karena senang."

Karel mendengus, "Bohong lo kacangan. Jujur aja, lo lagi ribut sama Aldi atau gimana?"

"Bener—"

"Gitu ya sekarang ya. Lo udah nggak mau cerita sama gue ya,"potong Karel menghentikan Salsha untuk berdusta.

"Nggak gitu, Karel. Gue beneran nggak apa apa,"ucap Salsha bersikukuh.

"Yaudah, terserah lo aja kalau emang gitu. Toh lo nggak percaya sama gue,"sinis Karel sebal. Pemuda itu langsung diam tanpa kata, membuat suasana menjadi tak nyaman.

"Rel...,nggak gitu..."bujuk Salsha dengan nada manja, namun tetap diacuhkan oleh Karel. Pemuda itu pura pura sibuk dengan ponsel genggamnya.

"Karel...,jangan marah please,"bujuk Salsha dengan nada yang lebih manja dari tadi, membuat Karel mulai kehilangan fokus. Namun berbekal muka datarnya, Karel selamat.

"Karel sayang, gue nggak bisa lo cuekin kayak gini...,"panggil Salsha lirih. Mendengar kata sayang yang ditambahkan dibelakang namanya, membuat Karel berdebar kencang.

"Please, don't abandon me...,"ucap Salsha yang entah sejak kapan mulai terisak. Karel terkejut sekaligus bingung saat melihat Salsha terisak, akhirnya ia pun memeluk gadis itu.

"Iya, gue nggak marah. Jangan nangis dong,"hibur Karel menenangkan.

"Please, gue mohon jangan tinggalin gue. Cuman lo yang paling ngertiin gue,"ucap Salsha lirih.

"Iya, Sal. Gue janji nggak akan ninggalin lo kecuali lo yang minta,"janji Karel tulus.

*****

Bila tadi Salsha yang berdiri ragu ragu di depan pintu kamar Karel, kini hal yang sama terjadi pada Karel. Ia tengah berdiri di depan kamar Salsha. Ia hendak melaksanakan aksinya untuk menghibur Salsha yang sedih.

"Karel? Ngapain lo bawa bawa gitar?"tanya Salsha saat mendapati Karel di depan pintu kamarnya.

"Lo nggak bisa tidur kan?"tanya Karel balik.

Salsha menggeleng, "Nggak. Kebanyakan tidur gue."

"Bagus. Ayo ikut gue bentar,"ucap Karel seraya menarik tangan Salsha dengan lembut. Entah apa yang merasuki Karel saat itu, yang pasti untuk pertama kalinya ia menggenggam tangan Salsha lebih erat dan lebih...intens.

"Ngapain?"tanya Salsha saat Karel membuka pintu geser menuju balkon.

"Bentar, lo pegangin ini dulu bentar,"ucap Karel seraya menitipkan gitar pada Salsha.

Salsha hanya bisa diam dalam bingung saat Karel berlari ke dalam. Tak berapa lama, pemuda itu kembali dengan selimut tebal di tangan.

"Nah, sekarang balikin ini ke gue,"ucap Karel seraya mengambil gitarnya kembali. "Dan elo, pake ini yang bener biar anget."Karel membentangkan selimut dan membungkus tubuh Salsha.

Salsha tersenyum melihat perhatian Karel padanya. Dilihatnya sahabatnya itu tak membawa selimut bagi dirinya sendiri sedangkan pakaiannya begitu tipis.

"Rel, lo geseran sini deh,"pinta Salsha pada Karel yang tengah mengetes senar gitar.

"Hm? Lo kedinginan?"tanya Karel.

"Iya. Lo geseran sini,"ulang Salsha.

Karel menurut, ia bergeser menjadi lebih dempet ke Salsha dan duduk tepat disebelahnya.

Bwet

Salsha membentangkan selimut tebalnya lebih lebar hingga menjuntai ke pundak Karel. Kini, selimut itu melindungi keduanya dari dinginnya malam.

"Biar lo ikutan anget,"ucap Salsha dengan santai.

"Nggak usah, Sal. Kalau kayak gini tangan lo bisa kedinginan,"tolak Karel hendak meraih selimut itu lagi, namun ditepis Salsha.

"Gue nggak mau lo kedinginan. Gini aja deh,"bantah Salsha sambil mendempetkan jarak tubuhnya dengan Karel. Kedua tangannya ia rangkulkan di lengan Karel. "Udah kan? Kita berdua sama sama anget."

Karel terdiam menerima perlakuan manis dari Salsha. Ia benar benar semakin jatuh hati pada gadis itu, meskipun ia tahu Salsha takkan pernah melihatnya lebih dari sahabat.

"Nah, sekarang lo mainin gitarnya dong,"pinta Salsha menyadarkan Karel kembali.

"Ah, iya...Gue baru belajar lagu ini sih,"ucap Karel memulai petikan di senar gitarnya.

Oh oh, oh oh

Slow down,
(
Perlahan)
Get my feet back on the ground

(Biarkan kakiku kembali menginjak tanah)
Cause I'm letting everybody know
(Karena aku akan memberi tahu semua orang)
I can see that you're beautiful
(Bahwa aku dapat melihat cantikmu)
Blue skies, reflected in your eyes
(Langit biru, terpantul dari matamu)
Just an ordinary perfect day
(Hanya sebuah hari biasa yang sempurna)
All the words are gonna fade away.
(Semua kata kata akan musnah)

They said, they said,
(Mereka berkata)
It's hit or miss
(Ini hanyalah percobaan)
We're too young, too young to feel like this
(Kita terlalu muda, untuk merasakan ini)
But we know, we know, it's in the kisses
(Tapi kita tahu, itu ada dalam setiap kecupan)
Oh oh oh oh

I don't care where we go
(Aku tak peduli kemana kita pergi)
Got nothing but love
(Aku tak punya apapun selain cinta)
I want you to know
(Aku mau kamu tahu)
That girl you're my number one

(Kalau kamu, adalah orang terpenting)
We're chasing the stars
(Kita mengejar bintang bintang)
We'll never look back
(Kita takkan pernah menengok kebelakang)
We'll take on the world, girl I promise you that.

(Kita akan menguasai dunia, aku berjanji padamu)

We'll laugh and look at those photographs
(Kita tertawa dan lihatlah semua foto itu)
Tell them everything we've seen
(Beritahu mereka semua yang telah kita lihat)
Send them postcards of where we've been
(Kirim kartu dari segala tempat yang pernah kita kunjungi)
And who cares we're making our own mistakes
(Dan siapa yang peduli, kita membuat kesalahan kita sendiri)
But we're going to enjoy the ride
(Tapi kita akan menikmati perjalanan ini)
Cause you know we got a wild side.
(Karena kamu tahu, kita punya sisi liar itu)

It's so much better than they'll ever know
(Ini jauh lebih indah daripada yang mereka pernah tahu)
So take my hand and let's just go

(Jadi genggam tanganku dan ayo kita pergi)
This is bigger than the both of us

(Ini lebih daripada kita berdua)
I pro...mise...you that
(Aku berjanji padamu)

Lagi lagi, lagu itu diakhiri dengan sempurna oleh Karel. Lirik yang begitu dalam maknanya membuat baik Karel maupun Salsha merasa terhenyak.

Lagu itu indah. Liriknya menyiratkan perasaan cinta seorang pemuda yang begitu dalam. Seolah menyatakan segala perasaan tak berbalas yang dimilikinya selama belasan tahun terakhir.

"I love you, Salsha."

Salsha menoleh dengan cepat, tak menyangka kata kata itu akan keluar dari Karel. Mulutnya kelu, hatinya juga. Ia tak siap menerima cinta Karel saat kisah cintanya sendiri masih berantakan.

"I love you as a friend, dummy,"sambung Karel menutupi perasaannya.

Salsha tersenyum, "Lo bikin gue jantungan aja! I love you too."

Dan lagi, hati Karel kembali berdarah teriris oleh segala kepalsuan yang harus dipasangnya.

*****

"Thank you, Sir,"ucap supir taksi itu dengan sopan. Diberikannya uang kembalian pada Aldi dan melaju pergi dengan mobil taxinya.

Aldi mengantungi uang kembaliannya dan merogoh ponselnya. Ia belum sempat mengabari ayahnya kalau ia sedang di Paris.

"Nomor yang Anda tuju...."

"Ck! Pasti lagi meeting,"umpat Aldi saat nomor ayahnya itu kedapatan tidak aktif.

Akhirnya, Aldi tak punya pilihan lain selain menelpon Caitlin.

Tuut tuut

"Halo, Aldi?"

"Cait, bilangin ke bokap gue kalau gue sekarang di Paris."

"Hah?! Kapan kamu kesananya? Terus, ini jadw—"

"Cait, plis. Gue yakin lo bisa ngatasin itu. Suruh Charles handle semuanya."

"O-oke. Tapi kenapa lo bisa di Paris sekarang?"

"Gue..."

Aldi berpikir sebentar, kemudian akhirnya ia mendapat jawaban yang cukup terdengar professional.

"Mau ngecek venue buat pernikahan gue."

Tuuut

Setelah mengucapkan kebohongan dahsyatnya, Aldi kembali menyimpan ponselnya dan melanjutkan langkahnya menuju apartemen tempat Karel berada yang sudah diberitahu Randy sebelumnya.

Aldi dicegat oleh securiti flat saat ia hendak masuk ke dalam lift. Wajahnya tampak sangar dan curiga pada Aldi.

"Désolé, vous ne pouvez pas entrer sans autorisation,"cegat securiti itu dengan tegas.

Aldi yang tak paham bahasa Prancis hanya bisa mengernyit, "Pardon me?"

Securiti tersebut tampaknya paham dan segera meralat, "Sorry Sir, but you can't enter without any permission."

"Please, I have to met someone in there,"pinta Aldi memelas.

"May I know your friend's name? Maybe we can help,"tawar securiti tersebut yang langsung disambut anggukan.

"Karel Susanteo,"jawab Aldi cepat.

Securiti tersebut mengangguk dan segera mendekati resepsionis. Wanita resepsionis mengotak atik komputer sebentar, kemudian berlanjut ke telepon sebelum akhirnya ia mengangguk.

Securiti tadi kembali mendekati Aldi dan mengangguk, "Okay Sir, you may enter now."

Aldi hanya mengucapkan terima kasih dan melangkah menuju lift. Ia memencet tombol lantai dan menunggu lift dengan tak sabaran.

Ting

Zreeek

Bel lift berbunyi disusul dengan suara desingan pintu besi yang terbuka. Aldi buru buru keluar dan mencari pintu dengan nomor unit 2-404.

"Nah! Ketemu juga!"ucap Aldi sembari menekan nekan bel dengan tidak sabar.

"Wait a minute!"Terdengar suara teriakan dari dalam dibarengi dengan derap langkah.

Ceklek

Karel langsung berkacak pinggang begitu melihat sosok yang berdiri di depannya. Ditatapnya Aldi dengan sinis.

"Sebaiknya lo jelasin yang bener sebelum gue harus ngulitin lo,"ucap Karel tajam.

"Gu—"

"Udah buruan,"potong Karel menarik baju Aldi kasar. Ia menyeret Aldi ke dalam flat dan menghempaskannya di ruang tamu dengan kasar.

"Gue panggilin Salsha dulu,"ucap Karel dingin.

"Salsha di kamar? Biar gua aja yang—"

Perkataan Aldi tak lagi diteruskannya saat Karel menatapnya tajam. Ia tahu, sekarang posisinya amat sangat salah.

"Ha-hai, Salsha. I'm sorry,"ucap Aldi langsung memeluk Salsha begitu gadis itu keluar kamarnya.

Salsha melepas pelukan itu dan menatap Aldi, "Kamu kenapa bisa ada disini?"

"Salsha, kalau lo butuh gue, gue ada di kamar. Kalian ngobrol aja,"ucap Karel seraya memutar badannya.

Tak disangka sangka, Salsha menarik tangan Karel.

"Rel, temenin gue."

.

.

.

.

.

Ha-yo-loh.

Ha-yo-loh

Ha---

Oke, stop. Ini udah setengah sebelas dan gue masih belain apdet. Jadi, maklumin aja kalau agak gaje. Gue lagi mager ngerjain tugas, jd gue berencana kerjainnya besok pagi. Makanya gue kelarin dulu nih chapter.

Jangan lupa kasih komentar kalian ya.

Bhai,

Salam ngantuk,

Arvi

#RamaikanTentangKita

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro