Chapter 24

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Warn: Ini part menye-menye-romantis-lebay-alay *apadah

Author's POV

"Karel, I love you,"ucap Eizre gugup. Akhirnya, ia berhasil mengatakannya.

Karel mendengus, "Eizre, this isn't funny."

"This isn't funny cause I don't even joking! I'm serious, Karel,"ucap Eizre tegas. Gadis itu dengan berani meraih tangan Karel dan menatapnya penuh harap.

Karel menghela napasnya dan mengangkat tangan Eizre lembut, "This hand, is not made for me to hold. And my heart, isn't a place for your love, Eiz."

Penolakan halus pertamanya. Selama ini, Karel tak pernah menolak gadis lain sehalus ini. Ia hanya akan menatap mereka dingin atau melakukan sesuatu yang membuat gadis itu marah.

Namun semenjak berada disisi Salsha, ia tahu rasanya mencintai. Ia juga tahu, betapa besar keberanian yang dibutuhkan untuk menyatakan cinta. Terlebih lebih rasa sakit akibat orang yang dicintai.

Gadis gadis ini, lebih berani darinya.

"There's someone you loved?"

Karel mengangguk.

Eizre tersenyum tipis, "That girl. You loved her, right?"

Karel mendongak dari gelas kopi hangatnya dan menatap Eizre dalam. Gadis di depannya ini baru bertemu Salsha satu kali secara langsung, dan ia sudah tahu? Bagaimana bisa?

"How di—"

"Rel, from the way you look at her, everyone will knew that you loved her,"ucap Eizre.

Karel tersenyum miring, "Well, she doesn't."

Eizre mengenggam tangan Karel dengan erat dan menatap pemuda itu dengan tatapan iba. Gadis itu memang masih muda, namun ia tahu rasa sakit jatuh cinta pada sahabat.

Kamu sayang, tapi takut hubungan persahabatan kalian hancur.

Kamu puas dengan hanya melihatnya, namun jiwamu terbakar hancur saat melihatnya dengan yang lain.

"Can I know your love story?"tanya Eizre.

Entah mengapa, Karel mengangguk. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia menceritakan kisah cinta sebelah tangannya selama hampir 10 tahun ini.

"Salsha is the first person that taught what love is. And for me, her hapinnes is my priority,"ucap Karel diakhir ceritanya.

"Even she doesn't love you?"tanya Eizre berkaca kaca. Ia terharu, sekaligus sedih. Ia terharu melihat ada pria yang mencintai wanita sebegitu dalam. Dan ia sedih, karena pria ini bukan untuknya.

"Eiz, cinta itu nggak selamanya perlu berbalas. Itu bukan hutang,"jawab Karel dalam Bahasa Indonesia.

Eizre mengernyit, "What are you saying?"

Karel hanya tersenyum penuh arti dan menggeleng, "Nothing."

Eizre merengut dan memukul Karel kesal. Jelas jelas ia sudah penasaran, pemuda itu malah sengaja memakai bahasa yang tak dimengertinya. Ia benar benar akan belajar Bahasa Indonesia setelah ini.

"Karel, did you ever mocking me with Bahasa?"tanya Eizre usil.

Karel terkikik, "Of course I did. Many times."

"Shit you, Karel Susanteo!"umpat Eizre kesal.

Keduanya tertawa setelah itu dan kembali menikmati kopi panas mereka. Senja itu, kedua insan yang sama sama patah hati itu, menghabiskan waktunya di kedai kopi bersama.

******

Perjalanan yang panjang itu pun akhirnya terselesaikan dengan sampainya bus yang ditumpangi di tujuan pertama Aldi dan Salsha, Desa Strasbourg yang terkenal dengan ke-unikannya.

"Sal, bangun. Udah nyampe nih,"ucap Aldi membangunkan Salsha yang masih tertidur pulas akibat perjalanan panjang.

Salsha menggeliat sebentar, kemudian mulai membuka matanya perlahan lahan. Kepalanya terasa pening untuk sesaat, efek dari perjalanan panjang.

"Hng? Udah nyampe di Le Havre?"tanya Salsha dengan suara khas bangun tidurnya.

"Iya, Salsha. Ayo turun,"jawab Aldi masih sibuk memindahkan barang bawaan mereka sebelum tertukar dengan milik yang lain. Awalnya ia ingin mencari tur pribadi saja, namun Salsha menolak dan mengatakan pergi dengan rombongan akan jauh lebih menyenangkan.

"Iya...,"gumam Salsha seraya bangkit. Kepalanya terasa sangat pening dan punggungnya nyeri, namun ia mengira itu hanya efek perjalanan panjang.

Nanti gue minum obatnya deh,Batin Salsha seraya kembali duduk dan menatap jendela karena Aldi melarangnya untuk membantu mengangkat.

"Salsha,"panggil Aldi.

"Hmm?"

"Kamu ke depan bus gih, ambil kunci kamarmu sama kamar aku,"ucap Aldi.

"Hmm, oke,"jawab Salsha seadanya. Gadis itu masih sibuk dengan rasa nyeri di kepala dan punggungnya. Dengan langkah gontai, ia melangkah turun dari bus dan bergabung dengan gerombolan turis.

"Miss Salshabilla and Mr Alvaro Maldini, here your key,"ucap pemandu wisata memanggil nama Salsha dan juga Aldi.

Salsha melangkah mendekat, menembus turis turis dan mengambil kunci yang disodorkan oleh pemandu wisata. Dahinya mengernyit saat melihat hanya ada satu kunci, bukan dua.

Kemudian ia melihat sekelilingnya, semuanya rata rata pasangan dari Paris.Salsha menghela napas, tak heran ia mendapat satu kamar. Pasangan di luar negri kebanyakan tentu sudah berbeda adatnya.

"Ya udahlah, toh Aldi juga bukan cowok mesum,"gumam Salsha seraya mengantongi kunci kamarnya dan kembali mendekati Aldi.

"Sudah dapet?"tanya Aldi.

"Udah,"jawab Salsha singkat seraya menggandeng erat tangan Aldi. Entahlah, hari ini rasanya ia sangat merindukan Aldi, padahal pria itu seharian ini tak berjarak kurang dari 3 meter darinya.

"Kenapa kamu hmm? Tiba tiba manja,"tanya Aldi sambil memegang dahi Salsha untuk memastikan gadis itu tidak demam.

Salsha mencekal tangannya, "Aku nggak sakit, Di. Kalau nggak boleh ya udah."Salsha melepaskan genggamannya, kemudian mengerucutkan bibirnya.

Aldi terkikik, "Kan cuman nanya, sayang. Jelas bolehdong, kan kamu manjanya sama aku doang."

Salsha mendengus dan melangkahi Aldi, tak memedulikan kekasihnya itu. Senyuman terukir di wajah Aldi, kemudian pemuda itu menggandeng kekasihnya dari belakang, membuat Salsha terkejut.

"Sori ya. Jangan ngambek,"ucap Aldi dengan puppy eyes nya.

Salsha mengangguk polos, membuat Aldi tertawa renyah. Keduanya berjalan memasuki penginapan dan sesampainya di resepsionis, Aldi menghentikan langkah.

"Bentar Sal, aku mau ambil kunci,"ucap Aldi.

"Lah? Kan udah dari turnya?"

"Aku pesen sendiri pas kemaren,"jawab Aldi sambil mengambil kunci dari resepsionis wanita itu.

Salsha masih tak mengerti. Dengan tatapan penuh tanda tanya, ia menatap Aldi.

"Why?"

Aldi mendengus, "Aku udah tahu turnya pasti cuman ngasih satu kunci kamar yang couple. Jadi aku buka kamar sendiri."

Salsha menunduk, seyuman tipis terukir di wajahnya. Aldi begitu pengertian dan menghargainya. Ia senang.

"Nggak mungkin aku akan merusak masa depanmu, Sal. Aku udah janji,"bisik Aldi di telinga Salsha.

Salsha tersenyum dan memeluk Aldi dengan erat. Sungguh, ia mencintai pria itu.

******

Salsha mencoba menenangkan napasnya yang terus terasa sesak. Ia sudah meminum obat yang dibawa Aldi, namun tetap saja baik nyeri di kepalanya maupun punggungnya tak berhenti. Bahkan ia sempat mimisan.

Kenapa sih? Kecapekan kali ya,Batin Salsha seraya mengelap darah dari hidungnya.

"Apa gue telpon Karel ya,"gumam Salsha menimang nimang ponselnya. Namun ia ragu, mengingat pemuda itu akan langsung meluncur ke Le Havre dan membuat kehebohan.

"Nggak usah deh. Besok paling juga udah sembuh,"ucap Salsha akhirnya.

Drttt Drrt

Aldi is calling. . . .

Salsha mengernyit, heran mengapa Aldi repot repot menelponnya sedangkan kamar mereka bersebelahan. Meski begitu, dengan tujuan menghabiskan pulsa Aldi, Salsha mengangkatnya.

"Ya?"

"Hehe, Sal. Aku mager mau ke kamar kamu."

"Nggak nanya, Bos."

"Dih, yaudah. Padahal tadi dalem hati nanya, napa Aldi ga dateng ya? Aku kan kangen sama muka gantengnya..."

Salsha mengernyit saat mendengar suara Aldi sebrang sana. Kekasihnya itu selalu saja over narsis.

"Dih! Kaga!"

"Kaga...salah lagi? Oke, aku tahu aku ganteng."

"Ck! Kamu kumat ya gilanya?"

"Iya, aku gila karena kamu..."

"Nggak nyambung! Buruan ada apaan? Aku mau mandi, Aldi."

"Emm, nanti kita dinnernya nggak usah sama tur. Aku udah reservasi tempat."

"Kenapa? Kan sayang biayanya."

"Salsha, kamu perasaan udah janji deh nggak bantah."

"Fine, toh kamu yang bayar."

"Makanya, dandan yang cantik ya! Satu jam lagi aku jemput kamu."

"Sip."

"See you at one more hours. Love you."

Tuuut

Salsha menatap layar ponselnya dengan tatapan datar. Entah apa yang merasukinya, ia membuka aplikasi pesan dan mengetikkan pesan pada Aldi.

To: Aldi

Love you too! Jangan dibales.

Memang, mereka pasangan kebanyakan duit. Kamar mereka tak lebih dari 4 meter, namun masih memakai pulsa untuk berkomunikasi.

******

"Ma...,Pa...,Aldi mau minta ijin dari kalian."

"Ada apa, Aldi?"

"Malam ini, Aldi mau melamar Salsha jadi istri Aldi. Aldi minta restu dari kalian. Aldi janji, sepulangnya kita dari Paris, bakal lamaran langsung ke Papa dan Mama."

"Iya, Aldi. Kami sangat bersyukur kamu masih mau bersama Salsha apapun kondisinya. Restu sudah pasti kami beri, Aldi."

Aldi tersenyum lega, "Makasih, Ma, Pa. Aku janji akan membahagiakan Salsha selamanya."

"Iya, Aldi. Kami percaya. Semoga kamu berhasil."

"Makasih, Pa."

"Ya sudah, kami tutup dulu ya. Sudah mau ke kantor ini."

"Ya, Pa. Maaf ganggu waktu kalian."

PIIIIP

Aldi mengakhiri video call nya dengan Hasdi dan Helen. Ia tersenyum lega, restu dari pihaknya dan juga Salsha sudah ia dapat.

"Sal, aku akan mengikatmu jadi milikku. Selamanya,"gumam Aldi seraya menimang kotak beludru kecil di tangannya.

Aldi melirik jam tangan di pergelangannya, ia masih punya waktu 30 menit untuk mandi. Tanpa basa basi lebih jauh lagi, ia segera masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah selesai mandi, Aldi memakai blazer abu abunya dan memasang arlojinya. Diraihnya kotak beludru tadi dan disimpannya di balik blazer miliknya.

Kini, saatnya menjemput gadisnya.

******

Salsha memoles bedak di wajahnya dengan tangan bergetar. Rasa nyeri itu semakin menjadi jadi, bahkan membuat tenaganya untuk sekadar berdandan tak ada. Namun ia benci bila nanti Aldi akan menyuruhnya istirahat dan membatalkan rencananya.

"You gonna be fine, Salsha,"gumam Salsha menyemangati dirinya sendiri. Dipaksakannya tangannya untuk melanjutkan berdandan.

Wajah cantiknya berhasil ia poles dengan sempurna. Dan kepucatan itu tak terlalu terlihat berkat concealer yang dibawanya last minute.

"Nah, kamu berhasil, Salsha,"gumam Salsha senang. Ia berganti baju dan akhirnya menjatuhkan pilihan pada dress putih dan sepatu putih.

Tok Tok

Senyuman mengembang di wajahnya, sudah bisa menebak sosok yang akan berdiri di depan pintunya. Dibukanya pintu, dan benar saja, kekasihnya yang paling tampan di hatinya, tengah berdiri dengan senyum menawan.

"Hai, Aldi,"sapa Salsha tersipu.

"Hai juga cantik, ayo pergi,"ajak Aldi seraya mengulurkan tangannya.

Salsha mengangguk, dan menerima uluran itu dengan senang hati.

******

"Buka matamu, sayang,"pinta Aldi seraya melepas tangannya di mata Salsha.

Salsha perlahan mengangkat kelopak matanya dan langsung terkesiap hingga ia membungkukkan badannya. Ia tak siap, akan diperlakukan seromantis ini. Ia tahu restoran ini, dekat dengan Sungai Seine.

"Kamu berhasil reservasi disini?"tanya Salsha terkejut. Ia tahu restoran ini sangat padat.

"Yah, begitulah,"jawab Aldi seadanya. "Ayo duduk, Salsha."

Salsha tersenyum manis saat Aldi menarik kursi untuknya. Ia duduk dengan anggun di kursi itu. Keduanya menikmati suasana di restoran.

Namun, bukan disana tempat Aldi akan melaksanakan rencananya. Pemuda itu, akan membuatnya lebih terkejut lagi.

Tak ada yang spesial di makan malam itu, hanya ada suara dentingan garpu dengan piring. Sesekali terselip obrolan ringan tak bermakna diantara keduanya.

Tak lama kemudian, keduanya menyelesaikan makan malamnya. Salsha menatap Aldi dengan lembut, ia bahagia.

"Ald...,"panggil Salsha.

"Ya?"

"Makasih banyak, buat hari ini. Ini sangat berarti untukku,"ucap Salsha tulus seraya tersenyum manis, membuat Aldi kehilangan detak jantungnya untuk sesaat.

Aldi tersenyum, "Hei, malam ini belum berakhir. Masih ada kejutan buat kamu."

Salsha mengernyit, "Hmm?"

"Ikut aku sini,"ajak Aldi kembali mengulurkan tangannya.

Salsha menerima uluran tangan Aldi dan mengikuti langkah Aldi keluar dari restoran dengan perasaan bingung. Perasaan bingung itu makin menjadi ketika Aldi mengajaknya mendekati sebuah gerobak kecil disana.

"Wah, gemboknya lucu lucu,"puji Salsha bersemangat saat melihat deretan gembok dijual di gerobak itu.

"Pilih satu,"ucap Aldi.

"Untuk apa, Di? Gembok rumah atau gembok hati kamu, hmm?"gurau Salsha.

Tak disangka, Aldi mengangguk dan mengangkat kedua tangan Salsha hingga sejajar dengan dadanya. "Ya, gembok hati aku, Salsha. Sekarang kamu pilih satu gemboknya.

Salsha tertawa, "Untuk apaan sih, Aldi?"

"Udah, pilih aja,"ucap Aldi bersikeras.

Akhirnya Salsha pun pasrah dan memilih gembok bermotif unik berwarna perak. Aldi mengangguk dan membayarnya. Penjual itu menyerahkan kunci gembok dan mengucapkan terima kasih.

"Udah? Sekarang kita balik yuk,"ucap Salsha hendak mengantungi gembok tadi.

"Belom, Sal. Ikut aku lagi."Dan Aldi, kembali menarik Salsha dengan lembut.

Kini, keduanya berhenti di jembatan indah. Salsha kembali terkesiap, terkagum kagum dengan semua keindahan yang dilihatnya malam ini.

Dari atas jembatan Ponts Des Art, ia bisa melihat Sungai Seine yang berkilauan diterpa cahaya remang bulan. Begitu indah, sampai mata Salsha menangkap sesuatu di jembatan

"Kok banyak gembok?"tanya Salsha.

Aldi kembali tersenyum, "Ini jembatan gembok cinta, Salsha. Kamu udah pernah denger kan?"

Salsha mengangguk. Ia pernah mendengar dari Steffi, ada jembatan dimana para pasangan menuliskan nama mereka di gembok dan membuang kuncinya, dengan harapan cinta mereka akan langgeng.

"Maksud kamu suruh aku milih gembok...."

"Ya, Sal. Dan bukan hanya untuk itu, aku...malam ini mau melamarmu untuk yang kesekian kali."

Aldi menekuk sebelah kakinya, seraya mengeluarkan kotak beludru dan sebuket bunga. Salsha terdiam, tak mampu menahan air matanya saat melihat sebuah cincin berlian di dalam kotak beludru yang terbuka itu.

https://www.youtube.com/watch?v=hQ-wYw4hP84

"Salshabilla Adriani, dengarkanlah kesungguhan ini....,aku ingin mempersuntingmu....,"ucap Aldi terdengar begitu tulus di telinga Salsha.

Sekilas, di benak Salsha terlintas banyak hal. Semua masa bahagia, sulit, sakit hati, semua terlintas begitu saja di benaknya. Namun kali ini, dia tak sanggup menolak.

Cinta Aldi terlalu besar.

Untuk pertama kalinya, Salsha mengangguk.

"Aku....mau, Di. Aku mau,"jawab Salsha di sela sela air matanya. Ia ingin menjadi egois untuk sekali ini saja.

Aldi tersenyum lebar dan memasangkan cincin itu di jari manis Salsha, "Pas. Cincinnya pas dijarimu, seperti hatiku yang pas dihatimu."

Aldi memeluk Salsha dengan erat, sangat erat. Sepasang kekasih itu saling menyalurkan cinta dengan pelukan mereka. Kemudian, Salsha melonggarkan pelukannya.

"Aldi, aku pasang ya, gemboknya,"ucap Salsha.

Aldi mengangguk dan melepas pelukannya. Salsha menuliskan inisial namanya dan Aldi di gembok itu, kemudian memasangnya di jembatan.

"Sekarang, lempar kuncinya,"ucap Aldi.

Salsha terlihat ragu sesaat, namun kemudian ia mengepalkan kunci itu di tangannya dan melemparkan kunci itu ke dalam sungai.

Pyuk

Terlihat cipratan kecil tak berarti di sungai Seine malam itu. Aldi menatap Salsha, begitu pula dengan Salsha. Keduanya kembali berpelukan.

Dengarkanlah...wanita impianku

Malam ini akan kusampaikan

Hasrat suci padamu dewiku. . .

Dengarkanlah, kesungguhan ini.

Aku ingin. . .

Mempersuntingmu. . . . . .

.

.

.

.

UWOOOOO

Gue bangga sekaligus geli. Bangga, bisa bikin chapt romantis (?) Tapi geli pas bacanya. Like. . . wtf, gue menye abis.

WAHAHAH, abaikan. Oh ya, gue mau ngucapin. . .

Selamat Hari Raya Idul Fitri bagi yang merayakan.

Salam maaf,

Arvianna Putri Lestari

#RamaikanTentangKita

#SiapSiapMoveOn

#Hayoloh

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro