Bagian 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng




Ratusan hari ku mengenalmu
Ratusan alasan kamu berharga
Ratusan hari ku bersamamu
Ratusan alasan kamu cahaya
Semampuku....

Kau akrab dengan senyum
dan tawa....

Semampuku...

Tak perlu lagi kau takut cinta

            Suara merdu Tulus itu mengalun dari Laptop milik Kala, menemaninya yang sedang mengoreksi tugas-tugas muridnya. Sesekali Kala ikut bernyanyi, namun lebih sering terdengar decakan saat harus membubuhkan tanda silang pada buku tulis milik muridnya. "Penjelasan tentang persamaan linier ini udah sering dijelaskan, masih juga salah. Astaga. Hah!" Kala membuka kacamata berbingkai hitamnya, kemudian memijat keningnya. Dia menarik napas berulang kali, kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya.

            "Ah, aku paling suka reff lagu ini," ucapnya ketika Tulus menyanyikan bagian refrain. "Bila aku pegang kendali penuh pada cahaya... kupastikan jalanmu terang..." Kala ikut bernyanyi, sambil memejamkan matanya, penuh penghayatan hingga lagu berjudul Cahaya itu selesai. "Oh, kenapa sih, suara dia bagus banget, bikin hati tenang." Kala memandangi laptopnya, dia sengaja memasang foto Tulus sebagai wallpaper. Dia memang tergila-gila pada penyanyi laki-laki bersuara indah itu. "Lihat ya, nanti pasti aku bisa nonton konser kamu," katanya pada foto di layar laptopnya.

            Saat sedang berbicara sendiri dengan foto idolanya itu, Kala dikejutkan dengan dering ponselnya. "Pasti Mama," tebaknya. Kala membalik ponselnya dan tebakannya seratus persen benar. "Ya, Ma?" sapanya.

            "Lagi apa, Kal?"

            "Biasalah ngoreksi tugas anak-anak. Kenapa, Ma?"

            "Oh, kamu udah daftar CPNS?" tanya mamanya.

            Kala melihat tanggal di kalendernya. "Belum, Ma."

            Terdengar helaan nafas mamanya di seberang sana. "Kamu tuh nunggu apa lagi? Berkas-berkas kamu kan udah lengkap semua. Kala, kamu tahu kan di Jambi formasi penerimaan Guru itu banyak? Kamu jangan menyia-nyiakan kesempatan."

            "Kan masih ada tiga hari lagi, Ma."

            "Kamu kebiasaan selalu nunda-nunda, pokoknya besok kamu harus daftar. Mama nggak mau tahu."

            "Iya, Ma." Kala memejamkan mata dan memijat keningnya pelan. Orangtuanya memang sangat menginginkan Kala untuk menjadi seorang pegawai negeri, karena keduanya juga sama-sama berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil. Ayahnya dinas di Pemprov Jambi, sedangkan ibunya berdinas di kantor kecamatan di dekat rumahnya. Keduanya sama-sama menjabat sebagai kepala seksi.

Kala bukan tidak pernah mencoba untuk ikut test CPNS, dia sudah mengikuti test sebanyak dua kali dan gagal. Jujur Kala sudah malas untuk ikut test lagi, apalagi dia sudah nyaman mengajar di tempatnya sekarang. Namun, menurut pandangan orangtuanya, dia baru dikatakan berhasil dan sukses kalau sudah menjadi pegawai negeri. Apalagi kedua kakaknya, semuanya juga pegawai negeri. Kakak pertamanya—Aliyah, pegawai negeri di RSUD Raden Mattaher Jambi. Begitupula dengan kakak keduanya—Rakha pegawai negeri di Badan Pertanahan di Jambi. Hanya dirinya yang masih berstatus sebagai guru swasta, dan hanya dirinya juga yang berani merantau ke kota lain sejak kuliah.

Kala membuka data-data yang sudah di scan-nya beberapa hari lalu. Kelengkapan dokumen yang dibutuhkan untuk ikut seleksi administrasi memang sudah lengkap, namun Kala masih ragu untuk mengirimkannya. Dia takut gagal lagi, bukan karena takut kecewa pada dirinya sendiri, tetapi dia takut mengecewakan keluarganya. Dia tidak sanggup harus menerima tatapan kecewa dari mama dan papanya seperti dua tahun lalu. Ponsel Kala kembali bergetar, kali ini dia menerima sebuah pesan yang ternyata makin membuat suasana hatinya semakin berantakan.

Satria : Kata Tante kamu belum daftar? Mau nunggu apalagi, sih, Kal?

Kala semakin gamang membaca pesan dari kekasihnya itu. Akhirnya dia hanya membaca pesan Satria dan tidak berniat untuk membalasnya.

******

Maukah lagi kau mengulang ragu
Dan sendu yang lama
Dia yang dulu pernah bersamamu
Memahat kecewa
Atau kau inginkan yang baru
Sungguh menyayangimu

            Aleta menyumpal telinganya dengan Airpods, kemudian ikut bersenandung mengikuti lagu Adu Rayu yang dinyanyikan oleh Tulus dan Glen Fredly itu. Dia mematut dirinya di depan kaca, mengecek penampilannya yang sudah siap dengan seragam sekolah, sebelum turun untuk sarapan. "Cantik," ucapnya. Gadis itu menyandang ranselnya dan keluar dari kamar sambil terus menyanyikan lagu penyanyi favoritnya itu.

            "Aku ingin dirimu... Yang menjadi milikku... Bersama kumulai hari ini... Hilang ruang untuk cinta yang lain." Aleta langsung menutup mulutnya saat melihat siapa yang duduk di meja makan. Mata keduanya berpandangan, Aleta mengerucutkan mulutnya, dia menarik kursi tepat di depan kakak laki-lakinya. "Kapan Mas pulang?" tanyanya.

            Zyan meneguk kopi dari cangkirnya lalu memandang adik satu-satunya itu. "Semalam."

            Aleta menyendokkan nasi goreng ke piringnya. "Oh, kirain pulangnya lusa."

            Zyan memandangi adiknya itu. "Sekolah kamu gimana?" tanyanya.

            "Baik-baik aja."

            "Kamu harus belajar yang rajin. Jangan dengerin lagu terus. Inget nilai rapor kamu pas kenaikan lalu, pas-pasan!"

            Aleta mengerucutkan bibirnya. Dia memang jauh berbeda dengan Zyan. Kakak laki-lakinya itu gila belajar sejak dulu, sedangkan Aleta dia lebih suka seni, terutama menyanyi. Namun, kakaknya tidak setuju saat Aleta bilang kelak dia ingin melanjutkan kuliah musik. Aleta diceramahi panjang lebar tentang betapa pentingnya nilai akademik, dan menyuruh Aleta untuk fokus belajar, bukan sibuk mengikuti kegiatan seni, apalagi bernyanyi. Aleta tentu saja menolak mengubur mimpinya, dia ingin menjadi seorang penyanyi, seorang diva. Dan Aleta bertekad akan membuktikan kepada kakaknya kalau dia bisa sukses di bidang musik.

            "Hari ini aku pulangnya telat."

            Zyan mengerutkan kening. "Kenapa? Ada pelajaran tambahan."

            Aleta menggeleng. "Latihan paduan suara, untuk lomba minggu depan."

            Seketika Zyan langsung memandang adiknya tidak suka. "Mas kan udah bilang, kamu nggak usah ikut paduan suara lagi."

            Aleta mengembuskan napas, kemudian memandang kakaknya itu. "Mas Zyan, adik Mas ini bagian penting di paduan suara sekolah, nggak mungkin bisa berhenti gitu aja. Mas tenang aja, latihannya nggak ngambil jam belajar. Jadi aman."

            "Tapi gimana dengan tugas kamu? Kapan kamu mau belajar kalau harus latihan?"

            "Kan bisa malemnya. Udah ya, Mas. Aku berangkat sekolah dulu. Mas jangan marah-marah, nanti cepet keriput. Bye." Setelah mengatakan itu Aleta langsung bergegas berdiri dari kursinya meninggalkan Zyan yang masih emosi karena tingkahnya.

*****

Hai-hai seperti yang aku informasikan di Instagram kemarin, ini cerita yang akan aku publish di hari Senin dan Kamis. Dan kemungkinan ini nggak akan aku publish sampe ending, jadi nggak usah mencak-mencak ya kalau nanti gak sampai ending, udah diinfo kan dari awal wkwkwk. Sebenernya langsung mau aku terbitin aja, tapi biar tahu ceritanya tetang apa makanya aku publish aja, biar nanti pas beli bukunya udah ada gambaran.

Kalau gitu nggak usah dipublish aja dong?! Hehehe... kan ini masih akun Wattpad-ku, jadi hak sepenuhnya ada di aku, kan? Aku juga mau berbagi sama pembaca setia yang tetep nungguin meski aku update-nya agak lama. Hitung-hitung kenalan sama tokoh baru. Aku kasih tahu ini, supaya nggak ada ribut-ribut ke depannya.

Oh ya, ini aku mengambil keputusan untuk publish juga melibatkan pembaca di Instagram. Ini aku lampirkan SS-nya. Karena, kalau respons-nya pada nggak mau aku publish di sini, aku pasti langsung terbitin, tapi karena 90% komentar isinya setuju publish makanya aku publish di sini deh.


Oke, itu aja. Kita ketemu hari Kamis nanti untuk bagian dua ya.


Happy reading....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro