Bagian 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng




Satria adalah pacar pertama Kala. Mereka sudah menjalin hubungan selama hampir tiga tahun. Dulu mereka adalah teman sekolah saat SMA, Satria sudah lama menaruh perasaan pada Kala, namun tidak berani untuk mengungkapkan karena Kala salah satu murid populer di sekolah. Kala beberapa kali mengikuti turnamen bulu tangkis antar sekolah sampai antar daerah. Beberapa murid lain juga menaruh perasaan pada Kala. Saat itu Satria minder, dia hanyalah murid biasa yang culun, dengan kacamata tebal yang selalu menghiasi wajahnya, dan sifatnya yang sedikit penaku membuatnya menjadi bahan risakan teman-teman sekelasnya.

            Namun, sejak kuliah Satria mulai berubah, dia mulai memperhatikan penampilannya, menjadi lebih rapi dan memutuskan operasi lasik karena minus matanya yang makin parah. Minus mata yang didapatkannya karena sering bermain game di komputer, PES dan juga membaca komik-komik kesukaannya.

            Kala dan Satria bertemu kembali saat reuni akbar SMA mereka. Saat itu Kala dan Satria sama-sama baru wisuda. Satria yang bertemu dengan Kala kembali tidak menyiakan kesempatan, dia segera mendekati Kala. Selama ini Satria memang sering mencari tahu tentang Kala, dia tahu kalau Kala kuliah di Universitas Negeri Jakarta, jurusan S1 Matematika. Beberapa kali Satria menyempatkan diri untuk main ke UNJ, menemui salah satu temannya, dan berharap bertemu dengan Kala, namun takdir tidak mempertemukan mereka saat itu.

            Itulah kenapa Satria tidak menyia-nyiakan momen ini. Kala sendiri tidak terlalu mengenal Satria, dalam bayangannya dia hanya ingat laki-laki kurus dengan kacamata tebal. Namun, Satria yang duduk di sampingnya berbeda dengan sosok yang diingatnya dulu. Satria memang tidak tampan, biasa saja. Namun kalau diperhatikan Satria lumayan manis. Pertemuan di reuni sekolah itu membuat hubungan mereka semakin dekat, dimulai dengan Satria yang meminta nomor ponsel Kala dan dilanjutkan dengan mereka yang saling bertukar pesan.

            Saat itu Satria masih yang baru lulus bekerja di salah satu bank swasta di Bandung. Mereka menjalani hubungan jarak jauh, Jakarta-Bandung. Setiap minggu, Satria menyempatkan diri untuk mengunjungi Kala di Jakarta. Setahun menjalin hubungan, semuanya baik-baik saja. Bahkan karier Satria semakin maju karena diterima di Pertamina, salah satu perusahaan BUMN yang proses masuknya begitu ketat.

            Kala ikut senang karena Satria akhirnya bisa diterima di salah satu perusahaan incarannya. Mereka juga tidak perlu menjalani hubungan jarak jauh seperti dulu karena Satria di tempatkan di Jakarta. Memang kosan mereka lumayan berjauhan, namun setidaknya masih di kota yang sama.

            Hubungan mereka juga sudah memasuki tahap serius. Tentu saja serius, mereka sudah berpacaran hampir tiga tahun, Satria juga sudah punya pekerjaan tetap. Dari segi usia mereka juga sama-sama sudah cukup untuk menikah, dua puluh tujuh tahun, usia yang produktif.

            Kala baru saja sampai di kosannya. Dia berjalan ke kamar, lalu meletakkan buku-buku yang diberikan Satria padanya. Kala tersenyum miris melihat buku-buku itu. "Dilamar pake buku soal-soal test CPNS, mungkin cuma aku yang begini," gumam Kala.

*****

            Aleta melirik kakak lelakinya yang sibuk menyetir, kemudian menggelengkan kepala. Hari ini kakaknya itu berbaik hati untuk mengantar Aleta ke sekolah, walaupun sebenarnya Aleta lebih suka kalau diantar oleh Pak Joko. "Mas, kalau nyetir nggak pernah denger musik gitu?" tanya Kala.

            "Nggak," jawab Zyan singkat.

            "Mas tahu kata-kata Harry Styles tentang musik?"

            Zyan menggeleng. "Dia siapa aja Mas nggak tahu."

            Aleta berdecak. "Really, Mas? Mas hidup di planet mana sih, selama ini? Jangan-jangan mas alien dari Neptunus."

            Zyan menoleh sekilas. "Jadi apa kata si Harry Potter."

            "Harry styles, Mas! Dia personil One Direction."

            "Oh."

            "That's the amazing thing about music, there's a song for every emotion. Can you imagine a world with no music? It would suck."

            "Itu kan kata dia. Mas biasa aja nggak dengerin musik," jawab Zyan santai.

            Aleta mengerucutkan bibirnya, kemudian dia teringat sesuatu. "Aku pernah lihat foto Mas."

            "Ya pasti pernah, kan ada yang dipajang di dinding rumah."

            "Bukan itu!" protes Aleta. "Aku pernah lihat foto Mas pegang gitar. Kayaknya pas Mas masih SMP, atau awal SMA."

            "Terus?"

            "Mas pernah suka musik, kan?"

            Zyan menggeleng. "Mas suka matematika."

            "Geeky banget ya, Mas ini."

            "Matematika mengajarkan kita untuk jadi manusia yang cermat, teliti dan nggak ceroboh. Matematika juga melatih cara berpikir yang sistematis, logis dan rasional..."

            "Oke, adik Mas ini nggak mau denger apapun tentang matematika," potong Aleta. "Hah! Punya kakak gini amat," rutuknya.

            "Kamu udah mutusin mau kursus dibimbel apa?" tanya Zyan.

            Aleta menggeleng. "Belum. Lagian aku ngerasa baik-baik aja. Nilaiku kan nggak jelas, Mas. Nggak dibawah rata-rata."

            "Nilai kamu rata-rata, Aleta!"

            "Terus?"

            "Pokoknya Mas mau kamu les lagi."

            Aleta mengembuskan napas, dia merasa senang karena sebentar lagi tiba di sekolahnya. "Makasih udah nganterin aku. Bye, Mas," pamitnya lalu bergegas turun dari mobil kakaknya itu.

*****

            Kala duduk di depan Pak Mustafa, kepala sekolahnya. Kemarin saat Ayumi memberitahunya kalau Pak Mustafa memanggilnya, Kala langsung bergegas ke ruangan kepala sekolah, tetapi ternyata Pak Mustafa harus menghadiri rapat, sehingga baru hari ini Kala bisa bertemu dengan Pak Mustafa. "Maksud saya memanggil Bu Kala ke sini, mau meminta Bu Kala menggantikan tugas Bu Farida selama beliau cuti melahirkan," ucap Pak Mustafa.

            Kala memandang wajah Pak Mustafa. "Kalau menggantikan Bu Farida, artinya saya bukan hanya mengajar matematika tapi juga menjadi wali kelas?" tanyanya.

            Pak Mustafa mengangguk. "Saya menunjuk Bu Kala bukan tanpa alasan. Ini juga sudah dirundingkan dengan wakil kepala sekolah dan juga Bu Farida sendiri."

            Kala diam sejenak. Selama ini dia belum pernah menjadi wali kelas, walaupun saat ini statusnya hanya menggantikan, tetap saja menurut Kala tanggung jawab sebagai wali kelas lebih besar.  Namun, kalau dia tidak mengambil kesempatan ini, dia tidak akan pernah belajar. "Baik, Pak," ucap Kala kemudian.

            Pak Mustafa tersenyum. "Kalau begitu Bu Kala bisa menemui Bu Farida langsung untuk teknisnya. Beliau datang jam ke sini jam sepuluh nanti."

            "Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi." Kala keluar dari ruangan Pak Mustafa dan kembali ke meja kerjanya. Ayumi yang mejanya bersebelahan dengan meja Kala langsung menghampiri sahabatnya itu. "Pak Mus bilang apa?" tanyanya.

            "Gue disuruh gantiin Bu Farida."

            "Wow. Good news, tuh. Keren-keren. Artinya lo bakal jadi wali kelas XI. IPS 3"

            Kala mengangguk. "Doain gue ya. Deg-degan nih."

            Ayumi menepuk bahu sahabatnya itu. "Gue yakin lo kompeten, kok."

            Kala tersenyum. "Thank, Mi."

******

            "Jadi selama Bu Farida cuti melahirkan, saya yang akan menggantikan beliau. Mungkin ada beberapa yang sudah pernah ketemu saya di kelas sepuluh, namun banyak juga yang belum. Nama saya, Kalani Azkadina, biasa dipanggil Ibu Kala," kata Kala sambil menyunggingkan senyumnya. Pukul sepuluh tadi dia bertemu dengan Bu Farida, dan beliau memberikan data-data siswa di kelasnya, juga beberapa wejangan untuk Kala.

            Di pelajaran terakhir yang kebetulan memang pelajaran Matematika, Kala masuk ke kelas XI. IPS. 3 sekaligus memperkenalkan dirinya. Ada beberapa murid yang dulu pernah diajarnya di kelas sepuluh, namun banyak juga yang belum ia kenal. "Ibu absen satu persatu ya." Kala mulai memanggil nama-nama muridnya. "Adrian Pratama."

            "Saya, Bu."

            "Kamu ketua kelas, ya?"

            Adrian mengangguk. Kala tersenyum. "Habis jam pelajaran nanti, temui ibu di kantor, ya."

            "Siap, Bu."

            "Alanda Maria."

            "Saya, Bu."

            "Aleta Arundati."

            "Saya, Bu."

            Kala memperhatikan Aleta lebih lekat, tentu saja dia tahu siapa Aleta. "Isyananya Harapan Bangsa," puji Kala.

            Aleta terlihat tersenyum malu, dan beberapa temannya mulai menggodanya. "Suruh nyanyi dong, Bu," celetuk salah satu murid.

            Kala tersenyum. Lalu kembali mengabsen murid-muridnya yang lain. "Oke, kata Bu Farida pelajarannya sudah sampai di bab tiga, trigonometri."

            "Yah, Bu, kirain saya nggak belajar hari ini," celetuk salah satu muridnya lagi.

            Kala memandang anak tersebut. "Kalau nggak belajar, kita tertinggal dari kelas lain. Sekarang buka bukunya. Ibu akan jelaskan tentang rumus limit."

            Anak-anak dengan enggan membuka buku pelajaran mereka dan mulai mendengarkan penjelasan Kala. Kala tahu, tidak banyak yang menyukai pelajaran matematika, namun Kala selalu berusaha untuk membuat murid-muridnya tidak merasa tertekan belajar matematika. Kala ingat sekali zaman dia sekolah dulu, guru matematika terkenal begitu killer, seingat Kala tidak ada guru matematika yang tidak menyeramkan saat dia masih sekolah dulu. Kecuali satu orang. Orang yang berjasa untuk hidup Kala, yang membuatnya bisa menjadi guru matematika seperti ini.

            "Oke sekian ya, untuk hari ini. Tolong kerjakan di rumah soal nomor satu sampai dua puluh," kata Kala mengakhiri kelasnya siang ini. "Adrian pimpin doa, sebentar lagi bel pulang."

            Adrian langsung memimpin doa, tidak lama kemudian bel pulang sekolah terdengar anak-anak meninggalkan kelas. Kala melihat Aleta yang sedang membereskan barang-barangnya, gadis itu menyandang ranselnya dan tersenyum pada Kala. "Permisi, Bu," katanya.

            "Aleta mau latihan padus?"

            "Eh? Iya, Bu."

            Kala tersenyum. "Semangat ya, Ibu suka suara kamu."

            Senyum Aleta semakin lebar. "Terima kasih, Bu."

*****

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro