[2.a] Handoko Komara

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suaminya selingkuh
•Berani bayar mahal ^^
•Sabar ya!

-Ellen-

Han membaca ulang catatan pada secarik kertas kecil lecek di atas meja, yang berjarak sejangkauan pandangnya. Tulisannya terkesan buru-buru. Serupa tulisan tangan dokter saat memberi resep obat. Ditulis oleh kekasih Han, yang juga merangkap asisten dalam urusan pekerjaannya sebagai seorang penemu fakta.

Lelaki tiga puluh enam tahun itu memang lebih suka disebut penemu fakta daripada detektif. Lagipula keduanya tak ada bedanya. Fungsi kata hanya menggiring dualisme pemahaman secara struktur huruf. Namun, tetap sama dalam konteks.

Tanpa kentara, Han menghela napas pendek. Walaupun ekspresi wajahnya menampilkan kesan menaruh perhatian, tapi isi benaknya dipenuhi jengkel. Lain kali, dia akan meminta Ellen untuk memeriksa dengan lebih teliti lagi setiap kasus dari klien yang masuk.

"Tapi kita butuh mengumpulkan banyak uang, Mas. Membangun rumah tangga bukan hanya pakai cinta aja. Kondisi keuangan kita juga harus kuat dan stabil."

Itu yang selalu menjadi alasan Ellen, saat menyodorkan klien padanya tanpa sensor. Mengingatkan Han tentang rencana pernikahan yang harus ditunda sampai pundi-pundi rupiah mereka berdua berkembang biak. Sehingga lagi-lagi Han diwajibkan maklum dan menurut pada Ellen. Bukan karena Ellen berkuasa atas diri Han, melainkan kekasihnya itu memang menunjukkan realita apa adanya yang harus mereka lakoni.

Menikah itu mudah, mereka tinggal pergi ke kantor catatan sipil. Tanpa perlu ada resepsi, tamu undangan, katering, dan segala tetek bengek yang merepotkan. Bahkan Ellen sendiri pernah bilang kalau dia tidak perlu jasa perias kalau hanya akan didandani terlalu menor mirip topeng ondel-ondel.

Seperti kebanyakan pengantin wanita saat ini, yang bagi Ellen terasa palsu di balik tebalnya polesan make up ala Barbie nan putih cemerlang. Sebuah adiksi rias wajah yang tengah ramai dipraktikan.

Ellen sudah mempersiapkan rencana hidupnya setelah berumah tangga dengan Han. Uang makan, uang belanja, uang kesehatan, uang rekreasi, sampai uang pendidikan untuk calon buah hati mereka kelak. Ellen adalah perencana ulung, dan tugas Han hanya tinggal mengikutinya.

Han mencoba menahan diri. Bersabar mendengarkan cerita kliennya dengan fokus yang dipaksakan. Dia paling tidak suka berurusan dengan masalah rumah tangga lagi. Hal yang baginya terlalu remeh temeh. Yang urgensinya hanya sebatas menemukan bukti perselingkuhan. Lagipula sejak Han membuka jasa private detective ini, sembilan puluh persen kasus yang diterima berhubungan dengan urusan rumah tangga. Sangat menjemukan bagi Han yang menyukai tantangan lebih.


Klien Han kali ini bernama Sinta, yang telah melewati masa pernikahan selama dua puluh empat tahun. Wanita berwajah oval itu bercerita mengenai adanya orang lain yang kini menjadi idaman baru di hati suaminya. Meski hingga detik ini, Sinta belum memiliki bukti konkrit kalau suaminya benar-benar berselingkuh. Sinta belum pernah memergoki suaminya secara langsung. Namun, naluri kewanitaan Sinta telah memetakan kecurigaan pada sang suami.

"Saya nggak mau kehilangan dia. Saya hanya mau dia sadar dan kami bisa hidup bahagia bersama," ujar Sinta sembari sesekali menyusut air matanya dengan sapu tangan.

Bahagia dia bilang? Han meringis dalam hati.

Menurut Han, wanita kadang terlalu terbawa perasaan. Kebanyakan masih percaya ada bahagia setelah suami mereka berselingkuh. Padahal tetap ada peluang lelaki mengulangi perselingkuhannya.

Kalau kata Ellen, "Wanita makhluk pemaaf, Mas. Hati wanita mungkin gampang rapuh. Nggak sekeras laki-laki. Tapi daya tahannya jauh lebih baik dari hati lelaki yang seringnya antipati."

Pikiran Han sedikit usil. Dia mencoba menerka yang mungkin saja melatarbelakangi suami Sinta berselingkuh. Kurangnya kepuasaan di atas ranjang, interaksi antar suami istri yang monoton, atau bisa jadi suaminya Sinta sudah menganggap istrinya tidak menarik lagi di usianya yang sudah paruh baya.

Han bukannya ingin menjelek-jelekkan Sinta, tapi segala yang ada pada wanita itu memang jauh dari kesan menarik. Mungkin di awal pernikahan, Sinta masih jauh lebih segar bagai buah ranum yang baru dipetik, tapi waktu tidak bisa membohongi tampilan fisik yang menua. Timbunan lemak menggelambir di balik bagian atas dress-nya yang mengetat. Perut buncit. Juga kerutan dan lingkaran hitam di area sekitar mata yang tidak ada usaha untuk disamarkan.

Daya tarik Sinta telah menyusut. Sehingga kemungkinan suaminya mencari kesegaran ragawi pada wanita lain menjadi alasan umum yang masuk akal.

Posisi duduk wanita itu pun tak luput dari perhatian Han. Kakinya sedikit serong ke kanan, dengan bagian bahu kanan yang lebih turun. Sesekali Sinta menggigit kelopak bibir bawahnya. Walau samar dan tampak tak bermasalah, Han mengetahui kejanggalan tersebut. Sinta sedang menahan sakit. Lebih tepatnya menyembunyikan sakit yang tengah mendera tubuh tambunnya.

"Apa yang Anda harapkan, setelah berhasil mengetahui identitas selingkuhan suami Anda?" tanya Han—sedikit berharap Sinta segera mengurungkan niat untuk memakai jasanya.

Sinta meremas helaian kain berbordir yang sedari awal setia digenggamnya. Jenis sapu tangan yang Han tebak telah menemani hampir keseharian hidup si pemilik.Wajah pucat Sinta mengingatkan Han pada Madeline. Salah satu tokoh di film horor klasik berjudul White Zombie. Seolah sari pati kebahagiaan sudah terhisap keluar. Memunculkan sosok letih tak berwarna tengah mengais sisa-sisa bahagia yang mungkin masih ada.

Jari telunjuk Han mengetuk beberapa kali ke atas permukaan meja jatinya yang berpelitur. Mengisi jeda pendek yang mengemuka di antara mereka berdua. Mata Han menelaah gesture Sinta, yang sarat akan gelisah dan ketidaknyamanan.

Kacamata penilaiannya hampir tak pernah meleset. Sinta bukan tipe wanita yang memiliki kepercayaan diri untuk mengungkapkan perasaannya. Memutuskan datang ke tempatnya pun pasti sudah melewati pertimbangan yang sangat matang.

Lalu Sinta bersuara pelan. Membuat Han harus mencondongkan tubuhnya agak ke depan.

"Saya ingin melihat bagaimana wajah orang yang sudah menarik perhatian suami saya."

Sebelah Alis Han terangkat. Tampak kurang yakin. "Hanya itu saja?"

Sinta mengangguk. "Saya hanya mau tahu, seberapa baik wanita itu dibanding saya."

Dagu Han bertopang pada sepuluh jemarinya yang terangkum. Dia perlu memberi kesan mempertimbangkan. Seolah masalah Sinta bisa saja ditolak. Namun, tentu Han tidak akan pernah bisa menolaknya. Bisa-bisa dia diamuk Ellen.

Han kemudian bergerak ke tahap selanjutnya.

•••

Jangan lupa VOTE-nya ya ⭐

Update part selanjutnya kalau banyak yang kasih bintang ⭐

Terima kasih banyak

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro