PROLOG

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ruangan yang tidak terlalu luas itu berpenerangan redup. Hanya mengandalkan cahaya dari lampu pijar berdaya lima watt yang tergantung pada fitting-nya. Seolah menjadi tanda kalau keberadaannya di sana untuk sesuatu yang kelam.

Di tengah ruangan, seorang lelaki tergeletak diam pada sebuah meja panjang dalam keadaan telanjang bulat. Sehingga kulitnya bisa merasakan langsung hawa dingin permukaan meja yang terbuat dari baja itu. Kedua tangan dan kakinya terikat sangat kuat. Sehingga sia-sia saja baginya untuk mencoba melepaskan diri. Apalagi berteriak meminta pertolongan, karena mulutnya dibungkam dengan segaris lakban hitam. Tenaganya pun sudah terkuras habis untuk melawan. Dia sama sekali tak berdaya.

Tuhan pasti tahu kalau dia memang bukan orang yang sepenuhnya baik. Hidupnya tidak selurus mereka yang selalu rajin melafalkan ayat suci. Ibadah wajib pun sudah tidak pernah dilakukannya lagi. Terakhir kali dirinya rajin bersujud menghadap Tuhan ketika istrinya divonis menderita leukemia. Dia tidak meminta banyak selain kesembuhan orang yang paling dicintainya itu. Hanya itu saja yang dimintanya dari zat yang menguasai dunia ini.

Namun, Tuhan seolah tidak mau menolong dengan merenggut nyawa orang yang paling dicintainya. Mengubahnya menjadi orang yang melupakan keberadaan Tuhan. Dia tidak percaya lagi dengan hakekat ketuhanan dalam hidup. Agama digunakan hanya sekadar sebagai pelengkap identitas. Hatinya sudah tertutup. Mulutnya enggan menggaungkan kebesaran Tuhan.

Karena Tuhan terlalu sombong menggunakan kekuasaannya. Begitu menurutnya.

Namun, jalan satu-satunya yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah berdoa.

Tolong aku Tuhan ...

Kali ini dia memohon pertolongan. Dia kembali menggantungkan harapan pada Tuhan untuk menyelamatkannya.

Kriiiittt ...

Suara pintu yang dibuka perlahan menambah kengerian dalam jiwa laki-laki itu. Seseorang memasuki ruangan dengan beberapa senjata tajam di tangan. Siap mengeksekusi korbannya yang sekarang menangis ketakutan.

Lelaki itu benar-benar takut menghadapi kekejaman yang sebentar lagi akan menimpanya. Layaknya seekor tikus yang sudah masuk dalam jebakan. Tak bisa berkutik. Tak ada jalan keluar. Tangisannya terdengar pilu, tapi sayang tidak akan bisa mengubah apa pun. Maut terasa begitu dekat sekali sekarang.

Di mana Tuhan berada?

Itu adalah hal terakhir yang terlintas di dalam benak sebelum sebuah pisau mulai mengiris perutnya.

▪︎▪︎☆▪︎▪︎

Hi, ini cerita bergenre misteri pertama saya yang akan berjalan sebanyak 20 bab. Jangan lupa untuk memberi vote dan komentarnya.
Semoga kalian menyukai cerita ini :)

Terima kasih

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro