💌۱۰

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Udara pagi menyelinap melewati ventilasi kamar Khairin di pesantren. Suasana hatinya sedang dirundung kebahagiaan. Tadi pagi, sehabis salat Subuh, ia bertemu Layla di gerbang masuk asrama perempuan. Gadis itu memberikan surat lagi dari Aqlan. Tentu, raut wajah Khairin sangat bahagia. Padahal, di sisi lain, surat terakhir dari Aqlan, belum ia balas. Ternyata hal itu tidak membuat Aqlan menyerah untuk mengirimi surat. Bagaimana Khairin tidak kagum dengan perjuangan Aqlan.

Khairin masih memeluk erat surat itu. Warna merah muda di suratnya semakin membuat hati Khairin penuh cinta. Rasa-rasanya Khairin seperti dimabuk cinta. Ah, suratnya aja belum dibuka. Kalau sudah dibuka, bisa-bisa Khairin jadi mabuk beneran.

Oke. Masih pukul 05.45. Selagi masih ada waktu santai, Khairin akan membuka surat itu sekarang.

Gadis itu membukanya dengan penuh hati-hati. Kalau Inara dan Najma tahu, pasti akan mengatainya lebay. Jelas. Tidak akan meleset tebakan Khairin ini. Mungkin Inara juga akan kegirangan, tetapi Najma ... sudahlah, teman Khairin yang satu itu sepertinya tidak menyukai Aqlan.

Saat kertas berwarna merah muda itu sudah dalam genggaman Khairin, ia bingung. Mengapa suratnya penuh gambar lope-lope. Biasanya tidak sebegininya. Semakin membuat Khairin penasaran akan isinya. Tanpa menunggu lama, Khairin membuka surat itu ...

"Wuah! Gila gila gila." Khairin tersenyum sendiri ketika membaca surat Aqlan. Bahkan, perutnya terasa geli, seperti sedang digelitikin.

Gubrak.

Sontak Khairin terkejut. Detak jantungnya menjadi lebih tidak normal saat Inara membuka pintu dengan kekuatan sadis. Diikuti dengan Najma. Aduh, Khairin menjadi takut. Ia tidak punya waktu untuk menyembunyikan suratnya. Ibaratnya ini sudah tertangkap basah.

"Oh, lagi baca surat rupanya."

Inara dan Najma duduk di samping kanan kiri Khairin, membuat Khairin merasa terjepit dengan posisi seperti itu.

"Eh, kalian duduknya jangan gini, dong!" protes Khairin, engap rasanya.

"Perasaan kamu belum balas surat Aqlan, kok dapat surat lagi? Kamu balas sembunyi-sembunyi dari kita, ya?" tuding Inara.

"Enak aja nuduh," sungut Khairin, tidak terima. "Geseran dulu, baru aku kasih tau." Khairin menggoyangkan badannya ke kanan dan kiri, supaya Inara dan Najma lebih menjauh lagi. Ranjang ini cukup panjang, duduk misah sedikit, kan bisa. Tidak harus berdempetan gini.

Barulah saat Khairin merasa risih, mereka menjauhkan diri dari Khairin. Padahal, Inara dan Najma hanya ingin mengisengi Khairin saja. Ralat, hanya Inara yang mengisengi, karena sebelum masuk kamar, ia melihat Khairin yang senyum-senyum sendiri sambil memeluk surat. Layaknya orang gila baru.

"Nah! Gini, dong." Khairin merasakan kelegaan setelah posisi mereka agak berjauhan.

"Terus, itu Aqlan ngirim surat apa lagi?"

Ah, iya. Khairin punya utang penjelasan tentang surat ini. Aduh, bagaimana cara Khairin untuk menjelaskan jika Aqlan ini menyatakan perasaannya. Apalagi di sini ada Najma, yang jelas saja pasti tidak suka dengan surat Aqlan yang ini. Surat yang biasanya aja tidak suka, apalagi yang ini, 'kan?

Mungkin tidak apa-apa. Khairin akan tetap memberitahu kepada mereka. Tidak peduli lagi bagaimana respon mereka nanti. Yang terpenting kebahagiaan Khairin saat ini. Prinsip Khairin, teman harus tahu juga bahagianya, bukan hanya sedihnya.

Khairin langsung membuka suratnya di depan mereka. Lantas, Inara dan Najma langsung membaca bersama. Keadaan sempat menghening, sebelum ...

"Wuaaa! Jadi ... Aqlan nyatain perasaannya ke kamu, Khai?!" seru Inara yang nampak ikut bahagia dengan surat Aqlan. Khairin pun jadi ikut tersenyum.

"Huum." Khairin menganggukan kepalanya berkali-kali.

"Ah! Gila, sih. Aqlan seberani itu, ya. Menurutku, dia juga gentle. Gak mau menggantung perasaan cewek lama-lama."

Perkataan Inara membuat senyum Khairin semakin mengembang. Benar sekali memang. Selama ini perempuan selalu menginginkan kepastian dari lawan jenis. Kalau digantung itu rasanya juga tidak enak, walau sebenarnya Khairin belum pernah merasakannya. Mujur sekali nasib Khairin, sekalinya jatuh cinta tapi tidak digantung. Dari awal memang Aqlan tidak ribet dalam memberi surat. Ketika ia butuh petunjuk, Aqlan pun memberinya walau sempat membuat Khairi  bingung.

"Kamu masih waras, 'kan, Nar?" semprot Najma tanpa beban.

"Hah?" Tentu saja Inara bingung.

"Cowok gentle tuh bukan yang seperti itu," tekan Najma di setiap kata-katanya.

Inara menaikkan satu alisnya ke atas, "Lalu?"

"Ya, yang jelas, yang gak ngajakin pacaran," jelas Najma singkat. "Baru kemarin ada kajian tentang ini, tetapi ternyata itu gak masuk di otak kalian." Terdengar kasar, tetapi ...

"Apa, sih, Naj!" Inara justru mengabaikan Najma. Baginya kali ini pendapat Najma tidak penting.

Khairin tidak mendengarkan perdebatan Inara dan Najma. Telinganya seperti tersumpal kapas yang bisa menyumbat pendengarannya. Detak jantungnya saja lebih keras dari apa pun saat ini.

💌💌💌

Di kelas, pikiran Khairin tidak fokus dengan mata pelajarannya. Semuanya beralih pada surat yang diberi Aqlan tadi pagi. Untungnya, guru yang mengajar santai, hanya menjelaskan materi tanpa memberi tugas. Semakin membuat Khairin bebas berkhayal. Berkhayal ia harus membalas surat Aqlan bagaimana. Ah, Khairin mulai bingung lagi.

Selain itu, ia juga belum yakin untuk membalas surat Aqlan. Selalu saja perasaan itu muncul ketika ia ingin membalas. Ini terhitung ke-dua kalinya. Hatinya pun tidak bisa bohong, kalau surat dari Aqlan ini secara perlahan bisa mengubah segala perasaannya. Hatinya yang sempat membeku karena cinta, bisa mulai cair. Aqlan berhasil meluluh-lantahkan perasaan Khairin. Ia cowok pertama bagi Khairin yang berhasil membuatnya jatuh cinta. Hampir 12 tahun Khairin menempuh pendidikan, Aqlanlah satu-satunya lelaki yang bisa merebut hatinya.

Teng....

Ah. Kebanyakan melamun, membuat Khairin tidak sadar kalau jam istirahat sudah tiba.

"Kamu mau ke kantin, Khai?" tawar Inara, tangannya sibuk membereskan buku-buku di meja.

"Umh ... gak dulu, Nar."

"Kenapa atuh?"

Khairin memikirkan sesuatu. Sebaiknya ia meminta saran dari Inara dan Najma untuk membalas surat Aqlan apa tidak, ya.

"Pasti lagi mikirin surat Aqlan, ya?" sambung Inara menebak.

"Ih, tau aja kamu."

"Tuhkan. Kenapa?"

"Emh ... aku bingung mau balas apa enggak," jawab Khairin.

"Ya, balas, dong ih."

"Tapi, gimana, Nara? Ini Aqlan ungkapin perasaannya, lho," tandas Khairin. "Yang jelas, kalau aku balas pasti balasannya juga berhubungan dengan perasaanku, dong."

"Nah, itu tau. Yang kamu rasain selama ini gimana?"

"Gimana, ya?"

"Jujur aja kali. Pasti seneng, 'kan?"

"Seneng sih iya, tapi—"

"Yaudah. Langsung balas aja. Jarang-jarang loh ada cowok yang mau nyatakan perasaannya gini, gak malu-malu. Masa mau disia-siain. Nanti direbut orang, sakit hati sendiri." Inara memotong ucapan Khairin.

"Ish! Gitu amat. Aku takut, Nara."

Khairin melirik Najma sekilas. Raut wajahnya tidak bisa dijelaskan. Yang jelas sepertinya tidak minat dengan pembahasan ini.

"Kalo kamu tanya aku, aku gak setuju kamu terima itu, Khai."

Najma melenggang pergi dari kelas, meninggalkan Inara dan Khairin. Ah, ini yang semakin membuat Khairin bimbang. Membalas surat Aqlan kali ini juga harus banyak pertimbangan.

"Bales aja, ya, Khai."

Ya, bukan Khairin namanya jika tidak mengikuti ucapan Inara. Sepulang sekolah Khairin bergegas masuk ke kamar. Merobek satu kertas dari bukunya, dan mengais pena di meja. Khairin memikirkan kata-kata yang cocok untuk ditulis di surat Aqlan. Jangan sampai surat kali ini terkesan lebay lagi seperti waktu itu.

Khairin mencoret-coret di kertas lain sebelum benar-benar di kertas yang asli.

"Pulang duluan gak bilang-bilang, sih, Khai," protes Inara, tetapi diabaikan oleh Khairin.

Fokus. Khairin harus fokus ke surat ini saja. Masalah protesan Inara bisa belakangan. Surat cinta Aqlan sepenting ini buat Khairin. Harus segera selesai hari ini dan bisa diberikan ke Layla esok hari.

💌💌💌

Hayo, apa isi surat Khairin? Wkwk.

Monmaap saya gak bisa buat surat yang romantis. :")

Sejauh ini, bisa nebak gak sih nanti endingnya gimana? 🤣

Jbr, 10 Juli 2021.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro