Cara Membangun Dunia yang Tidak Runtuh Dua Hari Kemudian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bukan, ini bukan tips worldbuilding. Justru sebaliknya, kalau kalian suka menulis dunia yang teratur, kokoh, dan dengan hukum sebab-akibat yang rasional, tulisan ini mungkin bukan untuk kalian. Ini cuma ulasan dari esai Philip K. Dick, dengan judul yang sama, tapi dalam bahasa Inggris.

Philip Kindred Dick (1928-1982) adalah penulis fiksi ilmiah (scifi) AS, mantan pecandu, pernah mengalami beragam pengalaman mistis, dan sejak kecil dia sudah dikasih kuburan di sebelah saudari kembarnya yang mati enam bulan setelah mereka lahir. Jadi, dari sini mungkin kalian sudah bisa membayangkan hasil-hasil karya yang ia tulis.

Karya-karyanya yang terkenal antara lain: Ubik; Do Androids Dream of Electric Sheep (diangkat jadi film Bladerunner); Flow My Tears, The Policeman Said; Minority Report; dsb. Karya-karya tersebut mengilustrasikan apa yang ada dalam pikiran PKD tentang scifi versinya. Dia sadar bahwa penulis scifi pun pada akhirnya cuma penulis fiksi. Mereka nggak punya otoritas untuk ngomong soal sains, dan tulisan mereka pun seringkali nggak sebagus penulis sastra umum. Lantas apa yang penulis scifi (seharusnya) tahu? Dalam topik apa mereka punya otoritas?

PKD nggak bicara mewakili semua penulis scifi dan ia juga nggak punya otoritas untuk itu. Yang jelas, ada dua topik yang membuatnya tertarik, yakni: "Apa itu kenyataan?" dan "Apa makna menjadi manusia yang otentik?"

"Kenyataan" atau realitas dalam cerita-cerita PKD bukan seperti benda padat, atau bangunan, dengan pondasi dan kerangka yang konkret dari awal sampai akhir cerita. Realitas dalam cerita-cerita PKD adalah benda cair, yang bisa berubah bentuk sesuai "wadah" atau persepsi tokoh-tokohnya. Ia suka membangun dunia yang runtuh, kacau, tak terikat, dan dia suka melihat bagaimana para tokoh menghadapi hal itu. Ia percaya keteraturan dan kestabilan tak selamanya baik, baik dalam masyarakat maupun alam semesta. Sebab untuk menjadi manusia sejati, kita perlu terus berkembang, beradaptasi dengan perubahan, meninggalkan cara-cara lama, serta bangkit dan menghadapi hal-hal baru.

Perjalanan PKD mencari makna realitas dan keaslian pun membuatnya tertarik dengan hal sebaliknya: kepalsuan. Bahkan di zaman PKD hidup, media cetak dan elektronik sudah kerap membombardir orang-orang dengan narasi-narasi atau "kenyataan" versi mereka. Kenyataan palsu menciptakan manusia palsu. Manusia palsu menciptakan kenyataan palsu dan menjualnya ke manusia lain, sehingga semua palsu. Dunia jadi mirip Disneyland, jadi panggung sandiwara.

Itu dunia sebelum ada internet. Aku jadi penasaran dengan komentar PKD kalau dia hidup saat ini.

Hal itu berlanjut hingga ke topik berikutnya: kepalsuan yang palsu (simulakra, kata filsuf kontemporer Jean Baudrillard yang juga salah satu fans PKD). Realitas yang tak realistis. Tiruan yang orisinal. Tiruan yang tak punya bentuk asli, atau tak lagi memiliki bentuk orisinal.

Simulakra bukan kebohongan karena dia nggak menyembunyikan kebenaran--simulakra adalah kebenarannya sendiri. Di masa sekarang, batas antara realita dan simulakra semakin kabur. Setiap orang bisa menyebar ideologi dan kebenarannya sendiri-sendiri. Kita makin susah membedakan mana barang yang benar-benar dibutuhkan, dan barang yang menurut media (cetak & digital) harus kita miliki.

Barang dinilai bukan dengan kegunaan riil, tetapi dengan uang (yang merupakan simbol). Jadi nggak heran ada orang menghabiskan banyak duit cuma buat beli baju bekas idolanya. Bahkan uang, yang tadinya punya nilai intrinsik, ikut ngeblur dengan adanya uang digital (cryptocurrencies). Manusia di media pun jadi simbol. Secara nggak langsung mereka menetapkan standar-standar hidup (kecantikan, relationship goals, ideologi, orientasi seksual, dsb) pada manusia di dunia nyata, sehingga banyak yang ikut-ikutan memuja simbol. Simbol yang jadi bayangan dari simbol itu sendiri. Itulah simulakra.

Lalu--balik lagi--apa itu realitas? Apa itu manusia yang otentik? Apa semuanya memang palsu? Apa orisinalitas hanya mitos? PKD bilang, "Realitas adalah hal yang takkan hilang meski kau berhenti memercayainya." Namun, dalam esainya, PKD juga nggak begitu yakin dengan pernyataan ini. Manusia pun pada akhirnya berubah, menua, mati, dan lenyap ditelan waktu. Apa itu berarti semua manusia palsu? Atau justru waktulah ilusi yang sebenarnya? Mungkin dunia yang benar-benar nyata adalah dunia yang tetap sama sejak diciptakan sampai sekarang, dan kita baru tahu kebenarannya ketika kita mati. Wallahualam.

Kedengarannya gila. Namun, ini baru ulasan, dan aku nggak yakin ini cukup untuk menggambarkan "keunikan" pemikiran penulis sci-fi satu ini. Membaca esai PKD, 11 12 dengan membaca cerita-ceritanya. Rasanya duniaku bisa ikut runtuh setiap saat, nggak harus menunggu dua hari kemudian. Pada suatu titik, itu pun sempat membuatku berpikir bahwa mungkin aku sendiri juga sekadar simulakra.

***

Referensi

https://en.wikipedia.org/wiki/Philip_K._Dick

https://en.wikipedia.org/wiki/Simulacra_and_Simulation

http://quoteparrot.com/.../philip-k-dick/101107-we-live-in-a

https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Creator/PhilipKDick

https://urbigenous.net/library/how_to_build.html

(Ulasan ini juga diunggah di grup FPW (Front Penulis Wattpad) cabang Facebook: https://web.facebook.com/groups/1262046117650788)



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro