Show, Don't Tell

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Don't use adjectives which merely tell us how you want us to feel about the things you are describing. I mean, instead of telling us a thing was "terrible," describe it so that we'll be terrified. Don't say it was "delightful"; make us say "delightful" when we've read the description. You see, all those words (horrifying, wonderful, hideous, exquisite) are only like saying to your readers, "Please, will you do my job for me?" (C. S. Lewis, letter to a fan who requested writing advice)


"... The distinction between showing and telling breaks down in the end. "She was nervous" is, I suppose, telling, whereas "She bit her fingernail" is, I suppose, showing. But is there any meaningful distinction between the two? Neither of them is a particularly good sentence, though if I had to choose I'd probably go with "She was nervous," since "She bit her fingernail" is such a generic gesture of anxiety it seems lazy on the writer's part—insufficiently imagined." (Joshua Henkin)


Show, don't tell adalah teknik menulis yang lebih mengutamakan penggambaran demonstratif, mengajak pembaca mengikuti cerita melalui aksi, ucapan, pikiran, indera, dan perasaan daripada melalui eksposisi, rangkuman, dan deskripsi. Teknik ini menghindari penggunaan adjektif/kata sifat yang menggambarkan analisis pengarang, tetapi mendeskripsikan suatu adegan sedemikian rupa sehingga pembaca dapat mengambil kesimpulan sendiri.

Misal, kamu mau menyampaikan bahwa Ani anak yang rajin.

Show: Ani melakukan hal-hal yang biasa dilakukan anak rajin, misal belajar, bersih-bersih rumah, mengerjakan PR, selalu datang tepat waktu, selalu menyiapkan barang sebelum pergi, menolong ibu, dan membersihkan tempat tidurku.

Hmm ... kayaknya ada yang salah, tapi paham kan maksud saya? Kalau nggak paham salahkan KPI.

Tell: Sang narator, tokoh lain, atau Ani sendiri yang bilang kalau dia rajin. ("Eh, kamu tahu nggak kemarin Ani ngapain?" "Enggak, kenapa?" "Dia rajin banget loh." "Dia emang rajin sih, enggak heran aku.")

Mungkin kamu sudah tahu tentang hal ini, tapi rasanya tidak lengkap kalau buku seni absurd tentang kepenulisan tidak membahas ini. Hanya saja, di sini saya tidak ingin sekadar membujuk kamu buat menulis sesuai dengan "aturan" ini, tetapi juga ingin mengajak kamu buat mikir. Kenapa sih harus show, don't tell?

Istilah ini sering dianggap sebagai kebenaran yang mutlak, padahal tidak. Kamu tahu cara menerapkan teknik ini? Bagus! Tapi itu saja belum cukup. Penting juga buat calon pengarang untuk tahu kapan saat yang tepat untuk menerapkan teknik ini.

Salah satu alasan showing lebih dianjurkan daripada telling adalah karena efek dramatis dari showing lebih mengena daripada telling. Mengatakan, "Ani marah dan sedih atas kematian Budi" bakal lain rasanya dengan bilang, "Melihat Budi tergeletak bersimbah darah dengan mata terbuka, jantung Ani berdegup kencang. Ia terisak-isak menahan air mata yang hendak keluar."

Akan tetapi, menerapkan teknik showing pada semua situasi bakal membuat menulis jauh lebih sulit daripada yang seharusnya terjadi. Pernah mengalami writer's block gara-gara bingung mau nunjukin apa lagi? Well, mungkin itu karena kamu berpikir terlalu keras buat nge-show adegan yang enggak penting, padahal itu bisa dirangkum dalam satu kalimat telling. Atau bisa jadi kamu kebanyakan showing sampai-sampai kehabisan ide mana lagi yang bisa di-show. Terkadang, telling itu berguna buat merangkum banyak adegan supaya tidak banyak makan tempat, mempercepat alur, atau meringkas adegan yang sudah pernah di-show sebelumnya. Terlalu banyak showing juga bisa bikin pusing pembaca karena terlalu banyak informasi yang harus dicerna.

Selain itu, menulis adegan aksi tidak sama dengan showing, dan dialog tidak sama dengan telling. Saat para tokoh bercakap-cakap, detail informasi dapat terungkap, tapi cara mengungkapkan dan bagaimana para tokoh bereaksi atas informasi itu pun bisa dikatakan showing. Sebaliknya, kalau kita menulis seorang tokoh sedang bekerja, tapi tidak menunjukkan hal lain, ya kita cuma dikasih tahu kalau tokoh itu punya kerjaan, tapi enggak nunjukin karakteristik lain dari tokoh itu.

Kesimpulannya, showing bukanlah perintah yang pantang dilanggar, dan telling bukan larangan yang tak boleh dilakukan. Ada pula author yang lebih memilih pake teknik tell daripada show, terutama mereka yang suka pakai teknik unreliable narrator, yakni teknik yang menggunakan narasi telling yang bertentangan dengan kenyataan di cerita. Biasanya teknik itu dipakai buat menunjukkan bahwa tokoh yang jadi POV cerita tersebut adalah penipu, punya gangguan mental, atau punya agenda tersembunyi sehingga sengaja ingin mengalihkan perhatian pembaca dari kebenaran.

***

Berikut adalah istilah-istilah yang biasa muncul berkaitan dengan show dan tell.

Eksposisi: yaitu teknik menyampaikan informasi melalui dialog, deskripsi, flashback, atau narasi. Eksposisi bisa ditunjukkan dalam banyak cara kreatif seperti memperlihatkan tokoh sedang baca koran pembunuhan, atau memberikan narasi tentang sekelumit sejarah dunia dalam novel.

Info Dump (kependekan dari information dumping): adalah eksposisi yang terlalu banyak dan panjang. Terkadang eksposisi jenis ini masih bisa disampaikan dengan menarik dan menghibur, tetapi biasanya yang terjadi adalah sebaliknya. Membosankan, garing, dan bikin emosi.

That Makes Me Feel Angry: saat tokohmu bilang tentang yang mereka rasakan, dan bukannya menggambarkan perasaan mereka lewat ekspresi dan tindakan. Di situ kadang saya merasa sedih.

Explaining Your Power to The Enemy: "Hahaha! Karena aku penjahat yang baik hati, akan kuberi tahu rahasia jurusku supaya kau bisa mengalahkanku dan menyelamatkan gadis ini."

And That's Terrible: saat narator mengingatkan pada pembaca bahwa tindakan yang dilakukan oleh sang penjahat adalah tindakan yang buruk. Seburuk teknik ini. Jadi jangan ditiru. Karena itu buruk.

Narrating The Obvious: saat suatu adegan di cerita memakai teknik show, then tell.

Said Bookism: "saat maksud dan tujuan dialog dijelaskan dalam dialog tag sekaligus dalam dialog itu sendiri," Mbah Bendo memvokalisasikan petuah tentang said bookism dengan penuh khidmat dan semangat.

Informed Attribute: kita diberi tahu kalau seorang tokoh pintar/lucu/jelek/cantik/jelmaan vampir, tapi kita tidak dikasih bukti mengenai hal itu.

Purple Prose:  permainan kata-kata yang terlalu berlebihan, terlalu banyak menggunakan kata-kata arkais atau jargon yang sulit dimengerti, pretensius, sehingga membuat cerita jadi super lambat dan susah dipahami. Ini adalah salah satu contoh showing yang punya reputasi buruk.

Dan berikut adalah contoh telling yang dianjurkan.

And Some Other Stuff: Kita dikasih tahu bahwa seorang tokoh melakukan sesuatu yang berbahaya (misal, merakit bom) tanpa dikasih tahu caranya agar tak ada orang cerdas yang menirunya.

Informed Conversation: merangkum percakapan yang sudah pernah terjadi lewat narasi untuk mencegah pengulangan dan mempercepat plot.

Time Skip: melompati detail-detail yang membosankan hingga sampai di waktu ketika ceritanya mulai menarik lagi. Misalnya ditunjukkan dengan kata-kata, "satu jam kemudian" "beberapa bulan kemudian" dsb.


Sumber:

https://en.wikipedia.org/wiki/Show,_don%27t_tell

https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/ShowDontTell

https://www.writersdigest.com/editor-blogs/there-are-no-rules/why-show-dont-tell-is-the-great-lie-of-writing-workshops

https://id.pinterest.com/pin/423338433714491572/

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro