I'm Your Cupid

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rasanya gadis itu ingin muntah mendengar kata-kata romantis yang dilontarkan orang-orang di media sosial pagi ini. Bagaimana tidak, media sosial tempat ia biasanya mencari inspirasi kafe estetik harus dipenuhi dengan serbuan kaum muda yang dimabuk cinta.

Ia tahu bahwa hari ini mungkin adalah hari yang tepat untuk menunjukkan rasa kasih sayang. Namun baginya, tanggal 14 Februari adalah hari yang paling ia benci. Selain karena ia pernah merasakan patah hati terhebat, di hari itu juga ia harus menelan mentah-mentah fakta panas bahwa sahabatnya malah berkencan dengan mantan pacarnya yang baru putus dengannya secara sepihak di pagi hari dan mereka kencan di malam hari. Itu sudah 3 tahun lamanya.

Karena itu, ia sangat malas harus berkegiatan di tanggal ini, andai tanggal 14 tidak di hari Senin, mungkin ia sudah menyibak selimutnya sampai ke atas kepala dan bermalas-malasan seharian.

Namun sekarang, telpon genggamnya berbunyi membuat gadis itu bangun sepenuhnya dari kasur dan bergegas untuk menekan tombol hijau pada layarnya. "Nirmala! Aku dapat rekomendasi kafe yang paling diminati hari ini. Tolong ditulis dan kirim ke email segera mungkin. Alamatnya akan segera saya kirimkan."

"Baik, Pak!" Dengan sangat malas, gadis berambut pendek itu menjawab suruhan atasannya dan sesegera mungkin untuk membersihkan diri dan bersiap-siap ke sana sebelum ramai akan serbuan pemuda.

Cupid Cafe, nama kafe yang cukup asing di pendengaran Nirmala. Mungkin kafe baru yang buka beberapa hari yang lalu. Nirmala pun bergegas menggunakan celana hitam yang panjang, blouse putih dengan perpaduan cardigan dan sepatu kets. Rambutnya yang pendek hanya digerai saja. Hanya itu, ia kemudian melangkahkan kakinya untuk melewati pintu rumah menuju kafe baru tersebut.

Suasana luar ternyata sedikit sejuk walaupun cahaya mentari tetap bersinar seperti biasa. Bahkan sesekali angin berhembus menyapu pipi gadis itu dengan rambutnya yang hitam. Beberapa kali ia harus menyelipkan helai rambutnya ke belakang telinga agar tidak mengganggu pemandangannya. Sampai ketika sepatunya beradu dengan sepatu hitam berukuran besar tepat di hadapannya.

"Ah!"

Nirmala sedikit jengah tanpa sadar ada seseorang lelaki tinggi seakan menghalangi langkahnya. Gadis itu mencoba untuk mengabaikan dan menuntun sepatunya untuk melewati lelaki itu. Namun, dia tetap saja menghalangi gadis itu sehingga mau tidak mau Nirmala harus menatap wajah laki-laki bersepatu hitam ini.

Wajahnya yang tegas, bingkai matanya yang indah, serta rambutnya yang sedikit panjang itu hanya menarik sudut bibirnya sambil menatap Nirmala.

"Maaf, gue mau lewat," ucap gadis itu tapi tidak mendapatkan respon apapun dari cowok itu. Ia kemudian menendang tulang keringnya agar ia bisa benar-benar lewat.

"Aw-ah! Nirmala, bentar!"

Gadis itu berhenti karena sosok asing ini mengetahui namanya sedangkan ia sama sekali tidak tahu siapa orang ini. "Lo tau nama gue?"

Ia mengangguk masih menahan rasa sakit yang dibuat Nirmala. "Nirmala Nabila kan. Umur 23 tahun, lajang."

Mata gadis itu mengembang sempurna mendengar fakta tentang dirinya yang tidak meleset, ia jadi takut apabila laki-laki ini adalah mata-mata yang akan menculiknya. "Lo siapa?!"

"Ray. Gue Cupid lo!"

"Lo jangan ngada-ngada ya, gue bisa teriak. Lo mau nyulik gue kan!" Mata Nirmala mencoba untuk mencari bantuan tapi yang ada hanya angin yang berhembus. Shit! Orang-orang pada kemana, kok jadi sepi.

"Gue bisa buktiin. Gue beneran Cupid."

Raut wajah Nirmala sama sekali tidak percaya, tapi seketika sebuah panah dengan bentuk hati di ujungnya berada di tangan Ray hampir membuat gadis itu tertawa.

"Lo kalau mau jadi badut, jangan di sini. Coba ke alun-alun kota pasti banyak yang nonton."

Push!

Tanpa gadis itu sangka-sangka, laki-laki di hadapannya langsung menghembuskan panah miliknya ke salah satu pasangan yang berada di seberang jalan. Bukan darah yang ada, ia malah menyaksikan kedua pasangan tersebut berpelukan di tempat umum dan hampir berciuman. Tentu membuat gadis itu memalingkan wajahnya malu.

"Percaya kan sekarang."

Ini memang gak masuk akal untuk otak Nirmala yang sangat kritis, tapi matanya juga tidak bohong bahwa ia menyaksikan itu semua. "O-oke oke. Sekarang lo mau apa ke gue?"

"Gue akan kasih lo dua panah asmara gue dengan seseorang di Cupid Cafe."

"Hah, bentar-bentar. Gue ke sana mau nyari bahan tulisan bukan mau panah asmara lo atau apaan. Cari orang lain saja," kata gadis itu terburu-buru ingin kabur.

Belum jauh Nirmala melangkah, lengannya dicegat oleh sosok asing mengaku Cupid tersebut, "gue Cupid lo, Nirmala."

Hembusan nafas Nirmala kali ini lebih berat dari biasanya. "Oke oke. Gue harus ngapain?!"

"Ketemu dengan seseorang yang panah asmaranya berhubungan dengan lo di sana. Gue bakal bantuin lo kok. Ayo jalan!" katanya dengan senyuman manis yang ditujukan pada Nirmala, tapi gadis itu tidak peduli.

Akhirnya mereka sampai ke tempat yang ternyata tidak kalah estetik dengan kafe-kafe lain. Nuansa cokelat perpaduan dengan putih menjadikan kafe ini terlihat berkelas. Banyak gambar hati di dindingnya dan beberapa pajangan coklat di atas meja. Patung Cupid dengan panah di tangannya sepertinya menjadi ikon di kafe ini.

Terlihat seorang berkemeja putih dengan kacamata bertengger di atas hidungnya yang mancung. Lesung pipi yang terbit di pipinya menjadi hal pertama yang Nirmala lihat. Ia melambaikan tangannya ke arah gadis itu dan Nirmala mencoba untuk ke sana dengan senyuman seramah mungkin.

"Lo Nirmala kan?" Gadis itu mengangguk pelan masih mengagumi sosok di hadapannya.

"Gue Fathan."

Mata gadis itu menyipit dan tidak lupa ikut menyebutkan namanya. Untuk kesan pertama, sepertinya orang ini sangat baik.

Namun, seperti tertusuk sebuah jarum, punggung Nirmala tiba-tiba terasa perih, ia menatap mata Fathan yang terlihat aneh, seperti ada aura merah muda di sana dan tertarik dengan dirinya. Tapi, tidak dengan gadis itu. Ada satu nama yang secara tiba-tiba mengisi otak Nirmala.

"Fathan, gue ke toilet bentar ya."

Tanpa menunggu persetujuan Fathan, gadis itu langsung beranjak pergi dan menarik tangan Ray yang mengaku seorang Cupid ke luar kafe.

"Lo nembak gue tadi?"

Ia terkejut karena Nirmala tahu ia tadi menembak gadis itu menggunakan panah ajaibnya.

"Sistem lo gak salah kan?"

"Kenapa?"

Seperti enggan, tapi entah kenapa jiwa gadis itu seperti terdorong harus mengatakan hal ini. "Lo berhasil buat Fathan tertarik 100% dengan gue, tapi... gue nggak."

Terlihat jelas bahwa Ray sangat kebingungan karena baru kali ini ia merasa gagal menggunakan panahnya. "Maksudnya?"

"Secara sederhana, Cupid dan manusia gak akan bersama kan. Tapi, gara-gara tembakan lo, gue malah tertarik... sama lo."

***

Nirmala mondar-mandir di dalam kamarnya. Satu tangannya memainkan sebuah kartu nama ke tangan lainnya. Kerut di kening tampak bertambah seiring kerasnya otak Nirmala bekerja. Ray si Cupid duduk bersila di atas ranjang meneliti panah berbentuk hati diujungnya.

"Sekarang jelaskan! Lo bilang panah asmara Fathan berhubungan dengan panah asmara gue, tapi kenapa gue gak merasa tertarik sedikit pun sama Fathan," tuntut Nirmala menggebu.

"Panah gue gak ada yang salah, dan gue juga gak pernah salah sasaran. Semua sudah benar, lo dan Fathan harusnya jatuh cinta. Apa mungkin karena lo tadi masih gak percaya kalau gue Cupid makanya lo jadi kepikiran gue terus?"

"Jawaban anda tidak membantu sama sekali tuan Cupid. Sana pergi lo jauh-jauh dari hidup gue," usir Nirmala tegas.

Setelah mengomeli Ray di depan cafe seperti orang gila yang berbicara sendiri, Nirmala kembali masuk menemui Fathan. Ia tidak mungkin mengacaukan pertemuan mereka hari ini atau ia bisa dipecat dari pekerjaannya. Fathan merupakan pemilik Cafe Cupid yang sedang populer ini, bosnya dengan seenaknya sendiri menghubungi Fathan dan membuat janji wawancara. Nirmala mengerjakan pekerjaannya dengan sebaik mungkin, meskipun Ray si Cupid duduk manis diantara mereka berdua. Beberapa kali Ray sempat berbisik pada Nirmala tentang apa yang seharusnya Nirmala rasakan. Di akhir wawancara Fathan memberikan kartu nama miliknya agar Nirmala bisa menghubunginya dengan mudah jika Nirmala butuh informasi tambahan.

 Nirmala meninggalkan cafe dengan Ray tetap mengekor seperti anjing. Apa Nirmala rela diikuti begitu saja? Tentu saja tidak, ia mengomel sepanjang jalan tentang kenapa Ray masih tetap mengikutinya meski urusan mereka sudah selesai. Lelah dengan sikap Ray yang seolah tidak peduli, akhirnya Nirmala diam dan di sinilah mereka berdua berakhir. Di kamar Nirmala saling mempertanyakan kesalahan apa yang telah terjadi.

"Gak bisa, gue gak bisa ninggalin target gue begitu saja tanpa keberhasilan. Gue harus tetap di sisi lo sampai lo tertarik sama Fathan," kekeh Ray.

"Yang ada gue makin tertarik sama lo," gerutu Nirmala.

Ray seolah tidak peduli dengan ucapan Nirmala kembali berfikir, cara apa agar Nirmala kembali tertarik pada Fathan. Nirmala melempar kartu nama Fathan tepat ke muka Ray sebelum meninggalkannya keluar kamar. Ia menuju dapur mencari minuman dingin untuk mendinginkan otak sekaligus hatinya yang mulai menghangat kembali. Nirmala tidak ingin perasaannya semakin berkembang dan patah hati untuk kedua kalinya, apalagi Ray bukanlah manusia. 

"Nirmala gue ada ide. Telpon dia sekarang!" perintah Ray sambil memberikan kartu nama yang Nirmala lempar tadi.

"Gak mau," tolaknya.

"Aisshh ... coba dulu, ngobrol siapa tahu lo jadi tertarik sama dia"

"Gue gak tertarik."

"Ayo lah. Lo harus jatuh cinta sama Fathan atau kalau gak hidup gue bakal terancam."

"Maksud lo?"

"Lo takut dipecat bukan kalau lo gak nyelesain pekerjaan loh dengan baik. Sama kayak gue, gue akan dipecat kalau gue gak berhasil buat loh jatuh cinta sama Fathan."

"Ya sudah itu urusan lo, gue gak tertarik sama Fathan dan gue gak pengen ngobrol sama Fathan. Titik," tegas Nirmala.

Nirmala kembali masuk kamar. Ada sedikit rasa sakit di hatinya ketika Ray meminta untuk ia menghubungi Fathan. Ia merasa layaknya seseorang yang tidak dianggap oleh orang yang dicintainya. Ya, secepat itu Nirmala bisa merasakan kembali cinta, berkat panah cinta bodoh yang ditembakkan oleh Ray. Nirmala mengerjakan bahan tulisan yang ia peroleh tadi untuk mengalihkan perhatian. Setidaknya ia berharap pekerjaan bisa membuatnya melupakan Ray yang berada di ruang sebelah.

Hampir dua jam penuh, artikel yang harus disetorkan pada atasan selesai dan telah dikirim. Nirmala membuka pintu kamarnya perlahan, mencari keberadaan Ray di rumahnya. Terakhir ia melihat Ray berada di dapur, tetapi sekarang dapur tampak kosong tidak ada seorang pun di sana.

"Lo nyariin gue?" ucap Ray sontak membuat Nirmala melonjak kaget.

"Lo kalau gak ngagetin orang gak bisa," omel Nirmala sambil mengelus dada.

"Gue gak ada niatan ngagetin lo kok. Karena gue liat lo nyari gue, ya gue muncul," jawabnya polos.

"Terserah lo."

"Jadi gimana udah siap telpon Fathan?"

"Lo gak pernah nyerah ya? Gue itu suka sama lo, gue gak suka sama Fathan. Gue jatuh cinta sama lo bukan sama Fathan. Jadi berhenti nyuruh gue buat jatuh cinta sama Fathan."

"Lo gak bisa jatuh cinta sama gue Nir."

"Karena lo Cupid dan gue manusia, gitu?"

"Iya dan itu gak boleh terjadi, atau gue akan dipecat."

"Kalau lo dipecat ya tinggal cari kerjaan lain, beres kan. Pokoknya gue jatuh cinta sama lo, gak mau sama yang lain."

Nirmala sekali lagi meninggalkan Ray di dapur, ia butuh menenangkan diri setelah mengungkapkan isi hatinya. Ia masuk ke dalam kamar, menyembunyikan rasa malu yang muncul setelah pengakuan konyolnya. Jatuh cinta pada Cupid.

"Gue gak bisa cari kerjaan lain Nir," ujar Ray lirih sebelum menghilang bagai asap.

Nyanyian cacing di perut Nirmala mulai bergema. Nirmala bangun dari singgasananya, rasa malas sekaligus malu membuatnya sejak tadi bertahan di dalam selimut. Rasa lapar yang sudah tidak tertahan membuatnya keluar. Rumah tampak kosong. Nirmala menyusuri setiap sudut mencari keberadaan Ray, namun nihil.

Nanti juga muncul tuh makhluk, batin Nirmala.

Hampir tengah malam Nirmala menunggu kemunculan Ray. Beberapa kali ia bahkan memanggil nama Ray di udara kosong. Nirmala merasa takdir terlalu kejam padanya. Untuk apa ia jatuh cinta lagi jika harus kembali merasakan kehilangan. Bel rumah menyadarkan Nirmala dari lamunan. Sedikit waspada ia membuka pintu di tengah gelapnya malam. Sebuah keranjang kecil bertutupkan kain tebal. Betapa terkejutnya Nirmala ketika ia mengintip ke dalam keranjang. Seorang bayi mungil nan lucu sedang terlelap sembari mendekap sebuah amplop. Perlahan Nirmala mengambil amplop itu dan membukanya.

'Rawatlah aku dengan baik'

~Ray~

***END***
Ditulis oleh ohnurfaa_ & luminousliahvk

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro