The Secret Admirer

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat ini masyarakat sedang dihebohkan oleh pengumuman Kerajaan Leoparta bahwa putra tunggal dari kerajaan tersebut akan melaksanakan sebuah pesta natal yang menjadi suatu rutinitas tahunan mereka. Bedanya untuk tahun ini adalah pangeran Theodoric Othniel menjadi pusat perbincangan karena dikabarkan akan memilih pasangannya pada pesta tersebut.

Mendengar pengumuman tersebut, Federica Audrey, gadis cantik sederhana yang saat ini bekerja di sebuah toko bunga dibuat heboh. Ia lebih sering dipanggil Audrey oleh teman dan saudaranya. Audrey adalah pengagum rahasia Pangeran Theodoric.

"Sejak kapan pangeran kutub itu ingin menunjukkan dirinya di depan banyak orang?" lirih Audrey sembari merangkai bunga.

"Bagaimana perasaanmu Audrey? Apakah kamu sudah tidak sabar ingin melihat pangeran yang kamu kagumi itu?" tanya Alea, sahabat Audrey.

"Tentu saja. Aku sudah jatuh hati padanya bahkan saat aku melihatnya sekilas di taman dekat istana."

"Jadi ..., apakah kamu akan pergi ke pesta itu?"

"Tentu saja. Kamu mau menemaniku, bukan?"

"Pasti. Tapi aku hanya ingin bilang satu hal padamu. Kamu boleh mengaguminya, tapi jangan berharap bisa memilikinya. Karena kita berbeda dengan mereka, pasangan mereka sudah ditentukan dari berbagai hasil seleksi. Jangan berharap lebih, agar rasa sakitnya tidak terlampau pedih."

Audrey mendesah. Tanpa perlu diberitahu lagi, gadis itu pun sudah tahu. "Iya aku tahu. Setidaknya, aku bisa melihatnya dari jauh bukan?"

"Baiklah, bagaimana kalau kita memilih baju yang akan kita kenakan untuk nanti malam?"

"Ayo!"

Setelah berbincang dengan sahabatnya Alea Clarys, Audrey pergi untuk memilih baju yang akan mereka kenakan. Mereka sudah menyiapkan uang demi hari ini. Kapan lagi bisa melihat bagian dalam istana dan menunjukkan pesonamu?

"Audrey apakah gaun warna merah ini cocok untukku?" tanya Alea kepada Audrey yang sedang memilih gaunnya.

"Sangat indah. Pasti akan lebih cantik saat kamu mengenakannya," jawab Audrey sambil tersenyum.

Alea menangguk senang. "Lalu, baju apa yang akan kamu pilih?"

"Biru. Aku ingin memakai baju warna biru ini saja."

"Pilihanmu tidak pernah salah."

Setelah memilih gaun, mereka lalu berkemas untuk menghadiri pesta natal kerajaan. Mereka merias diri dengan sederhana tapi tetap cantik. Audrey dengan gaun biru dan sepatu heels dengan warna senada, Alea dengan gaun merah dan heels berwarna hitam.

Kerajaan Leoparta memiliki satu peraturan yang jarang bahkan tidak dimiliki oleh kerajaan lain, yaitu melarang rakyatnya untuk menyimpan rasa terhadap keluarga kerajaan karena dianggap dapat mengganggu struktur kekeluargaan kerajaan. Apabila ketahuan oleh penjaga atau keluarga kerajaan, maka rakyat tersebut akan diasingkan ke tempat yang jauh. Hal itulah yang membuat rakyat—terutama para gadis—takut untuk mengakui kekaguman mereka terhadap pangeran, termasuk Audrey.

Padahal menurut gadis itu sendiri, perasaan bukanlah sesuatu yang bisa diatur sesuka hati. Sama sepertinya yang jatuh cinta pada pangeran Theo tanpa ia sadari dan tanpa diduga.

Setelah selesai berdandan, Audrey dan Alea bergegas menuju istana. Di sana terlihat ada banyak orang yang ikut merayakan natal tahun ini. Tak hanya itu, mereka juga penasaran akan sosok gadis yang menjadi pasangan pangeran Kerajaan Leoparta.

"Audrey, lihat di sana. Apakah itu pangeran Theodoric yang selalu kau ceritakan?" tanya Alea sembari menunjuk seorang pria yang sedang duduk dengan wibawanya tak lupa dengan wajah datar yang selalu melekat pada wajahnya. Mahkota kerajaan yang indah membuatnya semakin tampan bersama dengan tatapan mata yang tajam membuatnya semakin berkharisma.

"Iya, benar. Itu adalah Pangeran Theodoric yang selalu aku ceritakan." Kernyitan menghias wajah gadis itu saat menyadari sesuatu. "Tapi mengapa wajahnya berbeda? Kali pertama aku melihatnya di taman, wajahnya penuh senyuman mengapa sekarang berbeda?" heran Audrey.

"Mungkin saja dia kelelahan mempersiapkan pesta malam ini."

"Ya. Mungkin."

Setelah pesta dimulai, banyak acara yang telah dilakukan seperti memotong kue, ucapan selamat natal dari Raja Kerajaan Leoparta, hingga menyalakan meriam. Di akhir acara, mereka mengadakan dansa di mana setiap orang bebas untuk memilih pasangannya.

Saat sedang asik meminum anggur yang ditawarkan oleh Alea, seorang pria tampan dengan lesung pipinya menghampiri Audrey. Alea sendiri sudah menghilang sejak beberapa menit yang lalu. Dari pakaian yang dikenakan oleh pria tersebut, nampak bahwa dia juga adalah seorang pangeran tetapi berasal dari Kerajaan Geoverlen. Kerajaan yang sudah sejak lama bersahabat dengan Kerajaan Leoparta.

"Hai Nona Cantik, maukah kamu berdansa denganku?"

Audrey mengerjap. Sambil tersenyum, gadis itu menggeleng. "Maaf, tetapi saya tidak tahu caranya berdansa."

"Tidak masalah. Saya akan mengajari anda berdansa."

Setelah berpikir cukup lama, Audrey akhirnya menerima uluran tangan pria tersebut untuk berdansa dengannya.

Saat sedang berdansa, pangeran Theodoric memasuki ballroom yang mendapat perhatian dari Audrey dan juga pria yang menjadi pasangannya. Akan tetapi, Audrey memilih untuk kembali fokus pada pasangan dansanya alih-alih terlalu memperhatikan pangeran pujaannya itu.

"Siapa nama Anda, Nona?" tanya pria tersebut. Nada bicaranya yang lembut sempat membuat Audrey terbuai.

"Federica Audrey, panggil saja Audrey, Tuan."

"Jangan panggil panggil Tuan, Nona. Aku masih terlalu muda untuk sebutan itu."

Audrey menanggapi dengan tawa kecil. "Lalu, aku harus memanggil Anda dengan apa?"

"Xabiru Gabriel. Panggil aku Xabiru, pangeran dari Kerajaan Geoverlen," bisik Xabiru di dekat telinga Audrey. Gadis itu sempat terbelalak saat mendengarnya. Tidak sedikit pun muncul dalam benaknya kalau lawan dansanya adalah seorang pangeran.

Di ballroom, pangeran Theodoric sedang memperhatikan interaksi kedua orang tersebut dengan penasaran. Sejak pertama melihat wajah Audrey di istana, pangeran Theo merasa tidak asing.

Setelah beberapa waktu, ia baru sadar bahwa Audrey adalah gadis yang pernah ia lihat di taman dekat kerajaan. Berawal dari rasa penasaran ketika Audrey mengambil setangkai bunga lavender lalu diselipkan ke telinganya. Audrey juga pernah menolongnya ketika pangeran menyamar menjadi rakyat biasa namun hampir dirampok oleh sekelompok orang.

Sejak hari itu, pangeran Theo mulai mencari identitas Audrey. Meski ia sadar bahwa ia tidak akan bisa memiliki Audrey karena peraturan Kerajaan Leoparta, tetapi lelaki itu sudah terlanjur menaruh rasa pada gadis itu.

"Mengapa Anda melamun, Nona? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Anda?" tanya Xabiru, tanpa menghilangkan senyumnya sedikit pun.

Audrey hanya menggeleng. Ia mulai pusing akibat anggur yang ia minum tadi. Otaknya mulai tidak dapat berpikir dengan baik. Puncaknya, adalah ketika bibirnya dengan lancang bertanya, "Apakah kau mengenal Pangeran Theo?"

Pertanyaan itu mendapat respon dengan naiknya alis pangeran dari kerajaan tetangga itu.

"Aku mengagumi dia sejak lama bahkan menyukainya. Tetapi peraturan kerajaan membuatku harus mengubur perasaan itu. Menyebalkan sekali!"

"Mengapa Anda tidak mengatakannya langsung kepada pangeran Theo?" Pangeran Xabiru membawa gadis mabuk itu ke pinggir dan memberinya minum.

"Itu bahkan lebih buruk dari dugaanku. Dia sudah memiliki calon pasangan hidupnya."

Akibat efek dari anggur, Audrey lupa bahwa dia berada di Istana. Ia juga lupa bahwa jika ada yang tahu kalau dia menaruh rasa terhadap keluarga kerajaan, ia akan diasingkan.

Tak disangka, seorang tamu undangan mendengar hal itu dan langsung melapor kepada raja. Hanya beberapa menit setelah efek anggur reda, 2 orang pengawal menarik paksa Audrey untuk keluar. Hal itu bertepatan dengan perginya pangeran Xabiru untuk mengambil camilan.

Audrey pun dibawa menghadap raja untuk menerima konsekuensinya. Melihat hal itu pangeran Xabiru sedikit merasa bersalah karena telah bertanya dan berjanji akan melindungi Audrey, gadis yang berhasil menarik perhatiannya.

Sedangkan pangeran Theo yang penasaran mengapa gadis yang menarik hatinya menghadap raja segera bertanya kepada pengawalnya. Setelah mengetahui penyebabnya bersangkutan dengan dirinya, pangeran Theo berniat untuk membebaskan Audrey, gadis biasa yang mampu memenuhi pikirannya.

Setelah menghadap raja, Audrey dibawa oleh prajurit ke ruang rahasia sebelum diantar ke tempat pengasingan. Audrey hanya bisa berdoa supaya ada seseorang yang mampu membantunya walau ia tahu bahwa itu hanyalah sia-sia.

***

"Kupikir ada baiknya Anda berhenti berputar-putar seperti itu Pangeran Theo."

Decakan kesal dikeluarkan oleh pangeran Theo. "Diamlah Xabiru, kau yang paling tahu apa yang terjadi saat ini," geramnya dengan sedikit frustrasi. Sedikit kesal lantaran penyebab gadis itu ditangkap adalah pangeran Xabiru.

Walau rumor mengatakan bahwa pangeran Theo sudah memiliki pasangan. Itu hanyalah dusta. Ia tidak mau dijodohkan dengan gadis yang bahkan tidak ia sukai. Itulah mengapa pangeran Theo selalu bersikap dingin. Ia muak dengan peraturan kerajaan. Sudah cukup lelaki itu terkurung di sangkar emas. Kali ini, Theodoric akan memberontak!

Sambil terkekeh, pangeran Xabiru mendengkus. Lantas, sorot matanya mengeras. Senyuman itu lenyap dari wajah tampannya, tergantikan dengan raut dingin yang mampu membuat Pangeran Theo mematung di tempat. "Peraturan Kerajaan Leoparta benar-benar mengerikan. Perasaan bukanlah hal yang pantas mendapat sebuah hukuman."

"Aku tahu," balasnya lemah. Begitu maniknya bertemu dengan milik pangeran Xabiru sekilas, lelaki itu memejamkan mata. Dapat ia lihat bahwa pangeran tunggal kerjaan tetangga itu tengah dilanda rasa bersalah.

Bukankah ini hal yang bagus, jika kerajaan tetangga kehilangan satu-satunya pewaris? batinnya berbisik dengan licik. Seakrab apapun kedua kerajaan itu sampai saling berbagi sumber daya alam, tentu saja akan lebih menguntungkan bagi kerajaannya apabila menguasai seluruhnya. Kita buat Theodoric celaka, dan kita selamatkan gadis itu.

"Aku bisa membantumu." Setelah berunding dengan batinnya, Pangeran dari Kerajaan Geoverlen itu melangkah mendekat. Lantas dengan seringai kecil di wajahnya, ia berbisik, "Aku tahu di mana gadis itu."

Hanya dengan itulah pangeran Theo terbelalak, sedikit mendelik pada pangeran Xabiru. "Katakanlah, Xabiru Gabriel. Jika apa yang kau katakan adalah dusta, akan kupastikan kau—"

"Saya berani bersumpah demi kehormatan saya, Pangeran Theodoric." Sambil mengambil langkah mundur, pangeran Xabiru membungkuk hormat. "Mari ikuti saya."

Di bawah sinar rembulan, kedua pangeran itu melangkah. Dengan obor di masing-masing tangan mereka, kaki mereka berjalan menyusuri lorong gelap menuju penjara bawah tanah. Karena tahu pangeran Xabiru adalah penyusup yang baik, pangeran Theo tidak ragu untuk mengikuti pangeran dari kerajaan tetangga itu. Bisa jadi pangeran Xabiru mengetahui kerajaannya jauh lebih baik ketimbang dirinya.

"Ada penjaga," bisik pangeran Xabiru sambil menghentikan langkah. Lelaki itu berdecak. "Ketat sekali, padahal gadis itu hanya menyimpan perasaan."

Mendengkus, akhirnya pangeran Theo keluar dari tempat persembunyiannya. Membuat pangeran Xabiru mendelik dan memberi isyarat supaya pangeran tunggal Kerajaan Leoparta itu kembali ke tempatnya. "Aku adalah Pangeran yang akan menjadi Putra Mahkota, bukan masalah aku berkeliling di dalam istanaku sendiri."

Nada bicara dingin dan penuh wibawa itu sempat membuat pangeran Xabiru mematung di tempat. Untuk sesaat ia lupa bahwa pangeran Theo adalah pria yang dingin dan penuh dengan wibawa. Maka, ia pun membiarkan saja Pangeran itu membebaskan Audrey.

Inilah kesempatannya! Pangeran Theo akan fokus menyelamatkan gadis itu dan dia akan melapor pada raja dan para bangsawan!

Dengan tangan dirantai, Audrey memejamkan mata dan memohon. Ketika gadis itu mendengar langkah kaki, ia membuka kedua matanya. Tubuhnya tersentak ke belakang saat menyadari bahwa Pangeran Theodoric, dengan jubah dan obor, tengah berdiri di balik jeruji besi yang mengurungnya.

Ia menelan ludah. Apakah pujaan hatinya itu merasa jijik? Ataukah raja memerintahkan supaya Pangeran Theodoric akan langsung mengeksekusinya?

Semua ketakutannya sirna ketika menyadari air muka sang pangeran. Rasa bersalah .... Ya, Audrey melihat rasa bersalah dari netra pangeran Theo. Gadis itu sontak berdiri tatkala pangeran Theo membuka jeruji besi tersebut. Lantas tanpa bisa menahan diri, pangeran itu memeluk Audrey.

"Maafkan aku," bisiknya. "Ayo, kita keluar."

Pangeran Theo mengeluarkan pisau dari balik jubahnya. Ketika Audrey berkedip, rantai yang mengikat tubuhnya telah hancur. Kemampuan pangeran memang tidak bisa dipandang remeh. Dengan cepat pangeran Theo menarik tubuh Audrey dan membawanya lari.

Sementara itu, raja dan beberapa bangsawan tengah memperdebatkan hukuman yang akan diterima Audrey. Ada yang tidak sepakat dengan hukuman pengasingan lantaran terlalu berlebihan. Ada juga yang sepakat bahwa hukuman pengasingan adalah hal yang pantas.

"Bagaimana bisa darah rendahan menyimpan rasa pada darah mulia?" kata mereka. Suatu pernyataan yang tak bisa dibantah bangsawan mana pun.

Ketika raja hendak membuka mulut, pintu ruang rapat dibuka. Menampilkan sosok pangeran dari kerajaan tetangga, Xabiru Gabriel. "Yang Mulia Raja yang saya hormati. Saya memiliki informasi yang mungkin akan menyulut emosi Anda," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.

Duke Wanstel, selaku orang yang melaporkan Audrey sekaligus ayah dari gadis yang akan menjadi pasangan pangeran Theo, berkata dengan emosi. "Bahkan seorang Pangeran pun harus mengetahui sopan santun."

Mengabaikan ucapan Duke Wanstel, pangeran Xabiru menyeringai. Matanya menatap langsung iris mata sang raja. "Putra Anda tengah membawa kabur gadis itu."

Sebaris kalimat sederhana yang mampu memperpanas suasana.

***

Setelah membawa Audrey keluar, pangeran Theo langsung pergi ke kandang kuda. Ia pun memacu kudanya itu untuk melaju. Tujuannya adalah daerah netral, daerah perbatasan antara kerajaannya dengan Kerajaan Geoverlen. Di sana, setidaknya ada jaminan Audrey aman.

Baru setengah jalan, kuda yang ditunggangi oleh pangeran Theo dan Audrey mendadak kehilangan keseimbangannya dan terjatuh. Kedua insan itu pun menggelinding di tanah. Sementara Audrey mengaduh, netra sang pangeran langsung menoleh ke belakang.

Para ksatria mengejar, batinnya sambil mengatupkan bibir. Padahal sedikit lagi mereka mencapai perbatasan! Xabiru ... bedebah itu membocorkan rencana ini!

Menahan rasa sakit yang ada di punggung dan tangan kanannya, pangeran Theo bangkit. Diraihnya tangan Audrey. "Kita harus melarikan diri, sekarang!"

Hutan yang mengitari istana membuatnya mudah bersembunyi di tengah kegelapan. Namun gaun terang yang digunakan Audrey memantulkan cahaya bulan, membuat mereka sulit sekali bersembunyi.

Sebuah anak panah melesat, nyaris mengenai pipi Audrey yang dinodai lumpur. Andai saja lelaki itu tidak dengan sigap menarik Audrey lebih dekat ke sisinya, mungkin wajah gadis itu sudah terluka.

Berbeda dengan pangeran Theo yang sedari kecil telah disiapkan dengan situasi seperti ini, Audrey hanyalah gadis biasa. Ia bahkan tidak bisa berjalan dengan benar, membuat pangeran Theo harus menggendongnya sambil terus berlari.

"Pangeran, ada apa ini?!" Perlahan Audrey terisak. Padahal pangeran Theo tidak harus melakukan ini. Toh, mereka tidak pernah benar-benar bertemu dan berbincang selama ini. "Mengapa Anda menyelamatkan saya?"

Bukan berarti Audrey menolak kebaikan hati pangeran pujaannya. Hanya saja ... kenapa? Untuk alasan apa seorang pangeran menolong rakyat biasa sepertinya?

Rahang pangeran Theo menegang atas pertanyaan gadis itu. Benar, kenapa dirinya melakukan hal nekat seperti ini? Padahal gadis itu hanyalah gadis biasa, bukan bangsawan atau orang penting.

Satu-satunya alasan adalah .... "Karena aku menyukaimu."

Di detik itulah kedua kaki jenjang pangeran berhenti. Membuat Audrey menoleh ke depan, dan kedua mata gadis itu nyaris keluar dari tempatnya. Ada jurang di depan. Begitu pangeran Theo berbalik, hendak berputar arah, ia telah terkepung.

Audrey bahkan tidak sempat mencerna jawaban pangeran Theo. Tubuhnya bergetar, sakit dan takut. Ada raja di depan, menatap sinis gadis itu beserta pangeran Theo.

"Putra Mahkota!" Teriakkan menggelegar itu membuat Audrey sontak memejamkan mata. "Apa yang kau lakukan?!"

"Ayahanda, ini adalah permintaanku. Tolong hapuslah peraturan kuno yang tidak mengizinkan rakyat menyimpan rasa pada keluarga kerajaan."

Sunyi sesaat. Raja yang sudah terlanjur emosi meraih pedang milik ksatria di dekatnya dan mengarahkannya ke putranya sendiri. "Jatuhkan dia ke jurang, dan akan kuampuni kau."

Pangeran Theo menggeleng, apalagi saat merasakan cengkraman lembut di dadanya. Maka, pangeran bersurai coklat itu mengulum senyum. Tangannya menggenggam tangan Audrey yang kebingungan. "Tahukah kau mengenai sebuah legenda tentang jurang ini?"

Pangeran Xabiru yang mengawasi di antara pepohonan pun mengernyit. Tidak mungkin Theodoric berencana menjatuhkan dirinya ke jurang ... 'kan?

Audrey menggeleng. Manik keduanya bertemu, antara pandangan lugu milik gadis biasa dan tatapan penuh kehangatan milik seorang pangeran. Perlahan, pangeran Theo membawa kakinya untuk melangkah mundur. Membuat raja dan beberapa bangsawan yang ada di tempat terbelalak.

"Kalau ada pasangan yang melompat ke sini, maka di kehidupan seterusnya mereka akan terus bersama," lanjut pangeran Theo, kali ini sedikit berbisik. "Jadi, Audrey, apa pilihanmu?"

Bukankah itu sudah jelas? batin gadis itu berkata dengan riang. Siapa peduli kalau legenda itu bohong? Siapa peduli kalau mereka berujung mati sia-sia? Audrey juga sudah lelah hidup miskin. Untuk membeli gaun saja, ia harus rela hanya memakan remahan roti selama 3 minggu penuh.

Dari awal pertemuan mereka, Audrey sering berandai-andai. Bagaimana jika ia adalah seorang bangsawan. Gadis itu tak perlu takut bila orang-orang tahu perasaannya. Pun, ia tak perlu ragu untuk mendekati pangeran Theo, berbincang dan tertawa bersamanya.

Maka, dengan mantap gadis itu menjawab, "Bawa aku, pangeran."

Dan dengan itulah pangeran Theo membawa keduanya untuk melompat. Raja berteriak memekik dan para bangsawan berlarian sambil mencoba meraih sang pangeran. Sementara pangeran Xabiru hanya mematung di tempat. Ia baru saja menyaksikan hal yang menyedihkan sekaligus tanda keberhasilannya.

Kerajaan Leoparta kehilangan satu-satunya pewaris, hal yang memang direncanakan oleh pangeran Xabiru. Akan tetapi ... Audrey ... ia juga ikut melompat bersama pangeran Theo.

Tragis, pangeran Xabiru membatin pilu. Lantas, mengabaikan kericuhan di bawahnya, pangeran Xabiru mendongak. Matanya menelaah rembulan yang menjadi saksi.

Kurasa, jika ayahanda menjadikanku penguasa wilayah ini, aku akan meneruskan legenda itu pada rakyatku. Ia tersenyum. Tentang hubungan terlarang seorang gadis biasa yang hanya bisa mengawasi pujaan hatinya dari jauh dan pangeran yang menjadi bodoh karena cinta.

Dengan kemampuannya, pangeran Xabiru melompat darei dahan ke dahan. Begitu sudah jauh dari kerumunan, lelaki itu melompat turun. Ia bersiul kecil sambil berjalan gontai. "Hm ... mari kita namai kisah tragis mereka ... Theodrey!"

Pangeran itu terbahak sendiri atas ide konyolnya.

Namun ... apakah benar keduanya jatuh dan mati di dasar jurang? Tidak ada yang tahu bukan? Tidak ada juga yang nekat turun ke jurang hanya untuk memastikan itu? batinnya memberi peringatan. Tapi, untuk apa pangeran Xabiru peduli?

Kisah keduanya telah tamat dengan melompat dari jurang. Sisanya ... sudah bukan urusannya lagi. 

***END***
Ditulis oleh fujiagustari11 & Kiria_02

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro