#5 (B)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Chester menyambutnya, "Chester Lombardo. Tapi beberapa jam lalu ada seseorang yang menyanggah nama keluargaku."

Pikiran Cheryl agak tersentak.

"Hei, kau jangan curang," protes Chester, lalu meremas tangan perempuan itu dengan sedikit bertenaga.

Sontak Cheryl melepaskan tangannya karena kesakitan. Tatapannya menanyakan alasan Chester melakukan hal itu.

Kedua tangan Chester yang agak kasar meraih kembali tangan Cheryl yang terasa sakit tadi. Sambil mengelus-elus lembut dengan maksud memberi rasa pemulihan, si pemilik tangan berujar, "Tenanglah, aku tak bermaksud menyakitimu."

"Kau pasti dari Area Jepang. Apartemenmu di Distrik Tiga nomor enam puluh dua," kata Chester lagi, setenang-tenangnya, "padahal aku belum menanyakan alamatmu loh. Namamu pun belum kau beritahu."

Dengan pintar, Cheryl menyembunyikan kebenarannya.

Chester meneruskan, "Kau di sini untuk...," tiba-tiba dia terdiam. Tertegun cukup lama, sebelum akhirnya memajukan kepala hingga berjarak dua puluh senti dari muka Cheryl.

"Tujuan kita sama. Alamat yang akan kita datangi juga sama," katanya kalem, dengan penuh rasa percaya diri.

Lalu badannya kembali pada posisi duduknya semula. Wajahnya menunjukkan ekspresi puas. Senyum kemenangan melebar di bibirnya.

"Oke, aku menyerah," Cheryl mengangkat kedua tangan, "sekarang tolong jelaskan dua hal yang kuinginkan ini.

"Apa maumu dariku? Apa yang kau maksud dari perkataanmu tadi?

"Baiklah, namaku..."

"Tunggu," Chester menyela, "aku tak mau kau mengenalkan dirimu kepadamu dengan cara begitu.

"Lihatlah, aku ini tidak sedang mengancam. Lagi pula, untuk apa kita saling mengancam? Bukankah lebih baik saling bekerja sama?"

"Bekerja sama?" Cheryl makin heran dan kebingungan.

"Ya, benar sekali," telunjuk Chester berbicara ke arah muka Cheryl, "kau punya bakat alami visual yang kuat. Dikaruniai sejak lahir.

"Bagiku itu terlihat seperti kertas buram kosong yang tak mampu diterjemahkan siapa pun. Jika analisamu bisa berjalan di atas rata-rata, pikiranmu akan mampu memahami apa saja yang kuucapkan barusan."

Cheryl tersenyum, pertanda kalau dia mengerti.

"Baiklah. Sekarang coba sebutkan namaku, Chester," tantangnya dengan cerdik.

"Namamu... Cheryl Craft - dan sebenarnya, tadi kau tersentak saat kubilang ada yang menyanggah nama keluargaku. Karena kau juga mengalami kejadian yang sama persis denganku."

"Kalau saja aku bisa membaca pikiran," Cheryl merasa iri.

Lalu dia berujar, "Wah, harus kujaga baik-baik isi kepalaku ini kalau sedang berada dekat-dekat denganmu."

"Setidaknya aku ini bukan kuman penyakit atau virus maut menular," ledek Chester sambil nyengir lebar.

"Tadi kau bilang kalau tempat tujuan kita sama. Memangnya kau juga mau ke rumah Brandon Cherlone yang di area ini?"

"Tepat sekali," Chester memajukan badannya, lalu berbisik, "Sang bilyuner bisnis itulah ayah kita."

Cheryl jadi teringat, dan kemudian langsung mengerti maksud dari tambahan pada surel terakhir yang diterimanya. Membuat Chester sontak bertanya, "Kau juga mendapat e-mail yang menyuruh ke sini?"

"Kau juga mendapatkannya?"

Chester mengiyakan. Lalu mencoba menenangkan Cheryl, "Tidak perlu takut menghadapinya. Aku yakin sekali kata-kata yang ditujukan kepadamu jauh lebih ramah dan lembut daripada punyaku."

"Berarti, kita bisa bersama-sama ke sana?"

"Ya, Nona bungsu Cherlone yang manis," Chester mengulurkan tangan, dengan ekspresi separuh meledek.

Saat itulah pesanan mereka tiba juga.

"Setelah perut kita terisi cukup penuh. Kalau tidak, aku tak bakalan mampu berpikir," gaya bertutur Chester masih belum terkalahkan oleh rasa laparnya yang kini sudah luar biasa.

Di sela-sela makan, mendadak benak Cheryl mendapat visualisasi seperti biasa saat bakat alami khususnya ini muncul. Untunglah, hanya sekitar sepuluh detik saja. Dan tidak sampai menarik perhatian orang-orang di sekitar mereka.

Cheryl terengah-engah serta sedikit shock ketika visualisasi itu sudah pergi meninggalkan pikirannya.

Tanpa diduga, tangannya mengepal dan mengarahkannya telak ke pipi Chester.

"Jangan pernah coba-coba melakukannya padaku! Atau kuhajar kau habis-habisan!" ancamnya sambil melotot.

Keruan saja Chester menjadi resah, bingung dan sangat penasaran. Cheryl sengaja tidak menceritakan peristiwa yang mungkin akan terjadi pada siang nanti.

******

Gimana dengan penokohan 2 karakter detektif kita, termasuk penjelasan kemampuan indigo mereka ini?
Apa gampang dimengerti?
Gimana juga nasib 'The Great Three Cherlones' setelah mendapat ancaman di akhir chapter 4 yg lalu?
Ayo buka saja chapter berikutnya (#6: TGTC)
(Astardi)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro