Bab 39. Sheyana

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ramma yang membunuh selir Alishea."

Pernyataan Permaisuri membuatku terpaku. Perdana Menteri... yang sudah membunuh selir Alishea? Tapi..., bukankah sang selir meninggal karena sakit?

"Ba—Bagaimana bisa?" Aku tergagap mendengarnya.

Senyum Permaisuri semakin bertambah sendu. "Bukan hal yang sulit untuk menyamarkan pembunuhan seseorang di sini, terutama bila kau memiliki kesabaran berlebih."

Apa maksud beliau, Perdana Menteri membunuh ibunda Tuan Shui secara perlahan-lahan? Tanganku gemetaran di bawah meja. Ini... Ini bukan sesuatu yang ingin kudengar, tetapi permaisuri menginginkanku mendengarnya.

"Setelah selir Alishea melahirkan Shuiren, Ramma meminta tabib Istana untuk mencampur obat-obatan selir Alishea dengan tanaman beracun. Secara perlahan-lahan, kondisi selir Alishea pun memburuk, hingga pada akhirnya beliau meninggal ketika Shuiren belum genap setahun."

"Semua orang menyangka, bahwa beliau meninggal karena sakit, begitu pula Kaisar Riyushi. Tidak ada yang tahu—kecuali kami dan kau, bahwa beliau sebenarnya dibunuh," Permaisuri memandangku tajam.

"Kenapa...," Aku menelan ludah, berusaha menyembunyikan getaran dalam suaraku. "Kenapa Permaisuri menceritakannya pada saya? Bukankah saya orang luar?"

"Sebentar lagi kau akan menjadi bagian keluarga ini, maka dari itu, aku ingin kau mengetahuinya."

"Ta—Tapi...., mengapa Permaisuri memberitahu saya mengenai pembunuhan tersebut?" Aku tergagap lagi. "Saya bisa tanpa sengaja memberitahu Tuan Shui mengenai hal ini."

Senyum Permaisuri menipis. "Jika kau melakukan itu, maka akan terjadi perang saudara yang sangat besar di kekaisaran ini."

Timpalan beliau membuatku terpaku. Aku sama sekali tidak berpikir mengenai hal itu.

"Dengarkan ceritaku sampai selesai, maka kau akan mengerti, Sheya." Permaisuri melanjutkan kembali kisahnya, "Setelah selir Alishea meninggal, Shuiren pun diasuh oleh Dayang Rosanne atau yang lebih kau kenal sebagai Suani. Beliau yang mengurusnya sampai Yundari yang mengambil alih pengasuhannya."

"Hubungan Kaisar Riyushi dan Yundari semakin dingin setelah selir Alishea meninggal. Untuk menghibur diri, Yundari mengasuh Shuiren seperti anaknya sendiri. Beliau tidak peduli dengan cemohan Ramma, karena mau merawat anak wanita saingannya. Yundari...Yundari terlalu baik untuk berada di posisi Permaisuri."

Suara Permaisuri bergetar saat mengatakannya dan sekilas aku melihat matanya berkilat, seolah sedang menahan kesedihan.

"Bagi Yundari, anak kecil tetaplah anak kecil dan beliau sangat menyayangi Shuiren seperti darah dagingnya. Tanpa diduga, karena perhatian beliau pada Shuiren, Kaisar Riyushi pun mulai memandang beliau selayaknya seorang suami pada istrinya. Dari hubungan mereka, Rhei dan Nayu pun lahir."

"Mulanya...., mereka seperti keluarga kecil yang bahagia. Shuiren begitu dekat dengan Rhei dan Nayu. Ke mana pun Shuiren pergi, biasanya Rhei akan mengikutinya. Mereka selayaknya saudara kandung yang tidak terpisahkan. Bahkan, ketika Kaisar Riyushi mengirim Shuiren untuk menjalani pelatihan selama berbulan-bulan, Rhei tetap berdiri untuk menanti kedatangannya. Masa itu... merupakan masa yang paling indah. Rhei banyak tersenyum dan tertawa, juga sangat ceria."

Senyum sendu mengembang di wajah Permaisuri. "Sayangnya..., hubungan mereka dirusak oleh pandangan bias Kaisar Riyushi."

Sekali lagi beliau menghela napas sembari menerawang jauh ke arahaku, seakan-akan wajahku adalah cermin yang memperlihatkan segalanya.

"Shuiren... merupakan lelaki yang sempurna. Dia cerdas dan berbakat. Kemampuan bela dirinya sangat bagus, pun menguasai ilmu militer dengan baik. Semua yang ada dalam dirinya sempurna, kecuali... dia tidak dilahirkan dari rahim Permaisuri. Berkebalikan dengan Shuiren, Rhei sama sekali tidak berminat pada pedang ataupun perang. Dia lebih menyukai sastra serta perhitungan. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk membaca buku maupun membuat benda-benda baru, atau menulis sebuah cerita."

"Pernahkah kau membaca 'kisah di padang merah gelap'?"

Aku tergagap mendengar pertanyaan beliau yang mendadak dan di luar isi perbincangan kami sebelumnya. "A...Ehm..., sa—saya belum pernah membacanya."

"Kau harus membacanya!" Semangat yang terlihat dari ekspresi maupun gerak-gerik beliau mengingatkanku pada para penjual di kota ketika hendak menawarkanku sesuatu. "Itu buku yang sangat bagus. Isinya mengenai perjuangan seorang anak yang ingin menemui ayahnya di medan perang."

Ehm...., haruskah aku mencari buku itu di perpustakaan istana?

"Buku itu benar-benar bagus dan aku tidak bosan membacanya berulang-ulang."

"Itu pasti.... buku yang sangat bagus," Aku meringis, tak tahu harus menanggapi keantusiasan beliau dengan sikap seperti apa.

"Ya. Buku itu seperti curahan hati Rhei mengenai ayahnya sendiri." Kelanjutan cerita permaisuri membuatku terdiam. Kesedihan yang terlihat di wajah beliau membuatku bertanya-tanya, sebenarnya apa yang ingin disampaikan Permaisuri padaku, dengan seluruh ceritanya ini?

"Rhei sangat mengagumi ayah serta kakak lelakinya. Baginya, Kaisar Riyushi dan Shuiren serupa matahari yang bersinar di langit, sangat terang dan mengagumkan. Dan itu menumbuhkan rasa tidak percaya diri dalam dirinya."

"Rhei menghabiskan banyak waktunya untuk mengejar bayangan keduanya. Dia ingin seperti mereka, meski minat dan kecintaannya ada pada hal lain. Itu membuatnya terus saja gagal dan gagal, hingga perasaannya terpuruk. Pandangan Kaisar Riyushi memperburuk mental Rhei. Bagi beliau, kekuatan adalah hal terpenting, sehingga ketidakmampuan Rhei dalam bela diri atau pun minatnya menciptakan benda-benda baru dianggap sebagai kelemahan. Kaisar Riyushi.... hanya tidak bisa melihat kelebihan tersebut, karena anaknya memiliki kecintaan pada sesuatu yang tidak dipahaminya."

"Hubungan Rhei dan Shuiren semakin diperburuk dengan pernyataan Kaisar Riyushi, bahwa beliau ingin mengganti Putra Mahkota Shenouka. Gara-gara itu, Rhei menjadi lebih mudah marah dan sangat sensitif untuk pernyataan-pernyataan sederhana. Kalau emosinya memuncak, dia sering membanting barang-barang di dekatnya. Semua kemarahannya merupakan bentuk kesedihan yang tidak bisa diungkapkan pada ayahnya."

"Ramma menentang keputusan Kaisar Riyushi. Beliau melakukan segala macam cara supaya Rhei tetap berada di tempatnya, meski sebagian besar Menteri mulai berpandangan bahwa Shuiren merupakan calon terbaik sebagai Kaisar negeri ini."

"Pertikaian dalam istana pun memanas. Baik Shuiren maupun Rhei menjadi bulan-bulanan dalam pertemuan pagi. Rhei yang tidak mendapat dukungan dari ayahnya, kemudian berpihak pada Rammaku. Dia pun memperjuangkan sendiri posisinya. Selama bertahun-tahun Rhei berusaha membuktikan, bahwa dirinya layak menjadi pewaris takhta, hingga dia berada di puncak rasa muaknya terhadap takhta."

"Shuiren sendiri memilih mundur teratur dalam masalah takhta tersebut. Dia tidak berminat, juga tidak menginginkannya. Shuiren adalah kakak yang baik. Amat sangat baik dan mau bersabar dengan tempramen Rhei yang berubah-ubah. Sayangnya, nasibnya tidak terlalu baik."

"Shuiren menjadi sasaran kemarahan Rhei dan Ramma terus-menerus. Segala upaya dan kerja kerasnya untuk melindungi kekaisaran ini dianggap sebelah mata. Baik Ramma maupun Rhei selalu berusaha mencari celah untuk mempermalukan dan menjatuhkannya. Seolah tidak percaya dengannya, Rhei terus menyudutkan Shuiren dan bahkan memaksanya untuk menikahimu." Air muka permaisuri berubah suram. Lagi-lagi kesedihan terpantul dari kedua mata gelap beliau yang jernih.

"Ramma pun tidak membantu. Beliau mengirimkan pembunuh dan penyihir untuk menyingkirkan Shuiren. Tindakan yang masih kutentang sampai sekarang." Pernyataan Permaisuri mau tak mau membuatku mengerutkan dahi.

Permaisuri menentang perbuatan ayahnya sendiri? Apakah berarti Permaisuri berpihak pada Tuan Shui? Tapi, dari cerita sebelumnya, permaisuri terlihat sangat memperhatikan Kaisar.

"Kekaisaran ini tidak membutuhkan pertikaian untuk berkembang." Tatapan Permaisuri tertuju lurus ke arahku. "Jika Shenouka ingin maju, maka pertentangan di antara mereka harus dihentikan. Baik Rhei, Shuiren, maupun Rammaku. Namun, sulit rasanya untuk melakukan hal tersebut seorang diri, terutama bila orang-orang terdekatmu tak ingin dinasehati."

Aku mulai mengerti, kenapa Permaisuri memanggilku siang ini.

"Rhei, Shuiren, dan Ramma adalah penggerak pemerintahan kekaisaran ini. Ketiganya punya andil besar dalam sendi kekuasaan Shenouka. Jika salah satu goyah, maka akan terjadi ketimpangan yang membahayakan ketentraman kekaisaran ini. Karena Yuuni sebentar lagi akan menjadi istri Shuiren, maukah Yuuni berjanji satu hal padaku?"

Permaisuri kembali menggunakan bahasa sopan padaku, membuatku yakin, bahwa apa yang disampaikan beliau benar-benar penting.

"Tolong, berjanjilah untuk memastikan Shuiren tidak menginginkan takhta yang diduduki Rhei. Berjanjilah untuk memastikan Shuiren tetap berada di posisinya sekarang."

Bukankah... itu artinya Permaisuri pun tidak memercayai Tuan Shui, sampai menyuruhku berjanji seperti itu? Mungkin karena aku diam terlalu lama, permaisuri kembali berujar, "Yuuni pasti menganggapku tidak percaya pada Shuiren. Tapi melihat kemarahan Shuiren kemarin, aku takut, beliau benar-benar akan merebut takhta Rhei seperti yang Rhei tuduhkan."

"Sebagai gantinya, aku akan membantu Yuuni. Aku akan berada di belakang Yuuni, sehingga keluarga-keluarga bangsawan yang lain tidak akan berani menginjak-injak Yuuni."

Aku terdiam untuk beberapa saat. Permaisuri memberikan pertukaran yang menggiurkan. Beliau menginginkanku untuk memata-matai Tuan Shui dan aku membutuhkan dukungan untuk statusku. Bisa dibilang, ini pertukaran yang saling menguntungkan. Namun, bila Tuan Shui tahu, bukankah aku yang akan celaka?

"Bagaimana, Yuuni?"

Aku menarik napas dalam-dalam, merasakan keraguan besar di sudut hatiku. Namun, dengan mantap aku sedikit membungkuk ke arah permaisuri.

"Saya akan memastikannya, Yang Mulia," kataku. "Saya akan memastikan Tuan Shui tidak melanggar batasnya."

Ketika aku menegakkan punggung, aku melihat air muka permaisuri terlihat cerah.

"Terima kasih," ucapnya. "Itu akan menyelamatkan Shenouka dari perang saudara."

(24 Oktober 2018)

--------------------------------

Note:

Sebenarnya saya ingin menggabungkan ini dan bab sebelumnya menjadi satu. Namun mengingat total seluruh katanya mencapai 4000 kata, lebih baik dipecah jadi dua dah. :'D

Nah..., bagaimana pendapat kalian mengenai Permaisuri Meiyari?

Jahat ataukah baik? Atau masih meraba-raba gimana karakternya?

Bab selanjutnya semoga bisa diunggah sabtu malam~~

Jangan lupa vote dan komentarnya ya :D:D

Selamat malam, selamat beristirahat :*


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro