• DUA PULUH TUJUH •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Beraninya bangsawan sepertimu menyerang keluarga Kekaisaran!"

Aku mengencangkan cengkramanku pada leher Marquis Ferone, terbakar amarah dengan perkataannya itu.

Beraninya dia. Jika saat itu aku tidak menyadari memar itu, bisa saja sekarang Blaze akan terbaring sakit karena racun yang telah menyebar.

Sial! Bagaimana bisa aku kecolongan gini?

"Uhuk.. tolong maaf.. kan.. sa-saya.. uhukk.."

"Yang Mulia! Tolong dengarkan penjelasan ayah saya terlebih dahulu! Saya mohon!"

Ganesh berusaha untuk melepaskan tanganku dari leher Marquis Ferone.

Marah. Aku merasa marah.

"Grr!! Dasar brengsek!!"

Aku langsung saja melempar keduanya hingga keluar ruangan dan terjatuh ke taman yang berada dibawah. Pecahan kaca yang pecah akibat hantaman keduanya menyebar ke area taman. Menyebabkan orang-orang langsung berlarian dan terkejut melihat Marquis Ferone dan Ganesh Ferone terjatuh dari lantai 2.

"Tuan Marquis! Tuan Muda!"

Suara teriakan terdengar, aku melompat turun bersama Al dan Gopal lalu mendekati Marquis yang kini terbaring dikaki istrinya itu.

"Yang Mulia! Apa yang anda lakukan!? Mengapa anda menyerang suami dan anak saya?!"

Tangis Marchiones Ferone pecah ketika melihat suaminya tak sadarkan diri. Sementara Ganesh dipapah oleh Aline, mencoba untuk tetap sadar.

"Marchiones, suamimu terlibat dalam kasus pemalsuan identitas dan juga memanipulasi data penyihir elemen yang ada di Kekaisaran, selain itu ia juga berusaha meracuni Pangeran Asern dalam pesta ulang tahun kemarin. Selain itu, anakmu juga terlibat secara tidak langsung dalam kasus lain."

"Dan aku tidak ingin ada rengekan ataupun bantahan, aku kesini dengan tujuan mendapatkan tambang Darol dan juga mendapatkan informasi."

"Apa kau ingin diam dengan tangisan itu atau kita bicara lagi?"

Aku menatap mereka dingin, sebenarnya aku sedikit kasihan dengan Marchiones yang menangis, namun aku mengabaikan itu.

"Apa yang ingin anda dapatkan dari kami?" tanya Aline Ferone.

"Sebuah kejujuran. Jika Marquis mengatakan semuanya, maka aku akan bicara dengan Kaisar untuk setidaknya meringankan hukumannya."

"Tapi suami saya tidak melakukan hal-hal buruk! Ia adalah suami dan juga ayah yang baik!"

"Mungkin untuk kalian, tapi dia adalah penjahat dan juga mata-mata bagi orang lain."

Aku berjalan memasuki mansion lagi, dan membiarkan mereka mengobati Marquis Ferone sementara Marchiones mengikuti kami diikuti putrinya yang menjaga ibunya.

Kami berpindah ke sebuah ruangan yang berada didekat tempat Marquis dan Ganesh diobati.

"Baca itu, Marchiones. Aku mengharapkan kerjasama yang baik denganmu daripada suamimu," ujarku datar.

Marchiones dengan tangan yang masih sedikit gemetar, mengambil dokumen yang kuberikan dan membacanya dengan baik. Raut wajahnya seketika berubah terkejut dan airmata kembali menetes dari matanya. Aline yang terkejut mengambil dokumen itu dan membacanya cepat. Matanya membelalak kaget dengan apa yang dilihatnya.

"Inti elemen ayah.. hancur?" ucap Aline lalu melihatku dengan tatapan bertanya.

"Putra Mahkota, apa maksudnya ini?"

"Nona Ferone, kapan terakhir kali kita bertemu?"

"Itu sekitar 2 bulan yang lalu, Yang Mulia."

'Itu benar.'

Aku menatap Al yang balas menatapku.

'Saat itu adalah kunjungan resmiku bersama Kaisar ke Menara Sihir juga Akademi.'

Akademi? pikirku bingung.

Oh benar, Menara Sihir juga berada tidak jauh dari Akademi Elgardo. Mungkin sekitar 1 jam perjalanan?

"Yang Mulia, lantas apa hubungannya semua ini? Dan bagaimana bisa inti elemen ayah saya hancur?"

"Mengapa kau bertanya soal itu? Tanyakan pada Marquis, dan tanya juga alasannya mengapa ia bekerjasama dengan Count Argan dalam hal ini."

Aku menatap Aline dengan tatapan mata datar yang mungkin terlihat sombong dimatanya.

Aku membiarkan mereka membaca dokumen yang kuberikan, membiarkan mereka merasakan syok lalu merebut dokumen itu.

"Sekarang, aku akan meminta tiga hal dari kalian. Pertama, kalian serahkan Tambang Darol no. 13 sebagai ganti rugi, kedua, jadilah mata-mata untukku dan laporkan semua hal yang dilakukan oleh Count Argan."

Hm, daripada membuang-buang uang, mendingan suruh mereka kasih gratis aja sebagai ganti rugi. Toh, yang rugi mereka bukan aku.

"Lalu.. apa yang ketiga?" tanya Marchiones Ferone.

"Yang ketiga akan kukatakan ketika Marquis sadar."

"YANG MULIA! ANDA TAU SUAMI SAYA TERLUKA PARAH! BAGAIMANA JIKA IA TIDAK PERNAH SADAR!?"

"Ck, itu artinya kau berharap Marquis mati?"

"Anda tau maksud Ibu saya tidak seperti itu!" marah Aline. Ia kembali menenangkan ibunya yang menangis.

Cih, aku benci drama.

"Kalian sudah membaca dokumen itu bukan? Dan Nona Ferone, kau memiliki dua sihir elemen juga karena perbuatan ayahmu bukan?"

"Ap-apa yang sedang anda katakan!?"

Nggak ada yang beres satu keluarga. Kupikir setidaknya ada satu orang yang waras.

'Apa yang kau harapkan dari keluarga yang gila harta?'

Al menatapku dengan pandangan sinis.

Ya, aku hanya berpikir positif kan. Toh tujuan utamaku kesini untuk beli tambang, bukannya nonton pentas drama😒

"Count Argan saat ini sedang dicurigai sebagai salah satu kaki tangan dari Penyihir Gelap, dan Marquis juga terlibat karena eksperimen yang mereka lakukan bersama untuk menyelamatkan Nona Ferone beberapa bulan yang lalu. Dan yang sedang kami selidiki saat ini adalah tentang Marquis yang tidak memberitahu Menara Sihir terkait hancurnya inti elemen miliknya dan melakukan eksperimen sihir terlarang tanpa izin."

"Jika Kaisar mengetahui ini, bukan hanya akan diadakan penyelidikan besar, tetapi hidup kalian akan hancur saat itu juga."

"Tu-tunggu sebentar Putra Mahkota..! Bagaimana anda bisa yakin bahwa apa yang anda katakan itu adalah kebenaran? Kita semua tau bahwa anda tidak menyukai keluarga kami karena kami berada di faksi Pangeran lain!"

"Duh, menyebalkan sekali," kesalku.

"Ap-apa?"

"Aku tidak tau apa kalian tidak bisa membaca atau buta. Aku sudah menjelaskan dengan rinci di dokumen itu. Dan mengenai kemampuan sihir elemen anginmu, itu muncul karena eksperimen yang dilakukan oleh Count Argan untuk menguji apakah kristal sihir bisa dimasukkan kedalam tubuh manusia yang memiliki inti elemen yang berbeda dengan jenis kristal yang diberikan."

Aku mengeluarkan inti elemen Angin milikku dan memancing agar mana milik Aline Ferone terpengaruh.

"Ugh! Apa ini..!"

Tak lama, cahaya biru putih muncul mengelilingi Aline Ferone, angin mulai terasa kuat didalam ruangan itu.

"Lihatlah, kau masih ingin menyangkalnya?"

"Tunggu! Putra Mahkota! Hentikan!"

"Aku tidak melakukan apapun. Kau sendiri yang tidak bisa mengontrol sihir barumu itu." Aku berujar dengan nada kesal.

"Percuma saja menyangkalnya, itu tidak akan berguna. Mencoba membohongi pemilik 7 elemental dan sihir didepan matanya langsung? Kupikir kau lebih bodoh daripada yang semua orang tau, Nona Ferone."

"Anda..! Apa anda sudah puas mempermainkan kami? Jika anda mengetahuinya mengapa anda tidak langsung menangkap kami!?"

'Dia ini bodoh atau apa sih?'

Al lalu terbang ke depan wajah Aline, memperhatikannya dengan tajam.

"Menjauh dariku! Kau makhluk menjijikkan!"

'Wah, bapak anak sama aja ternyata,' ucap Al padaku.

"Grrr!!"

"Al, kemarilah."

'Aku baru sadar Nona Ferone benar-benar berwajah dua.'

'Kau hidup berulang kali tapi baru sadar? Bodohnya,' mindlindku pada Al.

'Kau bisa diam tidak?'

"Hem, kupikir kalian yang lebih menjijikkan. Menjadikan anak sendiri eksperimen, menyebarkan berbagai macam rumor buruk dan berusaha untuk menyembunyikan kesalahan berat yang kalian lakukan."

Aku bersandar dengan wajah lelah.

"Hei, kenapa diam?"

"Anda benar-benar bajingan seperti yang dirumorkan, Putra Mahkota," ucap Aline dingin.

Wah, kata-katanya menyebalkan sekali ya💢💢

"Benarkah? Kupikir kalian harus berkaca💢"

"Tidak perlu. Kami masih memiliki hati, berbeda dengan anda."

"Memiliki hati? HAHAHAHAHA!"

Keduanya terkejut begitu aku tertawa kencang lalu menatap keduanya dengan pandangan remeh.

"Heh, apa kalian yakin? Setidaknya aku tidak akan mengorban keluargaku hanya untuk kepentingan pribadi, pfftt.."

Aku menatap Aline Ferone dengan tatapan mengejek.

"Jadi, bagaimana dengan kedua hal yang kusebutkan semuanya?"

"Kami akan memikirkannya dulu, Putra Mahkota," jawab Marchiones Ferone yang mulai tenang.

"Hm? Aku tidak menyuruh kalian berpikir, tapi aku memaksa."

"Anda..!" Marchiones bangkit dari duduknya dan menunjukku dengan wajah marah.

"Marchiones, kau tau aku siapa bukan? Lebih baik kau menurut jika tidak ingin aku membawa permasalahan ini ke Kaisar saat ini juga."

Aku tersenyum dengan wajah tampanku, tentu saja itu bukan senyuman tulus, itu lebih ke senyum sarkas dimana aku tidak mau mereka membantah ucapanku.

"Dan mengenai Marquis Browkel, aku akan meminta agar kalian memberitahuku apa yang kalian lakukan pada Marquis Browkel sehingga kondisi menjadi semakin memburuk."

"Dan apabila kalian menolak menjawab, investigasi besar-besaran akan kulakukan dan mungkin bukan hanya satu rahasia kalian yang terbongkar, tapi semuanya," ancamku.

-----

Pada akhirnya, karena urusanku belum selesai aku terpaksa bermalam di Mansion Ferone. Marquis baru saja sadar sore tadi, dan aku berniat menemuinya secara resmi besok.

Mereka menjaga ketat ruangan dimana Marquis Ferone dirawat. Dan berpikir tidak mungkin aku akan datang kesana dengan penjagaan yang ketat seperti itu.

Tapi, aku ini Halilintar. Siapa yang bisa melarangku untuk pergi?

"Al, sudah siap?"

"Ini kali kedua aku menyamar sebagai pelayan."

Rambut hitam dengan mata violet itu menatapku dengan tatapan datar. Aku menatap pantulan wajahku dicermin, rambut pirang dengan mata hitam.

"Pelayan apanya? Kita menyamar sebagai ksatria bodoh," ujarku.

Penyamaran yang cukup baik. Kami akan menyamar sebagai ksatria yang bertugas. Kurang lebih 20 menit lagi adalah waktu para penjaga untuk bertukar, dan aku memanfaatkan itu untuk masuk ke ruangan Marquis Ferone dirawat.

"Yang Mulia, ini barang-barang yang anda butuhkan."

Gopal menyerahkan sebuah kantong kecil berisikan beberapa botol dan kertas.

"Ayo pergi."

Kami keluar melalui jendela, melompat turun ke lantai 2 dan masuk melalui jendela yang terbuka diruang musik.

Dua penjaga yang asli sudah dibereskan sebelumnya oleh Gopal dan Sai, jadi aku tidak perlu khawatir. Dengan begitu kami bisa meminjam wajah para penjaga itu dengan tenang menggunakan sihir penyamaran milikku.

Kami berjalan menelusuri lorong panjang, kemudian berbelok kearah kanan diujung lorong. Ada beberapa ruangan dengan pintu besar di lorong ini, membuat kami sedikit penasaran.

Aku bisa merasakan secara samar mana yang berasal dari setiap ruang di lorong ini.

"Al, menurutmu apalagi yang mereka sembunyikan?"

"Kenapa?"

"Meski samar, ada energi mana yang terpancar disetiap ruangan yang kita lewati."

"Hem entahlah. Aku juga ingin tau," jawab Al.

"Apa kau tidak ingat? Mungkin saja kau pernah mencari tahu sebelumnya?"

"Aku tidak yakin, ingatanku terbagi-bagi karena beberapa hal yang tidak bisa kujelaskan."

Aku hanya diam mendengar jawaban Al, mengapa dia terus mengatakan itu? Apakah ada sesuatu yang tidak bisa ia katakan padaku? Cih, padahal aku juga membantunya sebagai Halilintar.

"Hei kami datang!" Aku berujar keras ketika melihat orang-orang yang berjaga didepan ruangan Marquis Ferone.

"Kalian datang lebih awal?" tanya salah seorang dari mereka.

"Ya, itu lebih baik daripada terlambat bukan?" ujar Al.

"Oh itu benar. Baiklah, kalian akan berjaga hingga pagi besok. Kami akan kembali besok, selamat berjaga."

Setelah memastikan kedua orang ksatria penjaga itu pergi, aku langsung saja masuk diikuti Al yang sebelumnya memberi sihir ilusi didepan pintu.

"Itu dia, terbaring bagaikan kodok yang tidur."

"Kasar sekali haha," ucapku terkekeh mendengar ucapan Al.

Aku langsung saja mengeluarkan botol kecil yang kubawa, membuka tutupnya dan memasukkan cairan itu kedalam mulut Marquis Ferone.

Sebuah cahaya keemasan muncul diikuti mata Marquis Ferone yang tiba-tiba saja terbuka.

"Aduh! Kaget aku!"

Aku langsung saja melambaikan tanganku didepan wajah Marquis, memastikan bahwa cairan dibotol itu bekerja apa tidak.

"Hei, ini benar-benar bekerja? Apa Count Argan berniat menggunakan Air Mata Ratu Peri juga untuk hal seperti ini dimasa depan?"

Benar, ini cairan yang berhasil Solar dan Al curi dari Count Argan beberapa waktu yang lalu.

"Iya, Count Argan menggunakannya pada para Pangeran, namun aku tidak terlalu ingat kapan waktunya. Seingatku itu setelah ayah mati."

"Hei, ayah tidak akan mati. Jangan khawatir."

Al hanya menatapku datar, lalu kembali fokus pada Marquis Ferone.

"Marquis Ferone, apa kau mendengarku? Mulai sekarang, kau harus mengikuti semua perkataan yang diucapkan oleh Putra Mahkota Halilintar Zyn Arter Glacius. Dia adalah seseorang yang hebat. Apapun yang kau lakukan, kau harus mengatakan kejujuran jika ia bertanya. Apa kau paham?" Al memulai dengan memberikan doktrin pada Marquis Ferone.

Aku menatap Al datar ketika ia menyebut dirinya sendiri 'hebat'.

"Hei hei, kau yakin Al?"

Al menatapku dengan pandangan datar.

"Coba saja."

Aku lalu menatap Marquis dan berbicara padanya.

"Marquis, turun dari kasurmu dan angkat tanganmu."

Seperti robot, Marquis Ferone turun dari kasurnya dan melakukan apa yang aku lakukan. Aku bahkan memastikannya beberapa kali dengan menyuruhnya beberapa hal aneh yang kemudian berakhir aku digeplak Al.

"Berhenti. Apa sih yang kau lakukan?" kesal Al.

"Eh? Aku hanya memastikan hehehe," tukasku.

Ia memutar bola matanya malas lalu menyentuh dahi Marquis Ferone.

Ia menggunakan sesuatu dan sebuah cahaya putih muncul.

"Apa yang kau lakukan?"

"Aku menanamkan sihir pelacak. Karena inti elemen kita sama, kau juga bisa merasakannya."

"Bukankah milikmu sudah tercampur dengan mana dragbel? Apa tidak masalah?"

Al menggeleng lalu pergi untuk duduk di kursi yang ada di ruangan itu.

"Sekarang giliranmu." Al berujar padaku.

Aku menghela napasku lalu mengangguk.

"Mulai saat ini, apapun yang kau lakukan, kau harus melaporkannya padaku, terutama jika itu mengenai Count Argan. Beritahu aku semua yang dia katakan."

"Dan, jangan biarkan Count Argan tau mengenai ini. Sekali saja kau ketauan, maka aku tidak akan segan membunuhmu."

"Laksanakan perintah anda, Yang Mulia."

Aku menghela napasku lega. Ini berjalan lebih lancar dari dugaanku. Dengan begini, aku memprediksi bahwa besok pembicaraan kami mungkin agak lancar.

"Al, kau sudah selesai memeriksa yang lain?"

Al mengangguk.

"Hei, ini hanya firasatku ya, entah mengapa kemungkinan Count Argan sudah mengetahui soal kedatangan kita kesini."

Aku mendekatinya, memberikan sebuah kelereng kecil yang kutemukan di meja yang mengarahke tempat tidur Marquis.

"Sepertinya Count Argan memantaunya dari sini. Sehingga kapanpun ia tidak membutuhkan Marquis, ia tinggal memotongnya."

"Benar, sial. Ini bahkan belum masuk ke cerita utama.." gumamku..

Bahkan debutante belum dimulai, sial sepertinya aku terlalu menganggap remeh semua ini.

"Hei Al, setelah kita kembali kau harus melanjutkan ceritamu."

"Kenapa?"

"Aku butuh informasi lebih lanjut mengenai Count Argan.Dan juga, jika kau membantuku itu ceritakan saja semuanya langsung! Jangan dibagi menjadi beberapa bab dongg!!"

Al menatapku yang tengah kesal dengan pandangan tenang.

"Tidak semudah itu Halilintar."

"Lalu ngapain kalau gitu kau membantuku? Apa yang membuatmu sulit mengatakannya?"

Al hanya tetap dia bahkan ketika aku menatapnya dengan tatapan tajam.

"Lihat! Kau bertingkah seperti ini lagi. Tak bisakah kau mempercayaiku? Kau ingin ending yang bahagia dan mereka semua selamat kan? Aku juga, aku juga mau mereka selamat dan aku bisa kembali!"

"Kembali? Ini tempatmu Halilintar," balas Al serius.

"Hah! Apa kau hanya menangkap kalimatku yang itu? Sial yang benar saja."

Aku berjalan menuju jendela dan membukanya lebar-lebar, bersiap untuk melompat keluar.

"Sudahlah, apapun yang kau pikirkan sekarang, aku harap kau benar-benar menceritakannya. Aku tidak bisa membuat rencana yang lengkap jika apa yang kau ceritakan tidak lengkap," ucapku tegas.

Aku lalu melompat begitu saja, meninggalkan Al yang mungkin saja masih terdiam ditempatnya.

------

Pagi tiba dan kami dengan segera berbicara dengan Marquis. Marquis ditemani oleh seluruh keluarganya, yang menatapku dengan pandangan was-was. ini menyebalkan.

Aku melirik Al yang hanya diam disebelah Gopal. Ia bertengger(?) dibahu Gopal dengan wajah yang tertunduk.

Apa dia masih kepikiran tentang yang semalam?

"Marquis, aku harap kau menjawab dengan jujur pertanyaan ini. Tidak perlu khawatir soal Count Argan, aku akan menjaga rahasia ini sampai bukti yang tepat keluar. Dan kau akan kujadikan saksi saat itu terjadi."

Marquis Ferone mengangguk dengan wajah lesunya.

"Ayah, apa ayah baik-baik saja? Jangan memaksakan diri," ujar Aline yang terlihat khawatir.

"Yang Mulia, apa anda benar-benar akan menepati kata-kata anda itu?" tanya Marquis Ferone.

Aku mengangguk lalu menatapnya dengan tatapan serius. "Kau bisa memegang kata-kataku."

Dengan ragu, Marquis Ferone membuka mulutnya dan berujar dengan tatapan serius.

"6 bulan yang lalu, Tuan Count datang ke kantor wilayah saya saat hujan badai turun. Count Argan membawa seseorang dengan tudung hitam dan menjanjikan pada saya kekayaan yang ada di wilayah Ferone dan Browkel akan menjadi milik saya."

"Seseorang dengan tudung hitam? Apa dia pria atau perempuan?" tanyaku.

"Saya yakin dia adalah seorang pria. Ia adalah seorang penyihir dan ia terlihat cukup dengan Count Argan. Sebenarnya, akibat perang yang terjadi 8 tahun yang lalu menyebabkan inti elemen saya hancur dan saya merahasiakan itu dari keluarga saya. Count Argan mengetahui hal itu dan mengancam saya dan meminta agar saya bekerjasama dengannya. Karena saya yang saat itu frustasi dengan keadaan wilayah saya, saya mengiyakan permintaan itu dan menjadi bawahan dari Count Argan."

Aku mendengarkan dengan seksama. Sesaat aku berpikir apakah pria bertudung itu adalah Penyihir Gelap?

"Saat itu.. saya merasakan aura yang sedikit mencurigakan dari Count Argan."

Aku dan Al tersentak langsung menatapnya dengan tajam.

"Aura apa?!"

"Kainggg!?"

"Ah..!" Marquis Ferone yang terkejut dengan Al yang tiba-tiba saja terbang kearahnya.

Aku menarik dragbel itu kuat dan mendudukkannya disebelahku.

"Tenanglah Al!"

"Ma-maafkan saya.. saya terkejut.." Dengan kalimat terbata-bata, Marquis menatap kami takut.

"Lanjutkan kalimatmu."

"A-aura disekitar Count Argan sangat berbeda dari yang saya tau. Saya yakin bahwa Tuan Count selalu membawa hawa positif yang selalu membuat orang-orang merasa nyaman. Tapi saat itu.."

Marquis terdiam sejenak, mengingat kembali ketika saat itu ia berbicara dengan Count Argan. Tubuhnya mendadak terasa kaku dan aura tak menyenangkan tersebar disekitar Count Argan. Ia ingat saat itu tubuhnya juga gemetar ketika ia ingin menolak permintaan Count Argan.

"Saya seperti berada didepan kematian."

Kematian, segelap apa aura itu hingga Marquis berpikir seperti itu?

Aku mendengarkan dengan seksama. "Lalu, apalagi yang terjadi?"

"Ada alasan yang membuat saya ragu untuk menjual Tambang Darol no. 13 pada anda. Saat itu, Count Argan meminta agar tambang itu dihancurkan saja, saya berkata akan memikirkan itu terlebih dahulu, dan kemudian ketika putri saya mengalami demam kejang akibat eksperimen yang kami lakukan---"

"A-ayah!" Ganesh yang juga bersama mereka berteriak dengan raut panik.

"Eksperimen?" Aku menatap mereka dingin.

"Bu-bukan begitu.. Yang Mulia.. itu.."

"Katakan padaku eksperimen apa itu," ucapku dingin.

"Yang Mulia!"

"Aku tidak ingin mengulangi ucapanku lagi." Aku menatap Ganesh tajam, lalu beralih pada Marquis Ferone.

"Itu adalah eksperimen untuk menggabungkan inti elemen lain pada seseorang yang memiliki inti elemen yang berbeda. Dan saat itu Count Argan meminta agar putri saya ikut serta dalam eksperimen itu."

"Suamiku.. apa yang kau katakan sekarang ini? Apa maksudmu Aline terlibat dalam semua ini?"

Marchiones menangis karena terkejut. Ia melihat Aline dan Marquis secara bergantian.

"Saat itu saya menolak dengan keras permintaan itu, namun entah apa yang terjadi tiba-tiba saja surat yang menyatakan bahwa Aline bersedia untuk mengikuti eksperimen itu tiba dan cap keluarga Ferone pun tertulis jelas disana."

Marquis terus berbicara, mengabaikan Marchiones yang sudah menangis.

"Pada akhirnya, putri saya datang. Saya mengatakan itu hanya untuk pemeriksaan sihir biasa, namun setelah ruangan itu tertutup saya mendengar suara teriakan Aline dan berusaha untuk mendobrak pintunya namun gagal. 10 menit kemudian Aline keluar dengan keadaan lemas dan malamnya ia demam kejang selama seminggu. Lalu setelah ia sembuh, terjadi keanehan pada tubuhnya. Ia tidak bisa menggunakan inti elemen Tanah miliknya, namun sebuah angin muncul ketika ia menggunakan inti elemen miliknya. Saya terkejut dan merasa bingung sehingga saya pergi menemui Count Argan dan beliau berkata..."

"Bersyukurlah karena di masa depan nanti putrimu akan menjadi salah pahlawan yang menjatuhkan tiran. Karena itu, hancurkan saja tambang itu dengan kemampuan baru anakmu."

Mendengar itu membuatku sedikit terkejut, begitupun Al yang sepertinya mulai marah nyaris berubah menjadi manusia.

'Aku akan memukulmu jika kau berubah disini, Al,' ancamku.

Al terkejut dan mencoba menarik napasnya, mencoba menenangkan diri.

"Nona Ferone, apa kau mengetahui ini?" tanyaku serius.

Aline Ferone hanya terdiam dengan wajah tertunduk.

"Yang Mulia.. bisakah saya bicara?" Ganesh berujar dengan ragu.

"Bicaralah."

"Saya secara tidak langsung juga mengetahui mengenai eksperimen ini. Eksperimen ini dikenal dengan 'Lux Aertenitas' atau cahaya keabadian." Ganesh berbicara dengan nada ragu.

"Lux Aertenitas? Jelaskan apa itu."

"Ayah, saya akan menceritakannya, saya tidak ingin keluarga kita hancur." Ganesh menatap Marquis Ferone kemudian menatap ibu dan saudarinya.

Apa ini, mengapa seperti sedang syuting drama saja?

"Saya mendengar percakapan ayah saya dengan Count Argan sesaat setelah sihir elemen Angin adik saya muncul. Tuan Count mengatakan bahwa itu adalah kekuatan yang dibutuhkan dimasa depan dimana bukan hanya keturunan kaisar saja yang akan bisa memiliki lebih dari 1 inti elemen. Tuan Count mengatakan bahwa adik saya gagal dan inti elemen Tanah miliknya hancur sehingga sebuah inti elemen pengganti akhirnya dimasukkan secara paksa pada Aline. Saya marah dan berniat untuk melaporkan pada Yang Mulia Kaisar mengenai ini, namun mulut saya seolah terkunci setiap kali saya ingin melapor."

'Terkunci? Maksudnya dia diancam untuk menutup mulutnya?'

"Kainggg!!"

"Hm, Al bertanya, katakan apa maksudmu yang tidak bisa melapor, mengapa kau tidak melaporkannya dalam bentuk surat atau lainnya."

Ganesh menunduk dengan raut wajah takut. "Saya diawasi. bahkan saat inipun saya juga merasa seperti itu. Ketika anda datang kemarin saya berusaha agar semua ini tidak terbongkar sehingga keluarga saya mungkin akan selamat, tapi ternyata saya salah. Maafkan saya, Yang Mulia."

"Padahal gelar kalian bahkan lebih tinggi dari Count Argan, tapi kalian selemah ini dihadapan seorang Count? Lucu sekali," sinisku.

"Anda tidak mengetahuinya Yang Mulia! Count Argan memiliki kekayaan yang bahkan hampir menyamai seorang Duke!"

"Begitukah? Jadi menurutmu aku berada dibawahnya?"

Ganesh tersentak mendengar ucapanku dan langsung berlutut dihadapanku.

"Tidak, Yang Mulia! Mohon maafkan saya! Anda jauh lebih diatas kami semua!"

Aku hanya bisa menghela napas mendengar itu. Aku mulai lelah dengan semua ini.

"Jadi intinya ada seseorang bertudung hitam datang bersama Count Argan? Apa mereka merencanakan Lux Aertenitas bersama?"

Marquis Ferone dan Ganesh mengangguk. "Benar Yang Mulia, saya tidak akan menyangkalnya lagi."

Marquis Ferone lalu mengangkat tangannya untuk memanggil seorang pelayan. Tak lama seorang pelayan datang dengan membawa sebuah gulungan kertas ditangannya dan beberapa tumpukan buku tebal.

"Yang Mulia Putra Mahkota, ini adalah dokumen kepemilikan Tambang Darol no.13."

"Suamiku! Apa yang kau lakukan?" Marchioness tersentak ketika Marquis memberikan dokumen itu padaku.

"Istriku, aku minta maaf atas apa yang kulakukan pada kalian, terutama pada kalian Aline, Ganesh. Ayah bukanlah ayah yang baik."

"A-ayah.."

"Yang Mulia, saya sudah memberikan apa yang anda inginkan. Jadi bisakah anda menepati janji anda? Dalam buku-buku ini tertulis apa saja yang sudah terjadi. Saya selalu menulisnya untuk berjaga-jaga. Saya harap ini bisa membantu. Sekali lagi saya mohon maaf, Yang Mulia."

Marquis menundukkan kepalanya padaku. Aku menatap gulungan kertas yang ada ditanganku.

"Baiklah, aku akan menerima tambang ini dan juga bukti yang kau berikan padaku."

Marquis Ferone mendesah lega mendengarnya/

"Jangan berpikir bahwa kau sudah bebas, Marquis. Ingatlah bahwa kau juga harus memberitahu semua rencana Count Argan lainnya dan menjadi mata-mata untukku juga. Lalu Marquis, kau harus memberikan penawar untuk Marquis Browkel dan menemui mereka untuk menjelaskan semua perbuatanmu."

"Saya akan berusaha melakukan perintah anda, Yang Mulia," ujar Marquis Ferone.

"Ya, kau harus melakukannya. Aku mungkin tidak semudah itu membunuhmu, tapi jika kau tidak melaksanakan ketiga perintah itu, bersiaplah untuk mati." Aku memberi ancaman.

Aku menghela napas kasar. Merasa pusing dengan keluarga Ferone ini. Tapi setidaknya aku sudah menyelesaikan permintaan Ice, sisanya biar Ice dan Nona Browkel sendiri yang menyelesaikannya.

"Dan kau Ganesh Ferone, datanglah menemuiku di istana Minggu depan. Jika orang yang kau takuti itu curiga, katakan bahwa kau berniat datang dengan alasan akademik. Apa kau paham?"

Ganesh dengan segera mengangguk. "Baik, Yang Mulia, saya akan melakukannya."

Aku menyerahkan dokumen kepemilikan itu pada Gopal dan bangkit dari dudukku.

"Marquis, terima kasih untuk kerjasamamu. Meski begitu, kalian tetap harus bertanggungjawab dengan apa yang kalian lakukan."

"Saya akan melaksanakan apapun hukumannya, Yang Mul-- UGHHH!!"

"Ayah!"

Aku menatap dingin Marquis yang terjatuh dengan tangan yang memegangi dadanya.

"Itu balasan dariku karena kau sudah menyakiti Asern, nikmatilah racun itu selama beberapa jam kedepan."

Aku pergi meninggalkan mereka yang panik. Amarahku masih belum padam, ditambah lagi ketika mendengar apa yang mereka katakan tadi membuatku merasa kacau.

Kami keluar dari mansion Ferone dan bergegas kembali ke istana.

"Sir Browkel, awasi keluarga Marquis Ferone, cari semua data tentang mereka, baik itu kejahatan maupun kebaikan yang mereka lakukan."

"Laksanakan perintah anda, Putra Mahkota!"

"Acrowl, cari tau siapa pria bertudung yang bersama dengan Count Argan, cari tau dengan detail mengenai itu."

"Baik, Yang Mulia."

Sekarang yang aku perlukan adalah mendengar lebih lanjut cerita dari Al dan memperbaiki kembali rencanaku. Sial, sepertinya aku tidak akan bisa tidur nyenyak karena permasalahan yang akan datang.

.

.

.

.

.

.

To Be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro