• SEMBILAN •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Yvone.. Zewid?"

"Iya. Kau lupa?"

"Hahaha, kurasa karena sibuk aku jadi melupakan dia deh?"

Ice menatapku dengan pandangan aneh sebelum mendengus.

"Akan lebih baik saat kembali nanti kau interogasi dia juga, mungkin dia punya informasi yang bagus."

Aku mengangguk. "Aku akan mengobati lukaku dulu."

"Okay."

Aku pergi meninggalkan Ice.

Yvone.. kenapa dia muncul sekarang? Seharusnya dia belum muncul. Apa yang sebenarnya terjadi? Kurasa aku butuh Solar untuk menanyakan soal ini.

"Dame, kau melihat Solar?" tanyaku.

"Pangeran Arven berada disana, kapten."

Dame Holfer menunjuk keberadaan Solar yang mendekat kearah mereka.

"Hei Halilintar, aku punya sesuatu untuk dibi--"

Solar menghentikan ucapannya dan melotot melihat sosok terbang disebelah Halilintar.

"Drag--!"

"Pedang Solar!"

Solar mengeluarkan pedang miliknya dan menyerang Al tiba-tiba, Al yang diserang pun hanya bisa menghindar.

"Kemari kau! Dasar monster!"

Wah tunggu dulu!? Kenapa dia tiba-tiba menyerang begini?

"Wah wah Solar tunggu dul---!"

Sratttss blarrr!!

Bola-bola cahaya milik spirit Solar mengarah dengan cepat kearah Al.

'Hei hentikan dong!' Al berteriak dalam pikiranku.

Gila! Apa yang Solar lakukan!?

"Solar berhenti! Al bukanlahh--"

"BOLA GERHANA!"

What the-- gila! Mau ngapain dia pake kekuatan penuh gitu!?

"Solar Zyn Arven Glacius! Berhenti sekarang juga! Ikatan cahaya!"

Aku terpaksa mengeluarkan spirit cahayaku dan mengikat Solar yang menggila. Menggagalkan aksinya mengeluarkan salah satu senjata terkuatnya itu

Solar tentu saja memberontak keras. Aku terpaksa menyuruh Dame Holfer agar pergi dulu untuk mengurusi Solar.

Solar yang mau tidak mau pun mendengarkan penjelasan ku sembari mengomel-mengomel seperti tetangga kos-ku dulu.

"Bisakah kau tidak sembarangan menyerang!? Kau mau orang lain terkena seranganmu itu!!?" omelku.

"Kau pasti gila Arter! Kemarin kau membawa seorang gadis, sekarang kau membawa anak dragbel!? Wahhh! Kau itu benar-benar tidak waras ya!"

"Kau pasti sudah tidak waras. Apa kau berniat membunuh kita semua?"

"Astaga! Sebenarnya ada apa denganmu?! Apa kau kehilangan akal warasmu sehingga kau membawa makhluk yang jelas-jelas merupakan bagian dari kegelapan!? Kau gila!!"

Dialog yang sama dengan yang ada di novel. Aku tidak harus menjawab menggunakan dialog Halilintar yang asli kan?

"Dia jinak." Aku menjawab dengan datar.

Beruntung aku tidak membawa wujud asli dragbel seperti yang Halilintar asli lakukan. Kalau yang asli, aku pasti akan kesulitan.

"Jinak?! Kau pasti bercanda!" teriak Solar kesal.

"Arven, kurasa itu tidak masalah. Dia sedari tadi patuh sekali dengan kakak pertama. Dan dia masih berupa bayi dragbel kurasa."

Taufan muncul sembari membawa beberapa kayu yang diangkatnya dengan spiritnya.

"Axer! Apa kau tidak lihat makhluk apa yang dibawa si putra mahkota ini!?" Solar menunjuk Al dengan raut marah.

"Dragbel Axer! Dragbel! Makhluk yang juga menyerang Asern dan Arzen tadi!"

Aku melirik Al yang sibuk melirik sekitar, ketika mata kami bertatapan, aku melempar sinyal padanya.

'Apa?' tanya Al dengan bingung.

Beruntungnya, dengan wujud itu, aku bisa berkomunikasi dengan Al melalui pikiran, sehingga tidak akan ada yang mengira bahwa aku gila karena berbicara sendiri.

'Setidaknya bantu aku! Aku susah payah memindahkan mu yang tanpa wujud itu tau!'

'Cih, urus saja sendiri. Kau pasti bisa.'

'Hahhh!? Al kau benar-benar--!'

"Halilintar! Kau dengar tidak sih!?"

"Lebih baik kau bunuh Dragbel ini sekarang sebelum dia membuat masalah! Atau aku yang akan membunuhnya!" Ia sudah mengeluarkan pedang solarnya lagi.

'Arven dan mulut pedasnya itu tidak hilang juga.' 

Al berujar kesal. Matanya yang berwarna violet itu menatapku serius.

"Aku yang akan bertanggung jawab jika Al membuat kekacauan." Aku hanya bisa menghela napas pusing

"Al!? Kau bahkan sudah memberinya nama?! Kau benar-benar-- umphhhhhh!!"

"Berisik," ucapku dingin sembari membekap mulutnya.

"Hmp!? Emphhh!!!" Solar terus memberontak, akhirnya aku melepaskan tanganku dan melotot padanya.

"Diam, atau aku akan menghukummu!"

"Dasar gilaa!" kesal Solar.

Aku mendengus kesal dan mengelus Al yang berada di sebelahku. Menunjukkan pada Solar bahwa Al tidak berbahaya.

"Oh iya kakak pertama, bagaimana keadaan segel petir?" tanya Taufan mengubah topik pembicaraan.

"Itu sudah baik-baik saja. Untuk dua hari kedepan pasukan akan fokus untuk menghabisi monster yang tersisa dan mengurus rakyat yang kehilangan tempat tinggal karena banjir dan penyerangan ini."

"Seharusnya kita sudah bisa memulai menghabisi para monster itu siang ini, tapi aku terlambat karena serangan dragbel tadi. Jadi kita akan mulai saat malam tiba."

Taufan dan Solar mengangguk.

"Oh ya kakak pertama, apa kau tau kalau Gempa bertengkar dengan ksatriamu?"

Arzen? Bertengkar dengan ksatriaku? Siapa?

"Siapa?"

"Itu, si Hannah Holfer itu."

WHAT!? Kok bisa? Bukannya mereka itu seharusnya saling suka pada pandangan pertama?

Aku menggeleng. Sudahlah, mungkin saja mereka berdebat tentang suatu hal. Pada akhirnya mereka tetaplah tokoh utama yang akan berakhir bahagia di novel. Iya kan?

"Biarkan saja, mungkin mereka berdebat mengenai sesuatu yang penting," ucapku.

"Oh Arven, Axer, kalian berhasil menangkap Baron Zewid."

"Ya, dia sedang diinterogasi oleh sir Browkel dan Sir Acrowl." Taufan menjawab sembari meletakkan kayu-kayu yang dibawanya ke dekat perapian.

Aku rasa tidak perlu bertanya mengenai apa yang dilakukan kedua anak itu tentang cara mereka menangkap Baron Zewid.

"Aku dan Axer sudah menginterogasinya tadi, tapi dia tidak mau membuka mulutnya. Bahkan walau aku dan Axer mengancamnya dengan spirit kami," kata Solar, terlihat kesal.

"Akan lebih baik jika kau yang melakukannya, kak," ucap Taufan.

Aku mengangguk, lalu berpikir sejenak.

"Aku berdiskusi dengan Ice mengenai Yvone Zewid." Aku berujar serius.

"Yvone Zewid? Memangnya si baron tua itu punya anak?"

Taufan menyeletuk.

"Kau tau Baron Zewid itu playboy tua, dia salah satu anaknya kurasa."

"Jadi, maksudmu perempuan yang pernah kau tangkap itu anak haram dari Baron Zewid? Tunggu, apa kau berencana menginterogasinya?" tanya Solar.

"Tentu, Ice juga berpikiran begitu."

"Tapi, bukankah dia tidak menjawab apapun? Kau dulu menangkapnya karena dia membunuh salah satu anggota pasukanmu bukan?" ucap Taufan.

"Kok kau tau?" tanyaku curiga.

"Aduh kakak pertama~ Kau kan tau aku suka mengganggumu~ Jadi diam-diam aku menguping pembicaraan para ksatria saat itu, hehehe~"

Bletakk!

"Aduhhh! Sakit tauu!" rengut Taufan ketika aku menjitaknya.

Yvone, si penyihir sekaligus pembunuh bayaran. Perempuan dengan rambut hitam dan mata coklat muda, tubuhnya tinggi dan besar. Dia adalah orang yang royal pada Gempa karena Gempa menyelematkannya dan membantunya bertahan hidup.

Halilintar memang membebaskan Yvone, tapi itu tidak membuat Yvone tidak membencinya.

Yvone membenci Halilintar karena sikap dingin dan tak peduli Halilintar pada Gempa. Dia jugalah orang pertama yang menemukan Halilintar saat ratu Althea dan putri mahkota tewas.

"Solar, yang aku tau, Yvone adalah salah satu penyihir cahaya?"

"Oh iya, itu benar. Kenapa?"

Aku melirik Taufan. Kurasa akan lebih baik jika aku menyembunyikan ini dari para pangeran lainnya.

'Akan lebih baik jika kita bertanya tentang Yvone hanya pada Solar,' ujar Al.

Al menatapku serius.

'Kenapa? Apa karena dia penyihir cahaya? Tapi dia bukanlah pemilik spirit cahaya.'

'Tentu saja bodoh. Penyihir ya penyihir, sekalipun sama, sihir dengan spirit elemen berbeda. Dasar bodoh.'

Aku menatap Al penuh kekesalan. Dasar makhluk halus tidak waras! Awas saja jika dia tidak menceritakan tentang dirinya.

"Tidak apa, aku hanya bertanya saja," jawabku. Solar mengangguk.

"Taufan, tolong bantu aku mengobati beberapa lukaku."

"Ya!?" Taufan menatapku terkejut.

"Se-serius nih!? Aku boleh ngobatin kakak?"

"Iya, tolong ya. Kutunggu."

Aku pun pergi, meninggalkan Taufan yang menatapku terharu.

Cuma ngobatin doang loh, dia sampai terharu gitu?

Halilintar yang asli benar-benar gila.

~•~•~•~•~•~

"Kau memanggilku?"

Solar menatapku dengan tatapan bingung. Aku menyuruhnya duduk.

"Duduklah Arven. Ada hal penting yang ingin kukatakan padamu."

"Kau tau kalau Yvone adalah penyihir elemen cahaya kan?" Aku berujar tanpa melihatnya.

Tanganku fokus mengerjakan dokumen mengenai kondisi Serlon saat ini.

Disebelahku ada Gopal yang membantuku.

"Ya, aku sudah mengatakannya tadi kan."

Aku meletakan pena buluku dan menatapnya serius.

"Arven, apakah seorang penyihir cahaya bisa melakukan perjanjian dengan iblis?"

"Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu?" tanya Solar curiga.

"Ini mengenai Count Argan."

"Count Argan? Bukankah dia salah satu bangsawan yang ada dipihak kami?"

Benar, saat ini fraksi para bangsawan terdiri dari 2, yaitu fraksi yang membela Halilintar dan fraksi yang membela para pangeran lainnya.

Dari keenam adik Halilintar, Gempa adalah pangeran yang mendapat dukungan paling banyak sebagai calon kaisar dimasa depan.

Tapi, mendengar ucapan bahwa Ice adalah pewaris takhta kedua setelah Halilintar membuatku bingung.

Jelas saja, di novel Ice sama sekali tidak tertarik dengan takhta dan akhirnya Gempa maju menjadi pewaris takhta kedua. Apakah ini adalah sesuatu yang terjadi diluar novel? Atau Ice menjadi pewaris takhta sebelum konflik dimulai?

"Aku tau."

"Lantas? Apa kau berencana melakukan sesuatu agar salah satu dari kami tidak merebut posisimu?" ujar Solar tak terima.

Aduh, gini nih kalau ngomong ke Solar. Harus debat dulu-,-

"Hahh, tak bisakah tenang dan mendengarkan alasanku dulu?"

Solar mendengus kemudian menatapku dengan pandangan kesal.

"Saat ini Count Argan berencana melakukan pemberontakan."

"AP--"

"Dengarkan dulu Arven!" Aku langsung melotot begitu Solar hendak memotong ucapanku.

"Kau tau bukan kalau keluarga Argan adalah salah satu keluarga pemilik sihir cahaya. Rusaknya segel elemen dan kekacauan yang terjadi di Serlon akhir-akhir ini berkaitan dengannya. Baron Zewid mengatakan bahwa ia menerima perintah dari seseorang untuk menjadikan Serlon sebagai wilayah tumbal untuk iblis."

Aku sudah menginterogasi Baron Zewid habis-habisan sore tadi. Pada awalnya ia tidak mau mengaku, namun setelah aku membeberkan semua kebusukannya akhirnya dia menyerah dan menjelaskan awal dari semua yang terjadi di Serlon.

"Melihat dari silsilah kelurga Baron Zewid, aku mencurigai bahwa Baron Zewid memiliki hubungan khusus dengan countess Argan dulu."

"Kenapa kau berpikir begitu?" tanya Solar, curiga.

"Keluarga Zewid bukanlah keluarga penyihir Arven. Mereka adalah keluarga pedagang tanpa bakat sihir. Bagaimana bisa Yvone yang adalah anak haram dari Baron Zewid memiliki sihir cahaya?"

Solar nampak berpikir keras. Aku tau tidak mudah untuk Solar mempercayaiku. Tapi, jika benar Countess Argan memiliki hubungan dengan Baron Zewid, itu mungkin saja jika Yvone memiliki sihir cahaya.

"Aku tidak bisa mempercayai itu." Solar menatapku datar. "Jika kau memanggilku hanya untuk mengatakan hal bodoh seperti itu, lebih baik aku pergi."

"Kau akan menyesal jika melewatkan ini. Karena hanya kau yang kuberitahu Arven," ucapku dingin.

Solar terlihat tidak percaya. Aku menatapnya serius. Aku memberi kode pada Gopal agar membawakan sesuatu.

Gopal mengangguk dan mengambil sebuah dokumen dari sebuah lemari. Ia menyerahkan dokumen itu pada Solar yang langsung dibaca olehnya.

Solar melotot dan kemudian menatapku murka.

"Apa-apaan ini Arter!? Dokumen palsu macam apa ini!? Apa kau menuduh Count Argan sebagai pemberontak!? Dia pamanmu! Apa kau berniat menghancurkan kami dari orang-orang terdekat kami!?"

Solar berdiri dan melempar dokumen itu. Ia menatapku marah. Manik emas dibalik kacamata kuning itu nampak bersinar. Tangannya mengepal, membuat percikan kecil cahaya muncul.

Itu benar, Leiron Argan adalah paman dari ketujuh pangeran ini. Kakak beda ibu dari sang ayah, kaisar saat ini.

"Aku sudah menduga rekasimu itu akan seperti itu." Aku berujar datar.

"Arven, aku tau kau mempercayai Leiron Argan karena dia adalah paman kita, tapi apa menurutmu posisi count akan sebanding dengan semua yang dilakukannya?"

"Apa?"

"Leiron Argan juga seorang pahlawan perang yang membantu yang mulia kaisar 10 tahun yang lalu. Karena hal itulah dia diberikan gelar count dan wilayah Arbana juga Serlon."

Dan... tujuan utamanya adalah untuk memperalat Gempa hingga menjadikan putranya, David Argan sebagai kaisar. Sayang sekali rencana itu gagal karena ia mati dibunuh Halilintar.

"Apa menurutmu posisi count adalah yang diinginkannya?"

"Tentu saja! Posisi Count terhormat yang diberikan langsung oleh ay--"

"Itu tidaklah cukup Arven, kenapa Leiron Argan tidak mendapatkan tempat yang sama seperti Duke Douter?"

Solar nampak tersentak dan kemudian berpikir. Sepertinya ia sedang berpikir tentang perkataanku ini.

"Saat pesta ulangtahun ayahanda nanti, kau akan melihatnya. Count Argan berencana membunuh yang mulia Kaisar Azarn."

"Bagaimana bisa kau menduga hal buruk seperti itu? Sebelumnya kau berhasil menduga bahwa Dragbel akan muncul, lalu sekarang-- hah! Ini membuatku marah Arter!"

"Aku tidak melarangmu untuk marah. Kau bisa marah padaku karena mengatakan sesuatu yang tak masuk akal bagimu."

Aku bangkit dan mendekati Solar yang masih marah denganku.

"Karena itulah, kupercayakan Yvone padamu. Latih dia sebagai tangan kananmu Solar. Aku mempercayaimu."

"Apa..? Kau gila!" ujar Solar, berteriak.

"Terserah. Aku akan mengurus masalah Baron Zewid yang memiliki hubungan dengan penyihir gelap. Jika apa yang kukatakan itu benar, maka Count Argan adalah seseorang berhubungan langsung dengan penyihir gelap itu."

Aku menepuk bahu Solar.

"Bersiaplah, kita harus berpatroli sembari menghabisi para monster yang tersisa," ujarku lalu meninggalkannya yang masih mencoba mencerna semua perkataanku.

"Yang mulia."

"Sudahlah. Aku percaya Arven tidak akan membocorkannya."

"Tapi pangeran Arven bisa saja menceritakannya pada pangeran Arlen," ucap Gopal serius.

"Thorn adalah salah satu target Count Argan, aku yakin bahkan tanpa kukatakanpun, Arven akan mengetahuinya."

"Kenapa anda sangat percaya diri sekali sih?" Gopal menghela napasnya.

"Karena aku tau seperti apa Arven didalam novel," gumamku.

"Ya..?" Gopal terlihat bingung.

TAP TAP TAP

"ARTER!!"

Aku berbalik, menatap Solar yang terengah karena mengejarku dan Gopal.

"Apa Arlen juga salah satu target paman!? Karena kau tau, ulangtahun ayah bertepatan dengan debutante Arlen!"

Aha, sudah kubilang bukan? Arven itu terkadang cukup peka.

Aku menyeringai. "Sudah kubilang bukan Gopal? Arven itu terkadang cocok dijadikan partner."

~•~•~•~•~•~

Halilintar kembali setelah menyelesaikan misinya. Keenam pangeran lainnya menyusul dibelakang, terlihat lelah.

"Arter~~ Kapan kita akan kembali ke istana?" rengek Taufan.

"Kenapa?"

"Uhh~ Aku tidak tau kalau menghabisi para monster sangat sulit. Aku lelah sekali tauu~!" balas Taufan.

Halilintar hanya menghela napasnya. Tak ingin membalas rengekan pangeran kedua itu. Begitupun Al yang terbang didekatnya.

'Axer berisik!!'

"Arterrr!! Kau dengar tidak sihh! Aku capek!"

"Arterr~ Yuhuu~ Hei dragbel, panggilin tuanmu itu dongg~"

"Halilintar~ Haliii~~"

💢💢💢💢

Bletakk!!

"Diamlah Axer." Blaze menjitak Taufan karena kesal.

"Kau pikir hanya kau yang lelah?" kesal Blaze.

"Adik kedua~ Kau sangat kejamm~!"

Dan suara rengekan manja Taufan serta teriakan kesal Blaze pun menjadi nyanyian yang mengiringi kepulangan mereka ke penginapan.

"Segera beristirahat kalian, besok pagi berkumpul di alun-alun tepat pukul 6 pagi. Jangan ada yang terlambat, bagi yang bertugas malam ini laksanakan tugas kalian dengan baik."

"Baik kapten!"

Setelah memberikan arahan, Halilintar pun beranjak ke kamarnya, berencana untuk mengistirahatkan tubuhnya. Ia melihat bahwa keenam adiknya sudah pergi lebih dulu saat ia sedang berbicara dengan para prajurit.

"Gopal, sir Browkel dan juga dame Holfer juga beristirahatlah. Kita bahas rencana kita lagi besok."

"Laksanakan perintah anda kapten."

Halilintar mengangguk puas, lalu melirik Al yang menganggukkan kepalanya juga. Ia menaiki tangga dengan wajah lelah, tangannya mengusap wajahnya yang sedikit berkeringat.

Namun telinganya menangkap suara ledakan kecil yang berasal dari kamar sebelah, tempat dimana Solar berada.

'Kau temui Arven sana, aku akan masuk duluan,' ujar Al lalu meninggalkan Halilintar.

"Hahh, apa yang dilakukan anak itu? Bukannya beristirahat kenapa dia malah melakukan uji coba?"

Halilintar menghela napas dan mengetuk pintu itu, suara berisi langsung terdengar hingga pintu terbuka, menampilkan sosok Solar dengan wajah belepotan dan tangan kirinya yang memegang sebuah botol berisi cairan berwarna merah muda.

"What the-- pfttt!"

Halilintar tentu saja mencoba menahan tawanya melihat penampilan kacau Solar.

"Solar.. sebenarnya.. apa yang kau lakukan? Pfftt--"

"Ugh! Kau mau apa? Aku sedang sibuk!"

"Kau tidak beristirahat?" tanya Halilintar, masih mencoba mengontrol tawanya.

"Lalu bagaimana dengan tugas darimu? Aku harus menyelesaikannya segera tau!"

"Itu bisa dilanjutkan besok. Daripada itu... hahaha bisakah kau bersihkan wajahmu yang berwarna merah muda itu? Itu terlihat konyol hahaha!"

"Apa!?"

Solar langsung mengusap wajahnya dengan tangan, noda berwarna merah muda pun terlihat jelas menempel ditangannya.

"Dan juga bagaimana bisa ramuan itu berwarna sama dengan noda diwajahmu? Hahaha! Kau sepertinya sangat menyukai warna merah muda ya."

Tawa Halilintar terdengar pelan, namun itu terlihat menyeramkan untuk Solar.

Kakak pertama jadi gila, dia baru saja tertawa karena warna ramuanku!?

Solar terlihat syok karena dua kali melihat Halilintar tertawa. Namun ia segera mengesampingkan itu dan bertanya.

"Apa maumu?" ujar Solar kesal.

"Istirahatlah dulu, kau bisa menyelesaikan misi dariku besok hahaha," jawab Halilintar sambil tertawa.

"Ck, ayolah. Aku harus melihat apa omonganmu itu benar atau tidak!" seru Solar.

Halilintar menghentikan tawanya dan tersenyum tipis, tangannya merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah saputangan berwarna putih.

"Bersihkan wajahmu dulu," ujar Halilintar, memberikan saputangan itu.

"O-oh.." Solar menerima itu dengan canggung.

"Kalau kau tidak keberatan, boleh aku masuk?"

Solar mengangguk. Halilintar pun masuk dan sedikit berdecak melihat betapa berantakannya kamar Solar dengan berbagai macam botol ramuan, beberapa kristal sihir dan lainnya.

"Kau membawa seberapa banyak sampai kamarmu penuh seperti ini?"

"Aku hanya memanfaatkan spiritku," jawab Solar malas. "Aku akan mencuci saputanganmu sebelum mengembalikannya."

"Ambil saja. Aku masih punya banyak."

Solar menatap Halilintar tak percaya.

"Jadi, apa yang kau temukan?"

"Aku menghubungi sekretaris paman Leiron untuk menanyakan apa saja kegiatan yang dilakukan paman selama 3 bulan terakhir."

"Lantas?"

"Tidak ada hal yang mencurigakan Arter, apa kau yakin dengan ucapanmu itu?"

"Kau yakin sekretaris Count Argan tidak membohongimu?"

"Siapa dia, berani sekali membohongi pangeran??" Solar berujar pede.

"Bahkan Kaisar pun ditipu olehnya, lantas kau yang hanya seorang pangeran sudah tentu bukan apa-apa untuknya."

Solar mendengus kesal, menyetujui ucapan Halilintar dalam hati.

"Hah, baiklah. Aku akan menjadikan Yvone muridku."

"Tapi kau harus tau satu hal Arven, Yvone itu lebih tua darimu beberapa tahun, jadi akan sulit untukmu mengontrolnya," ucap Halilintar, menyeringai kejam.

"Kau benar-benar--! Kau tau aku paling malas meladeni seseorang yang keras kepala!!"

"Kenapa? Bukankah bagus? Kau jadi ada teman untuk debat," balas Halilintar santai.

"Arter kau-- ugh! Menyebalkan! Baiklah aku terima!"

Halilintar tertawa kecil kemudian mengusap kepala Solar.

"Terima kasih. Sekarang istirahatlah, besok lanjutkan lagi. Aku akan mengecualikanmu untuk patroli besok."

Solar terdiam, terlalu syok.

"Okay, aku pergi. Selamat beristirahat."

Setelah pintu tertutup, Solar tersadar dan mengusap kepalanya. Barusan.. apa Halilintar mengusapnya? Mengusapnya dengan lembut?

Kenapa.. ini terjadi? Apa putra mahkota benar-benar gila seperti yang dikatakan Blaze?

Solar teringat jelas dulu Halilintar sangat tidak menyukainya karena ia sering mengganggu latihannya.

Ada rumor yang beredar kalau Halilintar mengalami benturan dikepalanya saat latihan seorang diri beberapa minggu lalu. Apa dia benar-benar terbentur?

"Aghh! Ini menyeramkan! Aku tidak terbiasa dengan sikap ramah Arter!!" teriak Solar frustasi.

"Tenang Arven, ayo tenang. Kita selesaikan dulu misi ini." Soalr berusaha menenangkan dirinya.

Ia membereskan kekacauan di kamarnya ini. Namun bayangan Halilintar yang mengusap kepalanya terus saja muncul, membuatnya menghela napas.

"Ini tidak adil. Aku kira dia tidak menyayangiku," ujar Solar.

"Dia seperti dulu saat kami masih belum diperkenalkan secara resmi sebagai pangeran kekaisaran ini." Solar bergumam pelan.

"Kakak yang lembut dan sering tertawa seperti Axer."

"Haruskah aku benar-benar berpikir bahwa ucapannya tentang paman Leiron itu benar?"

Solar menatap spirit cahaya miliknya. Seperti milik Halilintar, hanya saja spirit milik Halilintar adalah spirit istimewa yang sudah lama tidak muncul. Ia mengayunkan tangannya pelan, beberapa bola cahaya pun muncul dan berterbangan disekitarnya.

"Aku merasa iri padamu Arter. Kekuasaan ada di tanganmu, lantas, kenapa kau terlihat tak menikmatinya?"

Solar merasa kalau Halilintar memang dingin dan tak peduli, tapi dia selalu terlihat kosong. Setiap ketujuh pangeran berkumpul, Halilintar selalu waspada, padahal disekitar mereka banyak ksatria hebat yang berjaga.

"Bahkan hingga kau dilantik menjadi putra mahkota pun, kau semakin dingin. Lantas apa yang membuatmu berubah tiba-tiba?"

Solar menghela napasnya lalu kembali membaca dokumen yang diberikan oleh Halilintar. Ini adalah misi rahasia pertamanya dari Halilintar. Bukankah itu artinya Halilintar menyuruhnya untuk menjadi mata-mata dari Count Argan?

Tidak terduga sekali. Kenapa Halilintar tiba-tiba saja berpikir bahwa Count Argan melakukan pemberontakan? Apa yang sebenarnya direncanakan Halilintar? Solar lantas mengfokuskan pikirannya. Sebuah cahaya berwarna kuning muncul dan mulai terbentuk menjadi seekor kupu-kupu.

"Pergilah dan awasi kediaman keluarga Leiron Argan. Laporkan semua kegiatannya padaku."

Ini adalah salah satu kemampuan rahasia yang dimiliki oleh Solar dan Halilintar. Keduanya bisa membentuk energi mana mereka menjadi sebuah spirit pengintai. Solar sengaja menempatkan spirirt pengintai itu tanpa diketahui oleh Halilintar. Karena ia ingin memeriksa sekaligus mendengarkannya sendiri apakah itu benar atau tidak.

"Jika kau hanya ingin mempermainkanku, kau tidak akan kumaafkan Arter."

~•~•~•~•~•~

Halilintar menghela napasnya. Ia tidak bisa memejamkan matanya sama sekali. Tubuhnya terasa berat dan lelah, tetapi matanya tidak mau menutup sama sekali. Ia melirik Al melalui ekor matanya, menatap sosok dragbel kecil yang sedang menatap langit malam.

"Apa yang kau lihat Al?" tanya Halilintar.

'Kegelapan malam, yang terkadang membuatku lelah.'

"Wow, kau cukup puitis, bung."

Al tak menjawab. Angin berhembus memasuki kamar, membuat rambut Halilintar menjadi berantakan akibat sapuan angin yang masuk.

"Aku penasaran dengan masa lalumu, Al," ujar Halilintar mendekati Al.

Al meliriknya, manik violet itu bersinar terkena cahaya bulan.

'Halilintar, ceritakan tentang dirimu.'

Halilintar menoleh. "Maksudmu kehidupanku sebelumnya?"

Al mengangguk. Halilintar tersenyum tipis. 

"Hmm, aku dulu adalah seorang pria berusia 23 tahun yang hidup sendiri tanpa orang tua. Aku hanya fokus bekerja sebagai seorang pelayan restoran dan guru privat, tak memiliki teman dan hanya fokus bekerja hingga malam tiba. Aku mempunyai dua orang adik laki-laki, namun mereka meninggal bersama orang tuaku dalam kecelakaan besar saat aku berusia 15 tahun."

"Saat itu aku baru saja pulang bekerja saat aku menemukan novel tentang Halilintar dan keenam adiknya. Aku membaca itu dan merasa kasihan pada sosoknya. Aku tanpa sadar mengatakan padanya bahwa dia begitu bodoh. Tanpa tau bahwa aku akan terjebak dalam dunia ini."

Halilintar menghentikan ceritanya sejenak. Ia melihat pantulan wajahnya pada kaca yang ada disebelah kirinya.

"Kau tau Al, aku sangat terkejut ketika tau bahwa aku menjadi Halilintar. Aku membohongi semua orang, berkata bahwa aku kehilangan ingatan dan berusaha mengubah masa depan dari sosok Halilintar. Aku berusaha menjadi Halilintar agar tidak ada yang curiga, dan berharap aku bisa memperbaiki hubungan Halilintar dengan keluarganya. Jika itu terjadi, mungkin saja aku bisa kembali."

'Kau ingin kembali ke kehidupanmu sebelumnya?'

Halilintar terdiam, ia tersenyum tipis lalu melanjutkan ceritanya.

"Tapi tidak mudah untuk melakukan itu. Ada kalanya aku merasa lelah dan canggung saat bersama mereka. Aku benar-benar ingin berbaikan dengan mereka."

'Kau sudah berusaha Halilintar,' ujar Al.

Ia terbang mendekati Halilintar dan menepuk pundak pemuda itu dengan sayapnya.

'Sesuai janjiku, aku akan menceritakan sedikit tentangku, tentang dunia ini.'

Halilintar mendengarkan dengan serius.

'Halilintar, apa kau percaya reinkarnasi?'

"Kurasa percaya atau tidak, itu tidak penting menurutku."

'Begitu? Bagaimana jika Halilintar sebenarnya sudah berulang kali mengalami reinkarnasi?'

"H-huh?"

'Halilintar.. kau adalah Halilintar yang kesekian yang kembali untuk menyempurnakan cerita ini.'

'Begitupun denganku, namun sepertinya Dewa memberiku kesempatan untuk membantumu.'

Al mengibarkan sayapnya, sebuah cahaya merah terang muncul dihadapan mereka.

'Percaya atau tidak, energi mana dan spiritmu bisa membuat kita kembali mengulang waktu, melewati berbagai dimensi dan kembali menjadi Halilintar Zyn Arter Glacius, sosok pangeran yang menyedihkan itu.'

.
.
.
.
.

To Be Continued

Halooo~ Mari kita melihat bagaimana suasana adik kakak antara Arter dan Arven terlebih dahulu. Yang mungkin penuh debat hahaha~

Saya mulai dari Arven (Solar) karena saya suka sama karakter ambisius dia.

Semoga kalian suka chapter ini yaa~

See you next chapter~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro