• TIGA •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku bisa melihat wajah terkejut Gempa. Ya wajar saja, mana mungkin Halilintar akan mengatakan sesuatu seperti itu padanya kan?

Mungkin saja dia berpikir bahwa Halilintar saat ini sedang tidak waras.

"Jika kau sudah paham, ayo kembali."

Aku berdiri, diikuti Gempa yang mengangguk.

"Yang mulia, ah maksud saya Halilintar, boleh saya mengatakan ini?"

Hm? Firasatku kok tidak bagus ya?

"Apa?"

"Saya... sejujurnya saya tidak menyukai anda sejak anda terpilih menjadi putra mahkota," ujar Gempa.

"Saya merasa bahwa anda adalah orang yang kurang tepat untuk posisi itu. Maafkan saya."

Ah, benar kan. Gempa pasti sangat membenciku, ah maksudnya Halilintar..

"Ahaha begitu ya.."

"Maaf karena sudah lancang, Halilintar."

"Tak apa, itu hakmu. Apa kau membenciku atau tidak, aku tidak peduli."

Saat ini, kira-kira ekspresi Gempa bagaimana ya? Aku tidak bisa melihat itu karena dia berjalan dibelakangku.

Kami keluar setelah selesai bicara, dan menemukan Gopal yang tergopoh-gopoh datang kearahku.

"Yang mul--ah tuan!"

"Ada apa?"

"It-itu.. panger-- ah maksud saya tuan Asern!"

Ahhh, apa dia mengacau lagi?

"Kenapa dengan Asern?" tanya Gempa.

Amar yang tampaknya gelisah langsung meminta agar kami berdua mengikutinya.

Aku sungguh berharap dia tidak membuat kekacauan disini.

•~•~•~•~•~•

Tidak, sepertinya doaku tidak terkabul.

"Apa-apaan ini?" tanyaku ketika melihat Blaze sedang berkelahi dengan seseorang yang lebih kecil darinya.

"Perempuan ini! Beraninya dia memanggilku bodoh!"

"Anda memang bodoh! Apa anda mau membakar tempat ini?!"

Apa!? Membakar?

"Apa yang kau lakukan, Blaze?" tanya Gempa bingung.

"Aku hanya ingin membantu mereka kok! Katanya mereka kalau malam merasa takut dengan gelap, jadi aku membuatkan lilin api dari kekuatanku."

"Tapi... sepertinya kebesaran deh.."

Aku menatapnya cengo. Maksudnya dia mau membuat obor?

"Memang sebesar apa?" tanyaku bingung.

"Tuan bisa melihatnya sendiri diluar!"

Aku langsung berlari keluar bersama Gempa dan menganga melihat betapa besarnya api yang ada. Beruntungnya dibelakang panti asuhan ini adalah sebuah lapangan luas. Bayangkan saja, api itu sangat besar! Sangat sangat besar hingga seolah-olah api itu akan menghancurkan tempat ini dalam sekali serang.

BLAZE!!! KAU MAU NERANGIN SATU RUMAH ATAU SATU NEGARA SIH!???

"Dimana Ice!?"

Aku menoleh  dengan panik kekanan kiri dan menemukan pangeran kelima itu sedang duduk santai sambil bercanda dengan beberapa anak kecil.

"ICEE! Bantu padamkan api itu!"

Ice menoleh. Ia melirik api itu sebentar lalu kembali melanjutkan acara bermain dengan bola es.

"Males kak."

A-apa!? Males!!???

"Kau tidak lihat betapa besarnya api itu!?" omelku.

"Lihat. Suruh aja Blaze batalin sihirnya."

💢💢💢

"Ice Zyn Azer, cepat padamkan api itu atau aku yang akan memadamkannya," ancamku kesal.

Ice sontak terkejut, ia langsung berdiri dan mengeluarkan kekuatannya.

Cahaya putih kebiruan muncul dari tangannya. Ice memejamkan matanya erat dan kemudian membuka matanya, menampilkan manik aquamarine miliknya yang bersinar.

Tiba-tiba saja cahaya itu melesat cepat kearah api milik Blaze dan memadamnya dalam sekejap. Tak lama kemudian, muncullah butiran-butiran salju kecil dari ledakan api milik Blaze dan kekuatan es milik Ice.

"Wah salju! Ada salju!!" Beberapa anak nampak senang dan bermain dengan salju lokal milik Ice itu.

Aku menghela napas lega dan kemudian menatap tajam Blaze.

"Blaze Zyn Asern, ikut aku, kau juga," ujarku pada Blaze dan anak yang bertengkar dengan Blaze.

Kami masuk kedalam dan menemukan salah seorang ibu pengasuh menatapku dengan tatapan khawatir.

"Tu-tuan, mohon maafkan ketidaksopanan kami..",

Pengasuh yang kuketahui bernama Vivian ini menunduk ketakutan.

"Apa yang terjadi?" tanyaku pada anak perempuan yang bertengkar dengan Blaze.

"Tuan dengan tudung jingga ini hendak membakar panti ini!"

"Apa!? Aku tidak!"

"Lalu sihir itu apa!? Saya tau anda adalah penyihir, tapi anda bisa asal melakukan itu!"

"Apa kau bilang!? Statusku bahkan lebih tinggi dari itu! Aku bukan penyihir! Aku kan juga sudah bilang tidak sengaja!"

"Tidak sengaja? Apa anda bodoh? Atau anda masih belum bisa mengontrol kemampuan anda?"

"Blair! Jangan bertindak tidak sopan pada tamu," nasihat pengasuh tadi yang ternyata adalah kepala panti ini.

"Ibu Vivian! Tuan inilah yang bersalah! Jika saja tuan tudung biru muda itu tidak mendinginkan api itu, bukannya api akan merambat dan membakar rumah kita!?"

"Aku tidak ada niat begitu!!" marah Blaze tak terima.

"Sudahlah, berhenti saling menyalahkan. Apa ada yang mau menjelaskan lagi selain mereka?" tanyaku kesal.

Aku memijat keningku pusing. Pantas saja Halilintar paling benci jika melihat Blaze membuat masalah dulu. Anak itu benar-benar tidak bisa diam dan selalu membuat kekacauan.

Thorn mengangkat tangannya ragu. Aku mengerenyitkan dahiku heran.

"Uhm.. kakak pertama, sebenarnya itu salahku.."

Hah? Salah si pangeran polos?

"Apa maksudmu? Jelaskan dengan rinci."

"It-itu.. uhm.. aku berpikir kalau malam hari... mungkin akan cantik jika mereka bisa memiliki cahaya seperti is-- maksudku seperti dirumah! Jadi aku... aku meminta tolong agar kakak keempat membantu untuk.... membuatnya."

"Nona ini juga sudah melarang, tapi aku dan kakak ngeyel, jadi.. ya begitu... maafkan aku.." ujar Thorn lesu.

Tunggu, apa yang dia maksud adalah api abadi yang ada di taman melayang Xierol? Api abadi milik spirit Api yang terkenal dari kaisar pertama itu?

Ini gila. Bagaimana bisa mereka ingin membuat itu?

"Kalian, kecuali adik-adikku, keluarlah. Aku harus bicara dengan mereka."

Semua orang kecuali para pangeran tetap berada disini.

'Sepertinya kau menjadi lebih baik untuk sekarang.'

Apa itu? Sebuah suara?

'Aku bisa mempercayai mereka padamu.'

Apa sih itu? Apa cuma halusinasi saja? Daripada memikirkan itu, bukankah aku harus menyelesaikan masalah ini dulu?

"Blaze, aku tidak tau apa yang kau pikirkan hingga membuat api sebesar itu." Aku memijat kepalaku pusing.

Mataku menatapnya penuh kekesalan. Tapi nampaknya ia tidak peduli.

Blaze hanya mendengus kesal.

"Hey putra mahkota, kan yang salah kak Blaze, kok aku dan yang lainnya kena juga?"

Hahh, aku tidak tau kalau Solar itu sangat menyebalkan seperti ini.

"Bukankah sebelum aku berbicara dengan Gempa, aku sudah bilang agar kalian bermain bersama dan jangan membuat masalah?"

"Uuh-- itu kan--"

"Dan Ice, Blaze melakukan sesuatu seperti itu, kenapa kau diam saja?"

"Ya, aku kan tidak mau ikut campur."

Hadeh pusing kepalaku..

"Jangan bermain-main, Ice," kesalku.

"Dan Blaze, kau seharusnya tau kan jika itu bisa membahayakan anak-anak panti asuhan ini?"

"Uhm? Ini panti asuhan?" tanya Blaze bingung.

"Kau bodoh ya? Jelas-jelas mereka bilang tadi tidak punya orang tua kan?" ejek Taufan.

"Diamlah Taufan! Kau tidak membantu tau!" kesal Blaze.

"Pffttt--- kau bahkan masih tidak bisa mengontrol kemampuan elemenmu, kkkk," tawa Taufan.

"Axer! Kauuu!!!" Blaze yang nampaknya cukup kesal langsung melemparkan bola api kearah Taufan, yang tentu saja langsung dihalangi oleh bola angin Taufan.

Mereka terus saling menyerang hingga aku hanya bisa menganga.

"Hei! Hentikan kalian berdua!" teriakku kesal.

'Hentikan mereka. Mereka berisik.'

Aduh suara siapa sih di kepalaku ini!? Daripada ngomong gitu, mending bantuin kek!

Aku langsung membuat barier pelindung agar ruangan ini tidak hancur oleh mereka berdua. Gempa dan Ice sendiri berlindung dibalik tanah pelindung milik Gempa.

"Woy Blaze! Taufan! Lihat-lihat dong kalau mau nyerang!" seru Solar dibalik pelindung cahaya miliknya. Dibelakangnya nampak Thorn yang ketakutan.

"Aku sama yang lain ikutan kena tau!" lanjut Solar.

"Hahaha! Dasar lemahhh~~~"

"TAUFAN!!"

"Gempa hentikan mereka," perintahku dingin.

"Berhenti kalian berdua! Tangan tanah! Tahan keduanya!"

Tiba-tiba sebuah tangan tanah mencengkram tubuh keduanya erat. Membuat Taufan dan Blaze tidak bisa bergerak.

"Akh! Apaan nih!?" Taufan meronta-ronta kuat.

"Arzen! Lepasin donggg!!" Blaze berujar penuh amarah.

"Bagaimana bisa kalian berkelahi didepan yang mulia putra mahkota?" marah Gempa.

Keduanya saling melengos ketika Gempa memarahi mereka. Aku sendiri hanya menghela napas. Tapi, entah kenapa sedikit rasa senang melihat mereka bertengkar kecil didepanku.

Halilintar yang asli selalu saja mendapat kalimat datar ataupun dingin dari adik-adiknya, kecuali Taufan dan Thorn.

Tapi, setelah kejadian itu, Taufan dan Thorn bahkan menjadi seperti duri yang beracun bagi Halilintar.

Halilintar yang pada awalnya berharap pada keduanya tidak bisa melakukan apapun lagi.

Arggh! Entah kenapa dadaku terasa sakit.

'Maaf.'

Akhh! Suara apalagi sih? Maaf apaan coba?

"Sudahlah. Blaze, minta maaflah pada ibu panti dan katakan bahwa kau berjanji tidak akan melakukan hal berbahaya seperti itu lagi."

Blaze merengut namun tetap mengangguk.

"Gempa, lepaskan mereka."

Gempa mengangguk lalu menghilangkan kekuatannya, kedua remaja laki-laki itupun langsung saling menjauh dan bertatapan dengan sinis.

"Aduh tanganku," ujar Taufan, memijat tangannya.

"Taufan, berhentilah mengejek saudaramu. Kau mau kuhukum ya?" Aku berujar dingin.

"Iya iya, maaf.."

"Dan kamu Blaze, jangan terus-terusan membuat masalah. Temui ibu Vivian dan minta maaf atas kejadian tadi," perintahku pada Blaze.

"Sekarang?"

Aku melotot kesal. "Ih iya iya! Sensitif sekali sih!" gerutu Blaze.

Blaze lalu keluar dari ruangan dengan membanting pintu keras.

Sifat nakalnya itu benar-benar deh..

"Jadi, bagaimana menurut kalian?" Aku melirik para pangeran lainnya.

"Apanya?" tanya Solar bingung.

"Tempat ini, penyamaran kita. Bagaimana menurut kalian?"

"Aku merasa kasihan," komentar Taufan.

"Aku.. tidak tau harus berkata apa." Gempa juga terdiam.

"Mereka menyedihkan," ujar Ice datar.

"Aku ingin membantu mereka," ujar Thorn.

"Mereka gila." Hah? Solar kayaknya kau deh yang gila.

"Begitu?"

"Lalu Blaze, ah aku lupa dia sedang meminta maaf." Aku memijat kepalaku pusing.

"Dan Solar, apa maksudmu dengan 'mereka gila'?"

"Ya, mereka bercerita dengan penuh semangat bahwa kau sangat baik, dan lembut. Memang tidak tersenyum, tapi kau bahkan tidak pernah melakukan itu pada kami," ujar Solar datar.

"Makanya kupikir mereka gila karena putra mahkota kan orang yang tidak memiliki hati," lanjutnya tajam.

Hening sesaat. Aku meringis mendengar pernyataan Solar.

Halilintar, kau benar-benar pilih kasih dengan adikmu ya!

'Ya, tolong maafkan kesalahan bodohku itu.'

Ehhh!?? Tadi apaan?!

"Entah kenapa firasatku kok nggak bagus ya sejak Blaze keluar tadi." Tiba-tiba Ice bersuara dengan pelan.

Walau ia nampak seperti bergumam, aku bisa mendengarnya dengan jelas.

"Apa maksudnya?" tanyaku pada Ice. Ice hanya mengangkat bahunya tak tau.

Waduh, kalau Ice bilang begitu, bukannya artinya itu serius?

Selain Halilintar, Ice adalah salah satu dari dua pangeran kekaisaran yang memiliki dua jenis spirit. Halilintar memiliki kesemua spirit elemen, terutama elemen petir. Sedangkan Ice hanya memiliki 2 spirit elemen, yaitu elemen air dan elemen es.

Mungkin terdengar sama, tapi kedua elemen ini memiliki sifat yang berbeda hingga Ice pun bisa memiliki dua kepribadian juga.

Dan karena itu, ia adalah salah satu pangeran terkuat yang memiliki kemampuan dalam merancang strategi.

Dan semua firasat miliknya itu hampir 85% benar semua. Hm, kalau begitu, apa Blaze membuat masalah lagi?

"Entahlah, hanya saja, aku berpikir Blaze melakukan hal bodoh lagi," gumam Ice lagi pelan.

"Kalau begitu ayo kita keluar," ujarku.

Kelima pangeran itu mengangguk dan mengikutiku. Dan benar saja, sesaat setelah aku membuka pintu, nampak Gopal, Amar, Fang dan Stanley berjaga didepan dengan raut panik.

"Ada apa ini?"

"Ya-yang mulia i-ini.."

"SA-SALAM KAMI HANTURKAN PADA YANG MULIA PUTRA MAHKOTA DAN YANG MULIA PANGERAN!"

"Mohon maafkan ketidaksopanan kami tadi!"

Doeng!!

Tiba-tiba saja seluruh penghuni panti asuhan ini menundukkan kepala dan tubuh mereka hormat. Termasuk nyonya Vivian dan gadis bernama Blair tadi.

Ah, bagaimana bisa ketauan? Jangan bilang... mata rubi milikku langsung menyisir seluruh tempat ini, mencari keberadaan Blaze.

"Kok? Kan kita tidak..?" Solar, Gempa dan Thorn nampak kebingungan.

"Blaze Zyn Asern!!!!" omelku pada Blaze yang menggaruk kepalanya diujung ruangan.

"Ahahaha.. aku tidak sengaja keceplosan ehehe," ujar Blaze tanpa dosa.

Ahhhh~~ Kenapa aku masuk ke dunia ini(༎ຶ ෴ ༎ຶ)

•~•~•~•~•~•

Sejak kejadian disalah satu panti asuhan milik Halilintar beberapa hari yang lalu, aku memberi hukuman pada Blaze untuk tidak keluar dari kamarnya selama 3 hari.

Obat yang kupesan untuk Ice pun sudah datang sesaat setelah aku kembali ke istana. Aku ingin memberikannya pada Ice langsung, tapi.. bagaimana caranya ya??

"Hm? Hm?" Aku menggoyangkan botol berisikan butiran-butiran obat alergi untuk Ice.

"Gopal."

"Ya yang mulia."

"Antarkan benda ini ke kediaman pangeran Azer."

"Ya? Kenapa anda tidak memberikannya langsung saja?"

"Haruskah?" tanyaku.

Gopal mengangguk semangat. "Tentu saja! Anda kan kakaknya!" ujar Gopal semangat.

"Begitukah?"

Gopal tersenyum tipis. "Yang mulia, mungkin saya lancang karena sudah berkata seperti ini."

Aku menatap bingung Gopal.

"Anda jauh lebih ramah dari sebelumnya menurut saya. Anda mulai memperhatikan yang mulia pangeran dan juga tidak gila darah lagi."

Hahaha, tentu saja. Aku kan bukan Halilintar•́  ‿ ,•̀

"Menurutmu aku seperti apa dulu?"

"Anda kejam. Anda sangat dingin, tidak punya hati, gila kerja, tidak punya hati, lalu galak, uhm apalagi ya?"

"Hei, kau menyebut tidak punya hati dua kali???" ujarku datar.

"Iya! Bayangkan dulu anda membuat saya berlatih ditengah badai salju hanya karena saya lupa menghapalkan sumpah ksatria!"

"Itu mah wajar, kan kau yang salah."

Aku berujar cuek. Hampir 2 minggu lebih aku tinggal didunia. Selama itu pula aku selalu mendapatkan bisikan-bisikan setan(?) yang terkadang terdengar menyedihkan dan kadang juga memberi masukkan padaku.

Ya walaupun aku juga bisa berbicara dengan bisikan setan itu.

Aku juga mulai memiliki ingatan-ingatan milik Halilintar dulu.

Tidak ada ingatan yang bagus-,-

Yang ada hanya ingatan putih hitam yang terlihat menyedihkan.

'Hei, cepat temui Azer!'

"Kau berisik sekali deh," ucapku kesal.

"Yang mulia! Saya kan hanya menyampaikan pendapat saya," ucap Gopal sedih.

Bukan, bukan kau yang kumaksud Gopal, tapi si bisikan setan itu.

"Sudahlah, aku akan keluar. Kau pergilah."

"Anda ingin kemana?"

"Menemui Ice."

------

'Tempat ini tidak berubah.'

"Apa maksudmu?" Aku berbisik pelan. Aku bisa dicap gila jika berbicara dengan bisikan setan itu.

'Pikir saja sendiri.'

"Cih, dasar bisikan setan!"

'Aku bukan bisikan setan sialan!'

Aku memilih masa bodo. Kudengar Ice sedang ada ditempat latihan militer bersama Taufan dan Blaze.

Sebuah arena besar terlihat didepanku. Arena besar dengan para prajurit dan ksatria yang berlatih dengan penuh semangat.

Disalah satu sisi arena, nampak dua orang remaja sedang berlatih dengan kekuatan spirit elemen masing-masing.

"Ohoho kau tidak akan bisa mengalahkanku Blaze~~"

"Taufan brengsek! Awas kau! Bola api!"

"Wahahahaha, gitu doang? Pelindung Taufan!"

Aku hanya cengo melihat mereka berlatih dengan tingkah seolah-olah ingin saling membunuh.

'Kenapa cuma Axer dan Asern? Azer dimana'

"Iya ya, Ice dimana?"

"Disini."

Aku langsung melihat keatas dan terkejut melihat Ice yang sedang bersandar dengan mata terpejam disalah satu dahan pohon.

"Astaga! Ice!"

"Hoammm... nyam nyam nyam.."

Anak itu membuatku kaget saja!

"Ice!? Apa yang kau lakukan!?"

"Tidurlah."

Apa? Tidur!? Apa yang dipikirannya hanya tidur?

'Anak itu masih saja sama. Hei, suruh dia turun dan push up 250 kali.'

"Hahh??!!! Kau gila ya!?" bisikku syok.

Memangnya apa kesalahan Ice? Dasar bisikan setan gila.

'Dia itu pangeran. Bagaimana bisa dia memanjat pohon dan tidur diatas sana seperti orang bodoh?'

Hah! Apa-apaan itu?

"Ice turunlah, ada yang ingin kuberikan."

Aku mengabaikan perkataan si setan itu.

"Huh?"

"Makanya turun." Aku berujar datar.

Ice menghela napasnya dan kemudian melompat. Dia mendarat didepanku, menyibak rambut hitam berkilaunya.

Dia tampan sekali! Aku beruntung memiliki wajah seperti itu!

"Jadi, ada apa yang mulia?"

"Hoh? Kubilang panggil namaku saja kan?"

"Okay Halilintar, mau apa kau?"

Aku ragu-ragu ingin memberikan obat yang kubawa disaku celanaku. Tapi, jika aku tidak memberikannya, Ice akan terus merasakan sakit karena alergi miliknya.

"Ini." Pada akhirnya akupun memberikan obat itu.

Ice menerimanya dengan bingung.

"Aku tidak sakit," jawabnya datar.

"Itu untuk alergimu."

Ice melotot sebelum melempar botol obat itu.

"Barier ice."

Wushhh

Sebuah kubus dingin tipis tiba-tiba saja muncul dan menghalangi area sekitar agar tidak bisa mengetahui apa yang terjadi didalamnya ataupun mendengarkan pembicaraan kami.

"Apa maksud anda?"

Wow, dingin sekali.

"Kau tidak sopan, melempar obat pemberian kakakmu."

Ice nampak tak mengindahkan ucapanku.

Mata aquamarine miliknya bersinar, menunjukkan bentuk kewaspadaannya.

"Omong kosong. Aku tidak memiliki alergi."

Hohoho, apa kau sedang berbohong?

"Oh ya?"

Aku mengambil botol obat yang dibuang oleh Ice tadi dan membukanya.

"Ada 30 butir didalam sini. Untuk berjaga-jaga jika kau butuh."

"Yang mulia putra mahkota, apa anda berniat menyingkirkan saya?"

'Hei, kau gila ya!?'

Kenapa juga aku harus menyingkirkan Ice? Niatku hidup damai tau!

"Untuk apa anda meracuni saya? Ah, apa karena saya adalah pewaris kedua kekaisaran? Saya sama sekali tidak menginginkan tahta yang mulia."

Hah? Bukannya pewaris kedua itu Gempa?

"Tunggu, bukannya Gempa pewaris kedua?"

'Benar, seharusnya Arzenlah pewaris keduanya.'

"Anda pikir saya bodoh? Pangeran Arzen kan hanya memiliki satu spirit elemen."

Ice menatapku dengan pandang menusuk.

"Jawab, apa anda ingin memperkuat posisi anda?"

Aku menghela napasku kesal lalu mendekat ke Ice yang masih waspada.

Takk!

"Aduh!"

Aku menjitaknya karena kesal.

"Bodoh, kau pikir aku tidak tau kalau kau punya alergi kacang?"

"Tidak! Itu tid--"

"Jangan berbohong, pangeran. Kau tidak bisa menipuku," ucapku dingin.

"Hei apaan nih? Woi Ice! Kau bicara dengan siapa didalam!"

Suara Taufan terdengar berisik.

"Hei Taufan, ayo kita hancurkan barier ini!" Diikuti suara Blaze yang riang.

Blarr! Blarr!!

"Akh! Dua badut itu benar-benar," kesal Ice. Menatap barier es miliknya yang terus diserang dengan api dan angin.

"Aku tidak ada niat membunuhmu." Aku berujar dingin.

"Jika aku ingin membunuhmu, aku hanya perlu menyerangmu dengan semua spirit milikku."

"Ambil dan makan obat ini saat kau butuh. Aku tau kau tidak mungkin menghindari kacang karena reputasi keluarga kerajaan, tapi jika kau benar-benar tidak ingin, cukup katakan kau tidak ingin."

"Jangan paksakan tubuhmu merasakan semua rasa sakit itu."

"Kenapa anda begini?"

"Hm?"

"Anda kan membenci kami. Kenapa anda perhatian dengan saya yang menyembunyikan kelemahan besar keluarga kerajaan?"

Aku menghela napasku lelah.

"Ice, kau menyembunyikan itu untuk melindungi kami. Karena itu, biarkan aku mengetahuinya dan melindungimu."

"Kenapa?"

"Karena kau kembaranku."

Ice terpaku sejenak. Ia mengambil botol ditanganku.

BLARRR!!!

"Fyuhh, susah juga ya ngeruntuhin barier ini-- eh?"

"Oh kakak pertama~! Halooo~~" Taufan menyapaku riang.

"Oh adik ketiga! Kau sedang apa? Bariermu tadi kuat sekali loh!"

Ice hanya mendengus dan berbalik. Meninggalkanku, Taufan dan Blaze begitu saja tanpa sepatah kata.

"Ada apa? Kalian bertengkar?" tanya Blaze bingung.

"Tidak kok, hanya saling mengobrol."

"Apa kau yakin? Ice terlihat seperti menahan sesuatu," sinis Blaze.

"Itu rahasia kami."

Blaze menatapku kesal namun tak membantah.

"Aku akan kembali, lanjutkan saja latihan kalian."

"Baik!"

~•~•~•~•~•~

"

Karena kau kembaranku."

Ice diam sambil memperhatikan botol obat yang Halilintar berikan.

Manik aquamarine miliknya menatap langit malam dengan raut tak terbaca. Ucapan Halilintar siang tadi terus terngiang-ngiang di kepalanya.

"Dia berubah."

Ice kemudian melirik cemilan malam miliknya, puding buah dan salad dengan bumbu kacang.

Dulu, setiap memakan itu, Ice hanya diam meringkuk dikamarnya. Menahan rasa sakit dan panas akibat alergi yang dimilikinya.

Tapi ia tidak bisa mengatakan itu. Jika ia mengatakan itu, kaisar dan ratu bisa saja membuangnya karena satu kelemahan itu.

Namun tingkah putra mahkota akhir-akhir ini membuatnya bingung. Ia jadi sering berkunjung ke istana para pangeran, ia jadi lebih ramah. Ya masih jarang tersenyum. Tapi terkadang putra mahkota selalu tersenyum tipis pada mereka. Bahkan ia jadi lebih peduli dengan Blaze yang selalu saja membuat masalah, dan jadi tegas pada Solar yang biasanya dia abaikan.

Ini bagai mukjizat bukan?

"Amar."

"Ya pangeran."

"Coba makan ini."

Ice memberikan sebutir obat itu pada Amar.

"Obat apa ini pangeran?"

Walau begitu, Amar tetap menelan obat itu. Setelah menelannya, baru ia menyadari obat apa yang ditelannya itu.

"Ini... bukankah ini obat alergi?"

"Bukan racun?"

"Apa!? Siapa yang memberikan anda racun!? Katakan pada saya pangeran!"

"Bukan siapa-siapa, kembalilah."

"Lantas racun yang anda maksud?"

"Tidak ada. Kupikir obat itu adalah racun." Ice berujar malas.

"Apa anda baik-baik saja pangeran Azer?"

"Ya, aku akan istirahat."

Amar menunduk paham. "Baik, semoga anda bermimpi hal baik yang mulia."

Amar keluar setelah memberi salam. Meninggalkan Ice bersama dengan kesendirian.

"Karena kau kembaranku."

Ice mendengus kesal setelah menyelesaikan suapan terakhir camilan malam miliknya.

"Ukh.."

Rasa sakit dan panas mulai dirasakan olehnya. Ia lalu melirik obat Halilintar, mengambil sebutir dan menelannya dengan cepat.

"Hah hah hah hah.."

Ice mengusap bibirnya, napasnya yang sebelumnya terengah-engah mulai lancar kembali. Ia bisa merasakan efek dari obat ini.

"Dasar kakak tertua."

.
.
.
.

To be continue

Halooo! Selamat malam! Saya kembali dengan chapter 3!

Bagaimana cerita ini menurut kalian? Saya harap kalian suka❤️

Mohon maaf apabila ada kesalahan atau typo dan lainnya.

Semoga tidak mengecewakan kalian~

See you next chapter ✨






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro