• TUJUH •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Halilintar menatap Sai serius.

"Apa maksudmu? Kau tau itu adalah hal yang tidak mungkin."

Penyihir gelap. Sosok dengan kekuatan magis dan spirit kegelapan yang dapat mengontrol para monster. Penyihir gelap sudah lama tidak terlihat dikekaisaran ini.

Namun bukan pula berarti bahwa mereka sudah tiada. Tapi, melihat segel yang mengalami masalah saat ini, tidak heran jika para penyihir gelap mulai menunjukkan diri mereka.

"Apa buktinya sir Browkel?" tanya Gempa.

Hannah kemudian mengeluarkan kristal berwarna hijau gemerlap.

"Ini adalah kristal Zygard yang bisa merekam segala hal yang terjadi di suatu wilayah."

Kristal itu kemudian mengeluarkan cahaya dan mengeluarkan sebuah gambar seseorang dengan tudung berwarna hitam. Wajah orang itu tertutup sehingga mereka tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Tapi Halilintar bisa melihat adanya aliran mana gelap disekitar orang itu. Mungkin itu benar, bahwa sosok bertudung hitam itu adalah penyihir gelap.

"Ini adalah bukti yang kami dapatkan dari salah satu ksatria penjaga Serlon beberapa hari sebelum kami mengirim pasukan."

"Sesaat setelah kristal ini sampai, kami mendapat pesan dari ksatria penjaga Serlon yang meminta tambahan pasukan untuk membantu."

"Kita tidak bisa asal tunjuk, apa dia benar-benar penyihir gelap atau bukan." Taufan bersuara.

"Benar, sesuai kata kalian tadi, itu masih berupa rumor yang beredar. Tapi tetap berjaga-jaga untuk saat ini," ungkap Halilintar, akan lebih baik jika ia menyembunyikan kecurigaannya itu dulu.

"Baik kapten!"

Halilintar nampak berpikir keras sebelum menatap Taufan dan Solar.

"Taufan, Solar, aku serahkan pada kalian tentang baron Zewid. Tangkap dan bawa dia ke penjara."

"Baik!"

"Ice, Thorn, kalian ikut dengan sir Browkel untuk membantu mengungsikan sementara para penduduk yang tinggal berdekatan dengan perbatasan tempat segel dan hilir sungai berada," perintah Halilintar.

"Gopal, kau ikutlah dengan Taufan dan Solar. Dan sir Browkel bantulah Ice dan Thorn. Aku akan pergi dengan pasukan Thunderbird dan dame Holfer."

"Laksanakan perintah anda, kapten."

"Lalu, Gempa dan Blaze kalian ikut denganku memperbaiki segel perbatasan."

"Untuk saat ini itu perintahku. Seperti biasa, jangan ada yang mati. Kita tidak butuh mayat untuk dibawa pulang."

"Karena aku tidak membutuhkan orang yang mudah mati," lanjut Halilintar dingin.

Semuanya mengangguk paham kecuali para pangeran yang melihat Halilintar dengan tatapan horor.

Dia tidak berubah sama sekali!! pikir para pangeran seram.

"Anu.. kakak.."

"Apa?"

"Apa kami boleh menggunakan kekuatan kami?" tanya Thorn yang sedari tadi hanya diam.

"Gunakan jika perlu. Jangan sampai terluka."

"Kalau kami terluka lalu mati bagaimana?" tanya Blaze.

Tingg!

Pisau steak yang sedari tadi dimainkan Halilintar terjatuh, menimbulkan suara bising pelan.

Untuk beberapa saat tidak ada jawaban. Baik para pangeran maupun Gopal dan ketua pasukan juga melihat Halilintar dengan tatapan bingung.

"Kapten?"

"Kita akhiri disini. Ingat, kita berangkat awal besok."

Setelah berucap dingin seperti itu, Halilintar pun pergi keluar tanpa menjawab pertanyaan dari Blaze.

"Dia kenapa sih?" tanya Blaze bingung.

 ~•~•~•~•~•~

Kenapa aku malah pergi? Kenapa aku marah? Padahal aku bisa menjawabnya. Aku tidak mau mereka mati.

"Kalau kami terluka lalu mati bagaimana?"

Kenapa mulutnya itu mudah sekali sih bicara begitu? Aku jadi kesal pada Blaze.

"Argh! Dasar adik menyebalkan! Kenapa dia bicara begituuu!!"

"Kalau mati bagaimana katanya?! Ya kalau mati jadi mayatlah!"

Aku menendang kerikil kesal.

"Jika Halilintar mendengarnya? Bagaimana reaksinya ya?"

'Dia akan marah.'

"Kupikir dia akan biasa saja."

'Adik kembarnya ingin mati dengan mudah. Kau pikir dia akan membiarkannya?'

"Masuk akal juga sih," jawabku.

Semilir angin malam berhembus. Aku mengacak-acak rambutku kesal. Aneh. Padahal aku hanya berperan sebagai Halilintar. Tapi kenapa rasanya sesak sekali ya?

"Hahh, kenapa? Aku merasa tidak suka dengan pertanyaan itu."

"Sebagai kakak aku tidak terima! Bagaimana bisa dia berkata akan mati dengan mudah!?"

"Dasar Asern menyebalkan!! Kalau aku balik nanti aku jewer dia!"

"Belum lagi permasalahan wilayah Serlon dan segel sihir ini! Ukh apa aku bisa menangani itu semua dalam satu waktu??"

"Arghh! Kesalnyaaa!!!"

Srekkhh! Srekkkk!

"Siapa disana!? Keris Petir!"

Sragsss!

"Aduh sakit! Gila ya!?"

Suara perempuan!?

Apa itu? Mata-mata? Atau musuh!?

"Siapa itu!? Tunjukkan wajahmu!"

Aku mengeluarkan pedang halilintar dan bersikap waspada. Ketika semak-dihadapanku bergerak, aku langsung melesat dan melompat, menarik tangan seseorang itu.

"Siapa kau!?" Aku meletakkan pedang halilintar didepan lehernya.

"Hei! Aduh aku bukan musuh!"

Namun aku tidak bisa mempercayai itu. Jadi aku semakin mendekatkan pedangku ke lehernya.

"Hei! Kau mau membunuhku!? Aku bukan musuh!"

"Kenapa aku harus percaya?"

"Aduh, aku hanya tidak sengaja mendengar ucapanmu saja kok!"

Berarti dia menguping??

"Ih lepas!"

Srett buagh!

Ternyata dia kuat, buktinya dia bisa membanting ku seperti ini.

"Aduh! Dasar laki-laki menyebalkan!"

Ia berteriak sambil membersihkan pakaiannya. Seorang perempuan? Apa dia sedang menyamar dengan pakaian laki-laki?

"Siapa kau? Apa yang kau lakukan disini?" tanyaku dingin.

"Al, kau tau dia?" bisikku.

'Tidak, karena dia menyamar dengan wig pria, aku tidak bisa mengenalinya.'

"Kau tidak mau menjawab?"

"Kenapa aku harus?"

Apa dia baru saja meniru ucapanku?

"Jawab, atau aku tidak akan segan-segan melukaimu."

"Aduh, seram sekal--"

Srattt

Aku melepas paksa wig itu dengan pedang. Rambut panjang coklat kemerahan pun berkibar terkena angin. Mata merah muda yang nyaris sama sepertiku itu mendelik.

Entah kenapa dia terlihat familiar deh.

'Di-dia...'

"Apa yang kau--!"

"Jawab sebelum mata pedangku ini melukai lehermu."

Aku bisa melihat dia menghela napasnya.

"Hahh, aku ini hanya seseorang yang sedang berlibur kok," jawab perempuan itu.

"Dengan menyamar? Kau pikir aku bodoh?"

"Akh! Aku jujur! Aku sedang beristirahat ketika suara frustasimu terdengar! Aku lagi tidur juga kok tadi!"

Dia mendengarnya? Dari awal!?

"Sejak kapan?"

"Uhm, mungkin.. sejak kau berteriak betapa kesalnya kau dengan adikmu? Entahlah?"

Sial dia dengar dari awal dong! Arghh! Malu bangettt!!!!

"Heh? Kau malu?"

"Diam!"

"Padahal wajah tampanmu itu terlihat dingin, ternyata kau tipe orang yang tsundere ya, hahaha," ejek perempuan itu.

'Halilintar, bawa dia bersamamu.'

Hah? Kenapa coba si Al ini tiba-tiba?

'Aku tau kau pasti bertanya-tanya. Tapi, dia akan berguna untuk kedepannya.'

Wah, si Al ini diam-diam ternyata...

'Jangan berpikir yang aneh-aneh!'

"Kau bisa membaca pikiranku!?"

"Apaan! Aku mana bisa!" perempuan itu menjawab kesal.

Aku menatapnya datar. Yang berarti aku tidak berbicara dengan perempuan itu.

'Bawa saja! Dia benar-benar berguna.'

Ck, ini menyebalkan.

"Cih, ikut aku."

"Apa!? Hei kenapa aku-- hoi! Kau dengar tidak sih!!"

Aku langsung menarik perempuan itu, walau begitu, aku tetap tak percaya. Bisa saja dia adalah mata-mata yang dikirim musuh. Mengingat sifat Halilintar, bukan hal aneh jika nanti akan ada yang menyerang atau membunuhnya secara tiba-tiba.

"Woy! Kau dengar tidak sih!"

"Daripada itu lepaskan dong!"

"Kau pasti mata-mata musuh, aku tidak bisa melepaskannya begitu saja."

"Argh! Kan aku udah bilang aku bukan musuh!"

Brakkk!

"Akh kaget! Kakak pertamaaaa.... EHHHHH!? ITU SIAPA!?" Taufan yang sedang asyik memakan biskuit bersama Gempa dan Solar menoleh.

"Hah! Gila! Kau membelah diri!?" kaget perempuan itu.

"Acrowl, pesan satu kamar dengan 2 kasur lagi."

"Hei! Kau mau apa!?"

"Y-ya? Baik kapten!" Gopal yang sedang memeriksa dokumen terkejut.

"Tunggu kak! Dia siapa??" tanya Gempa bingung.

"Mata-mata."

"APA!?"

"Hei cowok sinting! Aku bukan mata-mata!"

"Kapten, kamarnya sudah siap."

"Okay. Gempa, Solar kalian tidurlah berdua. Aku akan mengawasi perempuan ini."

"Kapten, saya bisa menyuruh dame Holfer untuk--"

"Browkel, kau mau melawanku?"

"Ti-tidak kapten!"

Aku yakin para pangeran pasti kebingungan. Ya siapa yang akan menyangka bahwa aku akan kembali dengan membawa seorang perempuan?

"Halilintar! Kita harus bicara! Perempuan itu siapa?" tanya Solar yang nampak waspada.

Ditangannya sudah ada pedang cahaya. Aku menghela napasku, Al menyuruhku membawanya tanpa luka. Dia orang pentingkah?

'Bilang saja dia pacarmu.' 

"Pacarku."

"APA!?" Gopal, Gempa dan Taufan berteriak terkejut.

"Woy tadi kau bilang mata-mata! Sekarang pacar! Mana yang benar!?" tanya Solar kesal.

"Keduanya."

"Hahhh!???? Halilintar jelaskan dulu! Kau gila ya!?"

Aku mengabaikan teriakan heboh Solar dan membawa perempuan itu keatas. Aku rasa ada alasan kenapa Al menyuruhku membawanya. Al juga terdengar serius dengan ucapannya. Apa perempuan ini akan benar-benar bermanfaat? Rambut coklat kemerahan? Tidak banyak orang yang memiliki rambut seperti itu.

Apa dia salah satu bangsawan yang menyamar? Entah kenapa dia terlihat familiar.

"Siapa kau?" tanyaku sesaat setelah kami sampai dikamar.

"Hah! Pacar?! Kau pasti gila!"

Perempuan itu menatapku dengan tatapan tajam.

"Dengar ya tuan pemaksa, aku tidak tau siapa kau, jadi kenapa kau tiba-tiba mengatakan bahwa aku adalah mata-mata dan pacarmu!? Kau masih waras!?"

"Karena aku tidak bisa melepaskan orang yang sudah menguping pembicaraanku."

"Hah! Bukan menguping! Aku tidak sengaja dengar!"

"Sama saja."

Dia menatapku dengan tatapan buas dan menggeram marah. Aku mengamatinya dengan intens, mencoba mencari tau siapa perempuan ini.

'Halilintar, dengarkan aku.'

Aku hanya mengangguk, tanda aku mendengarkan Al.

'Dia adalah putri keluarga duke Douter.'

Apa..?

Putri.. duke..? Maksudnya salah satu putri duke Douter? Jangan-jangan...

"Yaya.. Einsya Douter?" bisikku.

"Huh? Darimana dia tau namaku?" gumamnya bingung.

Dia benar-benar Yaya Einsya Douter? Tapi..

"Jawab dulu, apa benar kau putri keluarga Douter?"

"Hah, apa buktinya?"

"Kau mengatakan bagaimana aku tau nama aslimu."

"Eh? It-itu.."

"Jadi benar?"

"Itu benar." Ia terlihat pasrah.

Gila!? Dia benar-benar putri duke Douter!? Tunangan Halilintar itu!? Berarti dia putri mahkota yang akan mati bersama ratu Althea?

Kok dia bisa disini sih!!??

"Tapi matamu..?"

"Oh?" Dia menutup matanya dan mata berwarna coklat hazel pun terlihat.

Gila! Beneran dong!!

"Al, bagaimana? Dia beneran putri duke Douter!" bisikku.

'Kau ingatkan pembicaraan dengan kaisar kemarin malam?'

Tentu saja aku ingat•́ ‿ ,•̀

Tentang pertunangan bukan?

'Bilang saja kau mau bekerjasama untuk membatalkan pertunangan kalian.'

"Apa dia mau?"

'Coba tanyakan padanya.'

"Apa kau tau kalau kau akan dijodohkan dengan putra mahkota?"

"Hah! Darimana kau tau itu?" Ia langsung mundur beberapa langkah dariku. "Kau penguntit?"

"Nona Douter, dengar dulu. Aku ingin mengajakmu bekerja sama."

"Hee? Tiba-tiba? Mencurigakan." Ia nampak waspada.

"Kau tiba-tiba memanggilku mata-mata, lalu menarikku paksa kesini dan kemudian mengajak bekerjasama? Wow kau tidak waras," ujarnya dengan raut datar.

Aku tau. Tapi, ini salah satu caranya. Jika aku membatalkan pertunangan, maka aku bisa menghindari kematian ratu juga. Dan tentunya, aku tidak perlu susah payah untuk mencari partner untuk pesta kaisar 2 bulan lagi. Lagipula, bukankah putri mahkota sangat dekat dengan para pangeran sejak ia masuk ke istana?

Aku bisa memanfaatkan itu untuk memperbaiki hubungan kami agar lebih baik. Sehingga dimasa depan para pangeran tidak akan membunuhku dan juga putri mahkota tidak akan mati.

"Aku tau, tapi aku juga masih merasa bahwa kau adalah mata-mata. Siapa tau Duke Douter mengirim putrinya untuk membunuhku."

"Mana mungkin ayahku begitu! Memangnya kau siapa sih?!"

Ah, aku bisa merasakan tatapan penuh amarah miliknya.

"Dengar, apa kau mau bekerjasama untuk membatalkan pertunanganmu dengan putra mahkota?"

"Hah? Jangan-jangan kau.." ia menatapku dengan tatapan horor. "Kau menyukai putra mahkota ya?!"

"Huh? Tentu saja aku sangat menyukai diriku ini. Aku tampan dan hebat," ujarku percaya diri.

'Itu menggelikan melihat seorang Halilintar memuji dirinya sendiri.'

"Hah? Diri sendiri...? Tunggu! KAU PUTRA MAHKOTA!?"

"Ssstt! Pelankan suaramu."

"Hah.. hahaha.. kau.. putra.. mahkota..?"

Aku menatapnya yang terlihat suram.

"Kau kenapa?"

"Kau berbeda sekali dengan rumor ya?"

"Wah beneran putra mahkota ya?" Ia menatapku lekat. "Hm, iya sih. Manik rubi itu kan hanya milik yang mulia ratu Althea dan pangeran Arter."

"Jadi bagaimana? Kau tentu tau bahwa kaisar dan Duke Douter berencana menjodohkan kita."

"Ya.. itu sebabnya saya kabur dari rumah, hahaha.."

Wah, dia benar-benar berniat kabur seperti yang dinovel ya? Dinovel memang pertemuan keduanya tidak berjalan lancar. Sebelumnya putri mahkota sempat kabur selama beberapa bulan hingga akhirnya ditangkap dan dibawa kembali ke ibukota.

Putri duke Douter yang tidak suka dengan Halilintar berbicara dengan angkuh dan itu membuat Halilintar murka hingga membuat pesta pertunangan mereka kacau.

"Ya, itu setahun dari sekarang seharusnya."

"Kau bicara apa?"

"Tidak, bukan apa-apa."

"Cih, kau putra mahkota yang menyebalkan."

"Apa kau baru saja bersikap angkuh padaku?"

"Hah? Kan kau duluan yang berbicara angkuh, aku ini juga putri bangsawan tau!"

Kok kesal ya?

"Bagaimana? Kau mau?"

"Hm? Apa imbalan jika aku mau bekerjasama denganmu?"

"Aku akan mengabulkan satu keinginanmu."

"5 keinginan."

"1 keinginan."

"5."

"3, atau tidak sama sekali."

"Okay deal."

"Kita hanya perlu berpura-pura menyetujuinya, lalu setelah beberapa lama baru kita putuskan pertunangan dengan dalih tidak cocok."

"Okay, aku setuju, bukan masalah."

"Ada beberapa syarat yang akan aku ajukan, kau juga boleh mengajukan 3 syarat dikontrak kita nanti."

Aku tersenyum tipis. "Jadi mohon kerjasamanya nona Douter."

"Tentu saja yang mulia," jawabnya sambil menatapku dengan seringai.

Semudah ini? Ini tidak akan jadi masalah kan?

~•~•~•~•~•~

Keesokkan paginya, kami sudah bersiap untuk berangkat.

Gopal sebenarnya ingin bertanya padaku tentang nona Douter, begitupun para pangeran. Tapi aku terus menghindari mereka. Berbeda dengan sir Browkel dan dame Holfer yang nampak tak peduli.

Begitupun keenam pangeran yag kini terus menatapku dengan tatapan tajam.

"Halilintar, kudamu yang mana?" tanya Yaya.

"Yang hitam besar itu."

Yaya menganggu, ia mendekati Dev dan mengelusnya lembut. Aku sedikit tercengang melihat kuda hitam itu tampak santai.

"Hei Halilintar, kenapa dia ikut dengan kita? Bukankah dia itu mata-mata?" tanya Blaze kesal.

Aku jawab apa ya?

"Ya, itu hanya salah paham. Dia bukan mata-mata," balasku.

"Lalu? Pacarmu gitu? Heran, bukankah ayah berencana menikahkanmu dengan putri duke Douter?" ucap Solar.

"Bisakah kau tidak membahasnya? Itu belum tentu terjadi," sahutku datar.

Ukh! Kalau saja kaisar dan ratu tidak membicarakan masalah pertunangan itu didepan para pangeran, mereka pasti tidak akan berbicara begitu.

"Apa anda tidak berniat menikah dengan nona dari keluarga Douter?" tanya Gempa.

"Tidak."

"Tapi bukankah para nona dari duke Douter sangat cantik? Kau tidak tertarik?" kata Ice.

Lah yang didepan kalian itu nona keluarga Douter! 

"Apa kakak tidak berniat mengenalkannya dulu pada kami?" tanya Taufan.

"Siapa? Yaya?" Mereka mengangguk kompak. "Kenapa harus?"

"Dia kan kekasih kakak~ Tentu saja kami harus berkenalan dengannya~~"ujar Taufan dengan seringai nakal.

Akh, hawa gelap apa disekitar para pangeran ini? Bukankah jika di novel mereka sangat menyukai dan akrab dengan putri mahkota? Tapi apa-apaan hawa permusuhan ini???

"Woi Halilintar! Buruan naik dong!!

"Hei! Apa kau baru saja berteriak pada kakakku?!" kesal Thorn.

"Huh? Apa?"

"Kau gadis aneh! Jauh-jauh dari kakakku!" Thorn memelukku erat dan meledek Yaya.

Apa-apaan tingkah kekanak-kanakkan ini?!

"Ada apa dengan adikmu itu?" tanya Yaya, merasa bingung.

"Kau naik kuda sendiri sana! Jangan dengan kak Arter!"

"Arter..?"

Yaya menatapku bingung, seolah berkata kenapa dia memanggilmu dengan nama pangeran?

"Uhm.. Thorn ayo lepas, kita harus berangkat."

"Kakak denganku saja!"

"Thorn, kita sedang terburu-buru, cepat kembali ke kudamu."

Thorn mendengus kesal dan melepaskan pelukannya. Walau begitu ia tetap melayangkan tatapan tajam ke Yaya.

"Adik-adikmu kenapa sih?" tanya Yaya.

"Aku tidak tau." Aku menjawab lalu membantu Yaya menaiki Dev. "Kita berangkat."

"Baik kapten!"

Kami segera melanjutkan perjalanan kami ke Serlon. Perjalanan ini akan memakan waktu sekitar 5-6 jam, itu kalau kami terus beristirahat. Tapi jika kami tidak beristirahat dan terus berkuda, maka kemungkinan kami sampai di Serlon adalah 3 jam.

Selama di perjalanan, aku sedikit melatih mana spirit milikku secara diam-diam. Ada 3 segel spirit yang rusak, dan akan sulit untuk memperbaiki ketiga segel itu sekaligus.

"Yaya."

"Hm?" Yaya menyahut. "Setelah selesai, perkenalkan dirimu secara resmi pada mereka." Aku berujar santai.

"Kau bercanda?" 

"Tidak, kurasa ini akan jauh lebih baik."

"Anda benar-benar plinplan ya, putra mahkota." Yaya berujar kesal.

"Ya, kita tidak tau kapan aku akan berubah pikiran bukan, nona Douter?" balasku meledeknya.

"Kapten! Jembatan penghubung ke Serlon hanyut terbawa banjir!!" 

Teriakan dari Gopal membuatku menghentikan Dev secara mendadak. Didepan kami terlihat aliran sungai Berdeaf yang mengalir deras, bahkan jembatan yang menghubungkan wilayah Herden dengan Serlon pun hancur terbawa arus sungai yang meninggi.

"Bagaimana sekarang kapten? Kita tidak akan punya cukup waktu untuk membangun jembatan baru," ujar Gopal.

"Kami akan mencoba mencari jalan lain, kapten," ujar sir Browkel lalu memacu kudanya pergi bersama beberapa prajurit. Begitupun dame Holfer yang juga mencari jalan lain dengan Gopal.

"Kak, sekarang gimana?" tanya Taufan. 

"Ice, kau bisa mengendalikan air sungai ini?"

Ice menggeleng. "Aku ragu.. Ada sedikit aura gelap yang tercampur diantara aliran sungai ini. Jika aku memaksakan diri, maka bisa saja air-air ini akan membahayakan kita."

Aku menatap aliran sungai yang deras ini. Benar kata Ice, ada aura gelap yang ikut mengalir bersama air-air itu.

"Huh? Kok kami tidak merasakannya?" tanya Blaze. 

"Karena sungai Berdeaf adalah salah satu tempat dimana spirit-spirit air tinggal. Makanya hanya aku dan Halilintar yang merasakannya," jelas Ice. 

Tidak, Yaya juga merasakannya. Karena dia memiliki kekuatan untuk merasakan dan melihat aura gelap maupun aura spirit, bahkan lebih baik daripada Halilintar dan para pangeran. Tapi kenapa dia tidak bersuara padahal dia pastinya merasa aneh dengan keadaan ini?

"Yaya?" tanyaku yang melihatnya diam. "Apa kau merasakan sesuatu?"

"Ak-aku.. merasakan sesuatu dari dalam air itu." Yaya menjawab dengan suara pelan.

"Sesuatu apa?" tanyaku.

"Spirit air... tidak berfungsi disungai ini.."

"Apa? Darimana kau tau?" tanya Ice tajam.

"Disana sangat gelap. Tidak ada cahaya, sehingga para ikan maupun makhluk hidup lainnya tidak bisa bertahan hidup."

Ice langsung turun dari kudanya diikuti Amar. "Tuan, tolong jangan terlalu dekat dengan sungai!" ucap Amar yang khawatir. 

Ice hanya mengangguk, ia mendekati sungai dan terperangah. Manik biru aquamarine miliknya membulat kaget dengan apa yang dilihatnya.

"Hei kesini cepat," panggil Ice.

Aku turun dan mendekati Ice yang mengambil sedikit air sungai untuk diperiksa.

"Airnya bewarna hitam pekat." Ice menunjukan air sungai yang ternyata berwarna hitam.

"KOKK---?! Eh padahal yang aku lihat alirannya jernih loh walaupun lagi banjir gini!" ujar Taufan kaget. "Kalian juga pasti sama kan?"

Para pangeran mengangguk begitupun para prajurit dibelakang.

Aku menatap Ice yang menatapku tanpa ragu.

"Meriam Air! Tembakan Air Penghancur!"

"BARIER PELINDUNG AIR!"

Ice langsung mengeluarkan meriam air miliknya dan menembakan beberapa tembakan kedalam sungai. Aku langsung memanggil spirit air milikku dan membangun pelindung untuk melindungi kami.

DUARRRR DUARRR DUARRR!!!

"Ukhh!!"

"Gawat! Sepertinya rumor itu benar," gumamku.

"Halilintar.."

"Apa?"

"Kita harus cepat memperbaiki segel dan mencari penyebab berubahnya warna air sungai."

"Iya, tapi kita tidak bisa---"

"Kapten! Tidak ada jalan lain! Semua jembatan yang ada hancur dan hanyut terbawa aliran sungai!" Dame Holfer datang dengan Gopal.

"Kapten! Kami tidak menemukan jalan lain!" Sir Browkel juga muncul dengan raut serius.

"Saya bisa membantu!" Yaya tiba-tiba saja berujar keras. 

"Saya adalah pemilik kekuatan gravitasi! Saya bisa membantu anda semua!"

"Hei, kau kenapa?" tanyaku heran.

"Kenapa tiba-tiba mengaku begi--"

"Saya Yaya Einsya Douter, saya bisa membantu membawa kalian ke seberang sungai dengan kekuatan saya."

"Hei! Kan kubilang nanti saja perkenalannya!"

"Dou... ter? Kau keluarga Douter?" Gempa, Taufan dan Solar nampak terkejut.

"Tunggu dulu..! Bukankah keluarga Douter hanya mempunyai 2 orang putri? Kau siapa?" tanya Blaze.

"Benar, nona Vivi Douter dan nona Jia Douter, kau siapa berarti??" tanya Ice.

Ya, wajar sih dia bingung. Soalnya ada rahasia yang sengaja dirahasiakan oleh duke Douter.

"Jika yang kau maksud adalah kakak dan adik tiriku, itu benar sih," jawab Yaya. "Tapi saya bisa membantu!"

"Kau benar-benar pemilik kekuatan gravitasi?" tanya Taufan.

"Iya, kalian bisa melihatnya sendiri," ucap Yaya lalu membuat beberapa batu besar melayang dengan mudahnya

"Kapten, bagaimana?" tanya Gopal.

"Jika kita menggunakan spirit angin, itu juga bisa. Dan jika Yaya membantu itu akan lebih cepat. Okay, Taufan kau bawa para prajurit dan kuda-kuda mereka dengan spiritmu. Dan sisanya akan menggunakan kekuatan Yaya."

Taufan mengangguk lalu turun dari kudanya. Fang mengikuti dibelakang Taufan, menjaga pangeran kedua itu.

"Okay, siap?" Taufan berkonsentrasi penuh, manik biru safirnya bercahaya dan sebuah angin besar pun melingkupi tubuhnya.

Taufan menyeringai senang sebelum mengayunkan tangannya kearah para prajurit dan kuda-kuda mereka, membuat angin menyelubungi mereka semua.

"Ayo terbang!!!"

"UAKHHH!!!"

"Yaya, ayo." Aku menatap Yaya.

Yaya mengangguk, lalu berkonsentrasi. Sebuah cahaya merah muda melingkupi kami dan mengangkat kami secara lembut, tidak seperti Taufan.

"UWAAA! PANGERAN AXER TOLONG PELAN-PEL--- WAAA!!!!"

Akh, aku merasa sedih dengan para prajurit.

Aku memperhatikan Yaya yang kini sedang terbang dengan kekuatan gravitasinya. Kami akhirnya memutuskan agar pergi dengan menggunakan kekuatan Taufan dan Yaya ke Serlon karena lebih cepat.

Dan dalam 30 menit kami pun memangkas waktu 3 jam yang seharusnya.

Taufan menurunkan para prajurit yang sepertinya tidak terbiasa dengan spirit angin, sedangkan Gempa langsung menatap serius Yaya.

"Anda, apa benar anda anak dari Duke Douter?"

"Ya, saya akan menjelaskannya setelah semua ini selesai, yang mulia pangeran ketiga, pangeran Azern," ujar Yaya sopan. 

"Ternyata kau sudah tau siapa kami," ucap Taufan setelah menyelesaikan tugasnya. Nampak dibelakangnya beberapa prajurit mengatur keseimbangan tubuh mereka akibat pusing.

"Taufan, kenapa kau terlalu berlebihan dalam menggunakan kekuatanmu huh?" omelku yang malah membuat tertawa seperti orang gila.

"Hehehe, sudah lama aku tidak menggunakan kekuatan sebesar ini didepanmu Hali hehe~!"

Aku menghela napasku. Namun melihat pemandangan didepanku secara langsung membuatku langsung ingin mual.

Ini benar-benar menyeramkan.

Suasana gelap dan teriakan minta tolong juga tangisan membuatku merasa sesak.

Kenapa ini terasa familiar sekali? Seakan aku sudah pernah melihat ini sebelumnya.

Suara teriakan dari para prajurit yang menghalau masuk para monster seakan pernah kudengar sebelumnya.

Tapi.. kapan aku pernah melihatnya?

.
.
.
.
To Be Continued

Hai? Selamat tahun baru yaa~! Mari membuat harapan semoga tahun 2022 yang akan datang penuh dengan kebahagian dan canda tawa, aamiin.

Semoga kalian suka yaa dengan chapter kali ini~

Vote dan komenan kalian akan selalu membuat saya bersemangat~✨

See you next chapter~❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro