The White Mercusuar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Belum selesai keterkejutan Jihoon melihat Mark, mereka harus menyingkir karena muncul sosok lain yang menyerang Mark dan membuatnya terpental ke dinding. Mark tersungkur sambil memuntahkan sejumlah darah sementara sosok itu kembali maju untuk menyerang Mark.

"HENTIKAN!!"

Jihoon dan Hyunjin menghentikan serangan sosok itu bersama dan berhasil memukul mundurnya. Jihoon mati – matian berusaha mengingat semua pelajaran bertarungnya dengan Jisung – hyung. Dan ia baru bisa melihat dengan jelas sosok itu berupa pria tinggi besar berambut pirang namun setengah dari wajah dan tubuhnya adalah siluman buaya purba dan dipenuhi sisik hijau bernama Ravi. Melihat keberadaan Ravi, banshee bernama Soyeon itu menggerutu dan kemudian mundur. Jelas – jelas tidak ingin berurusan dengan siluman buaya tersebut dan menghilang entah kemana. Sementara Ravi mendesis melihat wajah – wajah baru yang akan segera ia bunuh. Hyunjin menggerutu sambil berkata pada Jihoon,

"Ravi, penjahat berbahaya yang berasal dari suku buaya purba dari daratan Lugaria. Sial, dia seharusnya jadi buronan, kenapa malah berpartisipasi dalam turnamen ini."

"Berhati – hatilah, dia sudah membunuh 2 peserta, Yook Sungjae siluman burung elang dan Moonbin si monster ubur - ubur."

Mark berbisik sambil menahan sakitnya sementara Jihoon dan Hyunjin tetap siaga di depannya. Ravi kembali menyerang dan kali ini mereka semua menghindarinya,

"Berhati – hatilah dengan cakarnya! Cakarnya mengandung racun mematikan!"

Jeong In segera bersembunyi ketakutan di balik pohon sambil mengamati Hyunjin, Sunmi, Mark, dan juga Jihoon yang masih berhadapan dengan monster itu. Ravi bahkan tidak kalah kuat dan cepat meskipun menghadapi mereka berempat sekaligus. Jauh di dalam hatinya Jihoon merasa ketakutan, monster apa yang sedang mereka hadapi saat ini?

"Ssstt.. berikan manusia itu kepadaku.. dan kalian semua tidak akan kubunuh."

Ravi mendesis di antara lidah hijaunya yang bercabang,

"Kalaupun kami menyerahkan dia tidak ada jaminan kau tidak akan membunuh kami juga."

Sunmi memasang posisi siaga, tidak melepaskan kewaspadaannya sedikitpun, tetap mengarahkan tombaknya pada Ravi tapi Ravi malah tertawa, dan sepersekian detik kemudian ia menyerang Sunmi dan membuatnya terlempar menabrak dinding batu. Hyunjin dan Mark berusaha menghentikannya tapi bernasib sama dan semuanya terbaring kesakitan di lantai. Tapi Ravi mengalihkan perhatiannya pada Jihoon. Jihoon benar - benar terdesak. Kengerian itu begitu nyata di hadapannya.

"Ssst.. tertangkap kau manusia kecil.."

Ravi menarik rantai di leher Jihoon dan menariknya mendekat, dengan sengaja mengencangkan rantai itu dan membuat leher Jihoon lebih tercekik. Ia menarik rantai itu ke atas dan otomatis membuat tubuh Jihoon tergantung ke atas.

"Ssst.. hidup atau mati..."

Jihoon merasakan napasnya semakin tersengal ketika tiba – tiba ia merasakan rantai itu terputus dan sesuatu berhasil memukul mundur Ravi yang terlempar jauh. Jihoon yang jatuh ke tanah mengambil napas sebanyak – banyaknya sambil menatap ke depan, pandangannya kabur tapi ia bisa mendengar seseorang memanggil namanya,

"Jihoon! Jihoon kumohon sadarlah!"

Pandangannya kembali dan Jihoon tersenyum ketika melihat Guanlin memeluk wajahnya dengan tatapan cemas. Jihoon memejamkan mata dan menikmati pelukan erat Guanlin. Guanlin selalu menemukannya. Guanlin pun mengalihkan pandangannya pada Ravi dan matanya berkilau kemerahan. Ravi jelas – jelas memancing kemarahan sang pangeran vampir. Ravi meraung dan bangkit, namun ia malah semakin marah ketika melihat Guanlin.

"Kau! Bocah vampir itu.. murid si brengsek Ha Sungwoon."

Guanlin terdiam, tidak mengatakan apa – apa. Ia memang pernah mendengar rumor bahwa gurunya, Ha Sungwoon pernah berduel dengan Ravi namun Ravi yang kalah melarikan diri. Ravi kemudian tertawa terbahak – bahak.

"Baiklah, membunuh murid kesayangan Ha Sungwoon tampaknya sangat menarik. Kita lihat bagaimana gurumu meratapi kematianmu bocah!"

Ravi berlari ke arah Guanlin dan Guanlin melakukan hal yang sama,

CRANK!!

Suara logam yang bertabrakan disertai dentuman energi yang mengerikan antara Ravi dengan Guanlin. Ravi terus menyerang namun dengan cepat Guanlin selalu mengelak dan membalas serangannya. Tepat dan konsisten.

"Gila.. ini gila.. hahaha ternyata rumor mengenai si pangeran vampir ini memang benar.."

Hyunjin malah tertawa sendiri sambil mengelap darah di bibirnya. Seolah puas melihat kehebatan Lai Guanlin di depan matanya sendiri. Ia tidak terlihat merasa takut tapi justru bersemangat.

Pertarungan Ravi dan Guanlin masih terus berlanjut namun di antara serangan tersebut Ravi cukup cerdas untuk membuat pedang Guanlin terlempar jauh ke belakang.

"Sssst.. kau jelas bukan apa – apa tanpa pedangmu dasar bocah vampir!"

Tapi tanpa rasa takut Guanlin mengepalkan tangannya. Ada senjata atau tidak ia bertekad tidak akan kalah. Ravi sekali lagi mengayunkan pedangnya dan Guanlin menghindar sambil memanfaatkan keseimbangan tubuhnya untuk membanting tubuh Ravi sendiri, dan juga melemparkan pedang Ravi menjauh. Keadaan mereka kini sama, namun Ravi sempat meninju sisi wajah Guanlin hingga Guanlin terlempar ke belakang.

"GUANLIN!"

Jihoon memekik ketakutan dan Jeong In menahannya supaya tidak menghampiri Guanlin karena terlalu berbahaya. Guanlin segera bangkit sambil mengelap darah dari mulutnya. Ia juga meludah sejumlah darah dari mulutnya. Sial, ia bahkan bisa merasakan mulutnya asin oleh darahnya sendiri. Berusaha tetap fokus sambil mengabaikan kepalanya yang berdenging akibat pukulan bajingan itu. Ravi memang lawan yang tidak bisa diremehkan. Ia terkenal sudah membantai ribuan vampire, manusia, dan suku lainnya. Entah bagaimana caranya ia bisa masuk ke dalam turnamen ini.

Ravi meraung penuh amarah dan segera menyerang Guanlin dan kali ini Guanlin menghindari serangannya, beberapa saat sebelum Ravi mengayunkan cakarnya pada Guanlin, Jihoon melemparkan sesuatu pada Guanlin. Secepat kilat Guanlin meraih barang itu dan dengan satu tebasan merobek leher Ravi dengan benda kecil di tangannya.

Serangan Ravi berhenti, ia seperti tercekik dan memuntahkan sejumlah darah sebelum jatuh ke tanah. Tubuhnya kejang - kejang sebelum akhirnya tidak bergerak sama sekali. Darahnya yang berwarna ungu kehijauan dan berbau busuk membasahi tanah di sekitarnya.

Guanlin terbaring tidak jauh dari mayat Ravi. Mengambil napas dengan kasar sampai Jihoon menghampirinya dan memeluk lehernya dengan erat,

"Syukurlah kau tidak apa – apa Guanlin, syukurlah."

Tangan kecil Jihoon gemetar ketika menggenggam tangan besar Guanlin dan juga belati kecil yang masih dipegangnya. Belati kecil yang selalu Jihoon bawa kemanapun, yang kini menyelamatkan nyawanya dan juga Guanlin. Belati kesayangannya, pemberian terakhir dari Jieqong. Guanlin balik memeluk Jihoon dengan erat, menghirup aroma tubuh Jihoon menenangkan pikirannya dan mengusir segala rasa sakitnya. Ia tidak apa – apa karena ia sudah menemukan Jihoon – nya.

Gerbang arena ketiga terbuka dan Mark berteriak,

"Cepat! Kita harus segera memasuki arena ketiga! Setidaknya kita bisa bersembunyi di sana!"

Sambil memapah Guanlin, Jihoon dan teman – temannya berlari masuk menuju salah satu gerbang yang terbuka. Jeong In tidak lupa mengambil 3 kunci yang berada di leher Ravi dan segera menyusul mereka semua.

"Kalian pergilah, aku akan mencari Felix terlebih dahulu, aku akan segera mengejar kalian!"

"Kau gila Hyunjin! Kau bisa terbunuh!"

"Aku harus menemukannya terlebih dahulu! Jika aku tidak menemukannya di area ini aku janji akan segera menyusul kalian. Masih ada waktu sebelum gerbangnya tertutup sempurna!"

Hyunjin bertatapan dengan semuanya dan berbalik arah. Guanlin dan Jihoon segera melanjutkan perjalanan mereka menuju arena ketiga.



--- TDW ---



Jika arena pertama adalah hutan berbukit bernama Frankestein Forest dan arena kedua adalah hutan lebat dan gelap bernama Sherwood, maka arena ketiga adalah The Red Dessert. Padang pasir berwarna merah dimana banyak terjadi fatamorgana dan halusinasi. Tidak jarang malah ada peserta yang bunuh diri di dalamnya. Pohon dan semak belukar yang tumbuh di sana terbuat dari kaca dan kristal, berwarna kuning dan juga kehijauan. Langitnya biru cerah namun terasa aneh karena tidak ada sinar matahari. Salah satu arena palsu lainnya yang dibangun oleh Leeteuk dan memiliki penghuni yang tak kalah aneh yang akan segera mereka temui.

Guanlin, Jihoon, Sunmi, Mark, dan Jeong In beristirahat di sebuah gua dari bukit – bukit batu di sana. Sunmi, Mark, dan Jeong In membasuh muka dan membersihkan diri di oasis di dekat gua itu. Sementara Jihoon merobek bajunya dan sibuk membasahi robekan kain itu untuk membasuh wajah dan tubuh Guanlin. Jihoon menawarkan darahnya tapi Guanlin menolaknya karena ia masih sanggup bertahan.

"Aku baik – baik saja Jihoon, luka ini juga akan sembuh dengan sendirinya. Aku ingin bertanya, bagaimana kau bisa masuk ke dalam arena ini Jihoon?"

Jihoon membeku dengan pertanyaan Guanlin. Ingatannya kembali pada saat Somi mendorongnya, dengan senyuman culas di wajahnya. Jihoon menggigit bibir. Haruskah ia mengatakan yang sebenarnya?

"Aku, aku terpeleset dan jatuh ke dalam lubang."

"Benarkah?"

Guanlin masih menatap Jihoon dengan tidak yakin. Ia menyadari perubahan ekspresi Jihoon selama beberapa detik. Jihoon mengangguk yakin dan berkata,

"Maafkan aku, aku akan lebih berhati – hati ke depannya."

Guanlin menghela napas dan membawa Jihoon ke dalam pelukannya,

"Kau tidak tahu betapa paniknya aku saat LeeTeuk berkata bahwa ada manusia dalam arena ini karena setahuku hanya ada 3 manusia di sini, Bae Jinyoung, Lee Daehwi, dan Park Jihoon."

"Namaku Lai Jihoon."

Guanlin tertawa dan mereka berciuman. Jeong In yang baru kembali dari sungai tak sengaja melihat mereka dan wajahnya terbakar. Kemudian memutuskan kembali ke sungai lagi tanpa mengganggu reuni sepasang kekasih itu.

Jihoon yang pertama mengakhiri ciuman itu dengan menyembunyikan wajahnya yang merah padam di dada Guanlin. Guanlin menggenggam tangan Jihoon kemudian menyentuh rantai di leher Jihoon. Matanya menatap benci rantai itu,

"Apakah ini menyakitkan?"

Jihoon tersenyum, menggelengkan kepala dan menggenggam tangan Guanlin,

"Tidak, aku baik – baik saja."

"Si bajingan Leeteuk itu, awas saja begitu kita keluar dari sini."

Dan tiba - tiba Mark muncul entah dari mana, berjalan ke arah Guanlin dan Jihoon, kemudian menjatuhkan tubuhnya tanpa dosa di antara mereka berdua,

"Maaf mengganggu kemesraan kalian, tapi aku benar – benar butuh istirahat."

Jihoon tertawa sedangkan Guanlin mendengus jengkel dan menendang pantatnya. Mark adalah pangeran bangsa kurcaci (Dwarf) yang baru saja naik menjadi raja beberapa bulan yang lalu. Mark saling mengenal dengan Guanlin karena beberapa kali bertemu di pertempuran. Karena sebuah kesalahpahaman mereka hampir saling membunuh tapi setelah berbicara ternyata mereka menemukan kecocokan dan kemudian menjadi teman. Guanlin pernah beberapa kali mengunjungi wilayah bangsa kurcaci dan karenanya secara otomatis Mark mengenal Jihoon. Ketika Jihoon pergi mengambil air Guanlin berkata pada Mark,

"Aku tidak tahu bahwa kau akan mengikuti turnamen ini Mark. Kukira kau masih sibuk mengatur bangsamu Yang Mulia."

"Ini juga salah satu strategi untuk bertahan, kau tahu kan mengapa aku tiba – tiba naik menjadi raja."

Guanlin terdiam. Ayah Mark, sang Raja Kurcaci yang sesungguhnya meninggal dalam perang besar beberapa bulan lalu sehingga Mark sebagai pangeran naik tahta. Sang Raja Kurcaci meninggal karena anak panah misterius yang hingga kini masih diselidiki oleh Mark. Guanlin dan ayahnya datang menghadiri pemakaman Sang Raja Kurcaci di atas Pegunungan Seora. Bangsa kurcaci sendiri sesungguhnya masih berkabung dan juga berduka atas kematian sang raja.

"Kau harus berhati – hati Guanlin, sebelum meninggal ayahku berkata bahwa ada kekuatan jahat yang bergerak ke arah kita. Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya, tapi tampaknya perang besar – besaran akan segera dimulai."

Guanlin terdiam. Ia tidak bisa mengatakan bahwa Jenderal Park Chanyeol mengatakan hal yang sama padanya. Bohong bila ia tidak merasa takut atau khawatir. Tapi sebagai seorang pemimpin ia tidak boleh menunjukkan ketakutan atau kelemahannya. Hatinya memikirkan Jihoon. Bagaimana dia bisa melindungi Jihoon dari peperangan ini? Bagaimana dengan ayahnya? Bangsanya?

"Guanlin, kenapa kau melamun?"

Jihoon beberapa kali melambaikan tangan di depan wajah datar Guanlin, membuatnya kaget dari lamunannya. Mark tertawa geli sementara Guanlin menyikutnya dengan sengaja, namun tetap saja itu tidak menghentikan tawa Mark. Guanlin kemudian bertanya,

"Jadi, sudah berapa peserta yang tersisa saat ini?"

Sunmi yang baru datang tampak lebih segar setelah membasuh dirinya di sungai dan duduk di sebelah Jihoon. Tak lama Jeong In menyusul di belakangnya. Sunmi menjulurkan satu kunci.

"Ini kunci yang kuambil dari June, aku berhasil membunuhnya."

Jeong In maju dan meletakkan tiga kunci yang diambilnya,

"Jeong In mengambil ini dari jasad Ravi dan berdasarkan cerita Mark berarti ini kunci milik Ravi, Yook Sungjae, dan Moonbin."

Mark mengulurkan satu kunci dan berkata,

"Ini kunci yang kuambil dari Yerin si wanita salju, aku juga berhasil membunuhnya. Bagaimana denganmu Guanlin? Apa kau berhasil mengambil kunci yang lainnya?"

"Aku belum berhasil merebut kunci tapi aku melihat Vernon membawa tiga kunci dan ia mengatakan bahwa itu kunci milik Edawn siluman banteng, Chen setengah centaur dan setengah troll, dan Sakura si peri air."

"Berarti sejauh ini kita tahu bahwa delapan peserta telah gugur. Siapa sajakah yang kemungkinan masih hidup?"

"Guanlin, Hyunjin, Sunmi noona, dan Mark. Bagaimana dengan banshee bernama Jeon Soyeon itu? Jaehyun? Taeyong? Dan Vernon?"

"Kita belum bertemu dengan empat peserta terakhir, Hanbin, si Cerberus anjing penjaga kesayangan Hades atau yang kita panggil Choi Seung Hyun. Ada Ten si Ittan Momen, siluman yang sekujur tubuhnya dibalut kain dan sialnya ia bisa menggerakkan kain itu sesuai perintahnya. Kemudian Dino si Tengu putih yang sudah lama berdiam di gunung, aku tak pernah mendengar kabar apapun lagi tentangnya tapi entah kenapa ia malah mengikuti turnamen ini. Dan yang terakhir Chaeyeon si Harpies, si cantik yang mematikan dan gemar memakan daging mayat."

"Sebagian dari mereka pasti akan membentuk aliansi seperti kita."

"Kalau begitu berhati – hatilah, kita akan segera bertemu mereka semua, kalau tidak di arena ketiga ini maka di arena keempat."

"Apakah kalian akan benar – benar saling membunuh di area keempat?"

Jihoon tiba – tiba bertanya dan tidak ada yang bisa menjawabnya.

"Tidak bisakah kita keluar bersama – sama?"

Karena tidak ada yang menjawab Jihoon akhirnya berteriak kesal,

"Tidak! Tidak bisa begitu! Kita harus keluar bersama – sama! Aku tidak ingin saling membunuh! Kita harus bisa keluar dari sini bersama – sama dalam keadaan hidup!"

Semua hening namun tiba – tiba Mark tertawa terbahak – bahak,

"Ini ide paling gila yang pernah kudengar, tapi aku menyukainya, lagipula aku masih belum ingin mati."

"Menurutku ide Jihoon bisa dilakukan, lagipula aku punya rencana. Aku tidak tahu rencana ini akan berhasil atau tidak tapi tidak ada salahnya untuk dicoba."

Jihoon menggenggam tangan Guanlin dan matanya menyiratkan pemujaan kepada sang vampire. Guanlin tidak pernah mengabaikan ide Jihoon bahkan sekecil apapun itu. Ia selalu mengikutsertakan Jihoon dalam segala keputusannya. Tidak heran ayahnya sering menggodanya bahwa Guanlin dan Jihoon seperti pasangan yang sudah lama menikah. Dan Jihoon tidak bisa lebih jatuh cinta lagi kepada kekasihnya. Sementara Jeong In menatap Jihoon dan Guanlin dengan kagum, ia tidak pernah melihat cinta berbeda jenis sedalam ini.

"Kecuali kalian lebih suka kita membunuh satu sama lain?"

Guanlin menaikkan alisnya dan Mark langsung berkata,

"Tidak, aku suka idemu, aku lebih suka keluar dari sini hidup – hidup. Aku tidak tertarik lagi dengan hadiahnya. Aku sudah mendapatkan hal lain yang lebih menarik. Aku akan mengikutimu Guanlin."

Semua akhirnya setuju dengan keputusan Guanlin bahwa lebih baik mereka semua keluar hidup – hidup daripada saling membunuh satu sama lain. Namun Jeong In yang penasaran bertanya kepada Mark,

"Memangnya apa yang Mark dapatkan di sini? Yang membuat Mark tidak tertarik lagi dengan telur naga?"

Mark tersenyum dan menjulurkan kepalanya,

"Apa kalian pikir hadiah utama turnamen ini adalah telur naga? Tentu saja tidak, ada rumor lain, tentang sesuatu yang disembunyikan LeeTeuk di dalam arena ini. Hartanya yang paling berharga. Beberapa peserta bahkan mengikuti turnamen ini karena ingin mencari benda itu termasuk aku hahaha."

"Aku juga mendengar rumor itu tapi aku tidak yakin, apa LeeTeuk benar – benar segila itu dengan menaruh hartanya yang paling berharga di dalam arena ini? Bagaimana jika ada yang mengambilnya?"

"Justru karena itulah dia membuat peraturan hanya satu orang yang bisa keluar dengan membawa Cyclops itu. Dan jangan lupakan bahwa bajingan itu benar – benar cerdas."

"Memangnya apa harta berharga yang disembunyikan LeeTeuk di sini?"

Guanlin tampak mulai tertarik dengan pembicaraan itu.

"Sebuah senjata istimewa, The Black Azure. Terbuat dari logam hitam terkuat yang mampu mengendalikan gravitasi, ditempa dengan berlian biru yang langka oleh para hantu ahli besi terbaik yang dibangkitkan hanya untuk membuat senjata ini. Gagangnya perak murni yang dilapisi emas. Pedang itu juga diselimuti sihir, dan rumor mengatakan bahwa itu adalah senjata paling kuat dan paling tajam yang pernah dibuat di dunia kegelapan. Bisa kau bayangkan apa yang terjadi pada orang yang memilikinya?"

Semua terdiam menahan napas ketika mendengarnya,

"Kukira.. senjata itu hanya mitos?"

Sunmi tampak masih meragukannya tapi Mark menggeleng,

"Senjata itu benar – benar ada, sejumlah literature kuno dan kesaksian dari para tetua zaman dahulu memang membuktikan bahwa pedang itu benar – benar ada, namun entah kenapa di tengah perang yang berkecamuk pedang itu menghilang entah kemana, sampai aku mendapat informasi bahwa senjata itu dimiliki oleh Leeteuk dan disembunyikan di arena ini."

"Dan menurutmu di arena mana senjata itu disembunyikan, Mark?"

"Pertanyaan yang sangat bagus Guanlin. Sejujurnya aku curiga bahwa senjata itu disembunyikan di arena ketiga atau keempat."

Di tengah pembicaraan mereka tiba – tiba tanah bergetar dan langit mulai retak. Dan di tengah retakan itu muncul wajah LeeTeuk yang tersenyum.

"Kuucapkan selamat bagi para peserta yang masih bertahan dan telah sampai di arena ketiga, The Red Dessert! Tetaplah bertahan kawan, kalian satu langkah lagi menuju kemenangan, dan jangan lupakan bawa manusia itu bersamamu, hidup atau mati. Kuberikan satu petunjuk untuk kalian, gerbang menuju arena keempat hanya ada di The White Mercusuar. Temukanlah mercusuar itu atau kalian akan terjebak selamanya di sini!"

LeeTeuk tertawa terbahak – bahak dan wajahnya menghilang bersamaan dengan langit yang entah kenapa kembali seperti sedia kala, tanpa retakan sama sekali.

"Bajingan gila itu, dimana kita akan menemukan mercusuar putih di tengah gurun seperti ini?"

"Dan tampaknya bukan hanya kita yang telah sampai di arena ketiga ini, aku rasa beberapa peserta lainnya juga sudah memasuki arena ini."

"GUANLIN! DI SANA!"

Jihoon tiba – tiba menunjuk ke arah sesuatu yang terbaring di atas bukit dan mereka semua bergegas ke sana. Tapi apa yang mereka temukan tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Di atas bukit itu terbaring jasad Chaeyeon, si harpies. Bau darah menyeruak tajam dan Jihoon serta Jeong In harus menutup hidung mereka karena bau amis yang luar biasa.

Guanlin dan Mark mendekat,

"Ia belum lama dibunuh, darahnya masih hangat, yang artinya, siapapun yang melakukan hal ini masih berada di sekitar sini."

"Dan cara membunuhnya, sangat brutal.. Beberapa bagian tubuhnya hampir terputus, sebagian organ tubuhnya juga hilang."

Namun satu hal yang membuat Guanlin dan Mark bingung, bahwa si pembunuh tidak mengambil kunci yang masih tergantung di leher jasad Chaeyeon. Guanlin mengambil kunci tersebut, namun di saat bersamaan terdengar teriakan menggelegar,

"CHAEYEON!!"

Mereka semua menoleh dan terkejut melihat kehadiran Hanbin, si Cerberus dari dunia bawah tanah yang melihat mereka dengan penuh kemarahan. Guanlin mundur ketika Hanbin mendekati jasad Chaeyeon,

"Aku tidak tahu bahwa kau bisa begitu kejam Lai Guanlin."

Hanbin menatap Guanlin dingin dan Guanlin terkejut,

"APA?! Kau salah paham! Bukan aku yang membunuh Chaeyeon! Aku sudah menemukannya dalam keadaan seperti ini!"

'JANGAN BANYAK BICARA!"

Hanbin langsung menyerang Guanlin sementara dari kejauhan Vernon terkekeh menatap pertempuran itu dan berkata,

"Kerja bagus Hyunjin, sekarang mari kita biarkan mereka saling membunuh sementara kita cari dimana mercusuar putih itu."

Sementara Hyunjin berjalan di belakang Vernon, mengikutinya dengan ekspresi datar.



To Be Continued



~An author, a reader, and a friend, leenaeunreal, at your service~



Annyeeoongg yeorobunn, pada kangen aku ngga? XD jangan kaget ya gaes ada yang judulnya diganti tapi isinya tetap sama kok :3 Sampai ketemu di chapter berikutnya ya! ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro