Chapter 17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hei, bisa aku bicara sebentar denganmu?"

Chisa tampak berbicara dengan angin. Tapi, apa yang ia lihat justru berbeda. Saat ini, ia bicara dengan seseorang yang selalu mengikuti kemanapun Neko pergi dan selalu tampak sedih saat ketuanya marah.

"Kau ... kau bisa melihatku?" balasnya. Chisa mengangguk perlahan.

"Kalau begitu, namaku Higuchi Akane. Salam kenal," ucapnya dengan riang.

"Namaku Chisa, salam kenal juga."

Suasana menjadi hening setelah perkenalan. Baik Chisa ataupun Akane hanya diam, saling menatap satu sama lain.

"Biar aku tebak, pasti kau sahabat Neko yang bunuh diri?" ucap Chisa yang memecah keheningan.

Akane mengangguk, "Aku ...."

"Neko pasti belum percaya kalau kau pergi, bukan?"

"Y-ya," balas Akane dan dia kini berdiri tepat disisi kanan Chisa, "Chisa, bolehkah aku meminta bantuanmu?"

*****

Tepat pukul dua belas siang, Chisa meninggalkan dorm dengan alasan jika ia ingin membeli buku tulis. Tentunya, Sachi ingin ikut. Tetapi, Chisa menolak mentah-mentah rengekan Sachi.

Kini, Chisa tengah berjalan diantara kesibukan dan lalu lintas Tokyo dengan penyamaran seadanya.

"Jika berjalan kaki dari dorm, aku rasa butuh waktu tiga puluh menit," ucap Akane.

"Tidak masalah. Lagipula, kakiku sudah cukup terlatih dari latihan," balas Chisa yang mendapat sebuah tawa dari lawan bicaranya.

"Kau sedikit mirip denganku dulu. Hanya saja, aku tidak pedas mulut sepertimu."

"Aku anggap itu pujian," ucap Chisa.

Tanpa terasa, mereka telah tiba disebuah teater yang tidak cukup besar dan juga tidak cukup kecil.

"Seharusnya, tidak ada orang di hari libur ini. Mari masuk," ajaknya.

Chisa masuk melalui jalur yang ditunjukkan Akane. Dan saat berada di ruang pertunjukan, Chisa disuguhkan dengan panggung hitam yang sangat tinggi.

Ya, ini pertama kalinya Chisa melihat panggung teater. Saat ia berbalik, tampak ribuan kursi penonton berwarna merah yang tidak bergeser sedikitpun.

Sepintas, Chisa membayangkan bagaimana beradu peran jika ditonton secara langsung oleh ribuan mata. Rasanya, mungkin sangat membuatnya cukup grogi.

"Aku masih ingat, Neko pernah cedera disini," ucap Akane yang menarik perhatian Chisa.

"Cedera?"

"Ya, tepat disini. Saat itu, kain yang ia gunakan terbelit di kakinya. Dia melakukan improvisasi untuk mengulur waktu agar kain itu ditarik dan disaat itu juga, dia menjatuhkan diri. Dan berakhir, dengan lututnya yang mengenai lantai cukup parah," ucap Akane tanpa berbalik dari sisi tengah panggung.

"Apa penonton menyadarinya?"

Akane berbalik seraya tersenyum, "Tidak. Sama sekali tidak. Teater no megami terlalu pintar untuk mengelabuhi penggemarnya."

"Teater no megami ...," gumam Chisa.

"Ikut aku," ucap Akane yang membimbing Chisa ke tempat lain dibalik ruang pertunjukan.

*****

"Tadaima."

"Okaeri!"

Sachi berlari menuju pintu dan menyambut Chisa yang telah membawa buku pesanan sekaligus buku untuk dirinya sendiri.

"Bukumu warna biru, ingat itu," ucap Chisa setelah memberikan kantung plastiknya pada Sachi.

"Iya-iya," balas Sachi.

Manik Chisa menelisik ke seluruh penjuru ruangan. Tapi, ia tidak menemukan seseorang yang ia cari.

"Neko mana?" tanya Chisa pada Sachi yang sibuk membongkar bukunya.

"Sedang ada di kantor Yaotome. Mungkin, sebentar lagi pulang," jawab Sachi.

"Sudah berapa lama?"

"Kalau dari saat kau pergi sih, tiga jam."

"Disuruh apa memangnya?"

"Chisa pikun? Neko meeting duluan. Baru besoknya kau yang meeting. Huh, begitu saja lupa," omel Sachi.

"Orang pikun kok bilang orang lain pikun," balas Chisa.

"Yang penting aku tidak pikun kalau urusan orang, bwee," balas Sachi.

*****

Sesudah makan malam, Chisa menghampiri Neko yang sudah mengurung diri di kamarnya. Chisa mengetuk pintu perlahan hingga dipersilakan masuk oleh sang pemilik kamar.

"Tumben kesini," ucap Neko sembari melemparkan sebotol jus apel pada Chisa.

"Sedang bosan saja," balas Chisa, "Lagipula ..."

Chisa mengeluarkan amplop putih yang sudah mulai berubah warna, "Aku hanya ingin mengantarkan ini."

Neko mengernyitkan dahi. Ia duduk disebelah Chisa setelah menerima surat itu.

"Dari siapa? Tidak ada nama apapun," ucap Neko.

"Entah, aku saja hanya tidak sengaja menemukannya," jawab Chisa seadanya.

Neko membuka surat itu perlahan dan mulai membacanya bersama Chisa.

"Dear my best friend!

Hai! Kau pasti tahu apa artinya jika sudah menemukan surat ini, bukan? Hahahaha, jangan sedih. Aku hanya mencari suasana baru.

Selain itu, maaf karena aku telah pergi tanpa sempat berkata apapun padamu.

Neko, kau masih ingat saat pertama kita bertemu? Ya, kau selalu dijauhi oleh orang-orang Jepang. Tapi, aku heran, mengapa kau tidak peduli dengan mereka?

Saat tampil di teater pun begitu. Banyak komentar jahat yang dilontarkan padamu hanya karena kau berasal dari luar negeri.

Tapi, bukankah itu seru? Berada di luar negeri, mencoba kehidupan disana.

Ahahaha... Mimpiku terlalu jauh. Padahal, aku sudah berjanji padamu kalau aku ingin ikut berkunjung ke rumahmu di Inggris.

Lagipula, maaf sudah membuatmu menanggung sendiri impian kita. Ya, kita pernah sama-sama bermimpi untuk meninggalkan teater ini dan menjadi seorang idola.

Tapi, aku gagal. Baik sutradara ataupun ayahku mengekang agar aku tidak melakukannya. Dan saat aku tidak sengaja melihat kau membuka situs audisi itu ... aku sangat bahagia. Akhirnya, kau akan pergi dari teater ini dan menemukan jalanmu sendiri.

Hei, Neko. Terimakasih sudah mau mengajarkan bahasa Inggris dibelakang panggung. Tanpamu, mungkin aku tidak bisa lulus bahasa Inggris di sekolah. Hahahaha....

Dan pada akhirnya, semua tinggal kenangan, bukan?

Neko, aku tidak akan melupakanmu. Karena, kaulah mengajarkan aku bagaimana untuk terus tersenyum disaat apapun. Kau juga yang mengajariku bagaimana cara menarik menarik pandangan penonton padaku.

Mungkin, selembar kertas ini tidak bisa mengungkapkan semuanya. Ya, semuanya yang pernah kita jalani bersama.

Dan, aku selalu berdoa untuk kebaikanmu, Neko. Apapun yang terjadi, aku akan selalu mendukungmu. Karena, aku adalah penggemar pertamamu, bukan?

Selain itu, aku pasti akan merindukan permainan biolamu, Neko. Hehehehe....

Baik, sampai jumpa, Neko. Semoga kau selalu diberikan keberuntungan!"

Neko tak kuasa menahan rasa sedihnya. Selain itu, ingatan akan masa lalu membuat lukanya semakin membesar.

"Akane ...," gumam Neko dalam tangisnya.

"Neko, tenang," ucap Chisa sembari menepuk pelan punggung Neko.

Neko hanya menangis sejadi-jadinya. Ia merasa sangat kacau. Dunianya runtuh dalam sesaat.

Chisa masih setia menemani Neko yang telah diselimuti kesedihan. Dirinya terus memeluk member tertua dalam unitnya.

"Kenapa ... hiks ...."

"Ssstt ... tenanglah, Neko. Semua akan baik-baik saja," ucap Chisa.

Dan entah mengapa, Chisa semakin membuat Neko teringat saat Akane berhasil merobohkan tembok es yang telah ia bangun selama ini.

*****

Satu jam sudah Neko menangis. Dan tidak lama kemudian, ia pun tertidur sendiri.

Chisa membaringkan Neko perlahan. Setelahnya, ia menatap sebuah biola yang tidak sengaja sempat ia baca dalam surat itu.

Ia baru tahu jika Neko selama ini bisa bermain biola. Dan rasa penasarannya akan permainan Neko pun semakin memuncak.

'Kapan-kapan saja aku minta dia mainkan,' batin Chisa.

Tok! Tok! Tok!

Chisa segera keluar dari kamar Neko dengan sebotol jus apel yang sudah diberikan Neko sebelumnya.

"Lah, belum tidur?" tanya Chisa pada gadis kecil dihadapannya.

"Tadi, kau kan yang minta dibuatkan teh," ucap Sachi.

"Tunggu." Chisa langsung meneguk dua cangkir teh yang dibawa Sachi.

"Kok diminum semuanya? Neko bagaimana?"

"Sudah tidur dia. Dan jangan ganggu ataupun tanya dia soal apapun. Masih lelah dia," ucap Chisa yang berlalu begitu saja menuju kamarnya sendiri. Meninggalkan Sachi yang masih harus repot kembali ke dapur.

*****

"Terimakasih, Chisa," ucap Akane dengan senyuman manis di wajahnya.

"Akane," panggil Chisa.

"Hm?"

"Apa Neko juga sedingin itu saat di teater?"

"Ya, memang dia seperti itu. Maka, aku mohon padamu, Chisa. Jaga Neko baik-baik," ucap Akane sembari menyentuh tangan Chisa yang jelas-jelas tidak bisa ia sentuh.

Chisa terdiam. Ini pertama kalinya ada seseorang yang memohon padanya untuk melakukan itu.

"Aku tahu kau bisa melakukannya, Chisa. Sekali lagi, terimakasih atas bantuanmu."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro