05

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saya tidak begitu pro dalam menggambar dan jarang mewarnai. Jadi mohon pemakluman dari kalian.

Terima kasih dan selamat membaca~

......
...
...
......

"Vi!"

"NOVI!"

Pundakku bergoyang dan seketika itu juga aku tersadar. "Eh iya? Kenapa?" tanyaku melihat Yulia kaget.

"Kau itu ngelamunin apa? Cogan yang tinggal se-kos?" tanya Yulia kesal.

"Haha... maaf. Sebenarnya bukan itu sih..."

"Ceritakan padaku!" seru Yulia ceria.

"Loh? Kau normal nggak sih? Orang normal aja nggak bakalan percaya soal reinkarnasi, apalagi membiarkan aku tinggal sama kelima ikemen itu," protesku bingung.

"Memangnya di dunia ini nggak ada yang aneh? Ada hantu, alien, yeti, buto ijo, makhluk mars, apa lagi? Dunia ini sudah menampung berjuta-juta ke misteriusan. Hanya satu yang aneh tidak akan membuat dunia ini kiamat kok," kata Yulia dengan entengnya.

"Emang nggak bikin kiamat sih..." ucapku pelan. Aku menarik dan membuang nafasku perlahan. "Ada yang ingin menculikku setelah uas terkahir kemarin. Tapi dia katanya nggak mau menculikku dulu. Nggak seru katanya." Aku mencondongkan bibirku lalu melanjutkan bicara, "akhirnya mereka jadi waspada."

Tak ada jawaban dari Yulia yang membuatku menoleh padanya. "APA?! Itu mah super duper bahaya! Kalau sampai mereka bertengkar gimana? Kalau sampai kayak power ranger itu gimana?!" seru Yulia heboh.

"Eh iya juga ya... tapi tenang saja, aku sudah menasehati mereka. Kalau sampai mereka bertarung dan ada yang hancur, aku bentak aja mereka suruh balik ke dunia mereka! Hahaha!!"

"Loh? Kamu?"

"Tentu saja aku akan tetap di sini, dunia di mana aku bisa menambatkan akses internet untuk bermain game! Hehehe!!"

"Bukannya mereka maunya melindungimu? Kalau misalnya kamu di culik gimana?"

"Tinggal tendang aja alat kelamin mereka."

"Memang mereka punya alat kelamin?"

Aku terdiam melihat Yulia. Iya juga mereka punya nggak ya? Jangan-jangan kayak Enk*du yang nggak punya alat kelamin.

"Tendang kaki mereka."

"Kalau terbuat dari baja?"

Aku terdiam dan berpikir. "Ajak ngomong baik-baik."

"Memangnya kau pikiri ini masalah anak kecil rebutan mainan apa?!"

"Mirip."

"Sama sekali nggak!" Yulia mencubit kedua pipiku yang membuatku meringis. Yulia melepaskan pipiku lalu menghembuskan nafas kasar. Sedangkan aku menggosok-gosok kedua pipiku. "Lalu hanya itu yang kau pikirkan sampai melamun seperti itu?"

"Karena.... AKU NGGAK DAPET HEPI ENDING SAMA J*EL[1]!!!" seruku dengan wajah pura-pura menangis.

"Dasar, ngenes tau nggak," kata Yulia dengan nada mengejek.

"Nggak tuh, ada lima ikemen di kosku," kataku pelan yang membuat Yulia melihatku tajam.

"Arg!! Dasar kau ya!!" seru Yulia sambil memukulku.

Tentu saja aku berlari dan mencoba beberapa kali menghindar dari pukulannya. Sesampai di dekat pagar sekolah aku terdiam. Yulia tak sengaja menabrakku.

"Ada apa?"

"Dia..." kataku waspada.

Rambut hitamnya memang dapat menyamar di tumpukan rambut hitam dan coklat para siswi tetapi matanya mengalahkan segala warna hitam. Aku menoleh kepada Yolanda, "kau sudah di jemput?"

Yulia menggeleng. "Aku harus menunggu sebentar sampai supir datang ke sini."

"Kau menunggu di mana?"

"Di depan sekolah, ada apa?"

"Aku temani sampai kau di jemput, ayo," ajakku sambil menarik tangannya dan melewati gerombolan siswi yang mengepung seseorang di dalamnya. Aku membiarkan poniku menutupi mataku dengan harapan ia tak menyadariku.

Sesampai di depan sekolah yang lebih sepi aku berhenti dan Yulia berdiri di sampingku. "Rasanya deja vu deh ngelihat gerombolan itu," kata Yulia sambil tertawa pelan.

"Begitu ya..." kataku ikut tertawa tak niat.

"Oh iya, karena remidial ini sudah selesai apa yang kau lakukan Vi?" tanya Yulita.

"Yakin itu pertanyaan yang tepat?"

"Main game," tebak Yulia dengan wajah datar dan bosannya.

"Itu tau, kenapa? Mau di tanyain liburan ngapain gitu?" godaku ke Yulita yang sudah ngambek duluan. Kalau sudah ngambek kayak gini malah pengen aku godain terus.

"Wah kedua nona manis ini sedang tertawa, boleh saya bergabung?" Seketika senyumku menghilang. Wajahku yang masih menatap Yulia yang kini terlihat ia menatap ke belakangku dengan bingung.

"Kenapa kau kemari?" tanyaku sambil menatap tajam lelaki itu.

"Wah wah wah, galak nya si nona. Ceritakan dong bagaimana sekolahmu?" Ia bertanya dengan satu tangan yang merangkulku.

Karena berat aku langsung melepaskan diri dari lengannya. "Kenapa? Mau basa basi lagi?" tanyaku bosan.

"Ayolah nona, saya sudah lama ingin kembali menemui nona. Sayangnya mereka menghalangi setiap dari kami bertemu dengan nona," katanya dengan wajah yang sok sedih.

Kalau melihat begini di anime itu adalah hal yang biasa tetapi kalau secara nyata itu sedikit.... menjijikkan. "Asal kau tau saja ya..."

"Tau kok," katanya sambil tersenyum senang.

"Ha?"

"Nona tidak suka menjadi pusat perhatian bukan?"

Aku terdiam melihat ekspresi yang seperti menahan agar tidak menangis di depanku. "Ngomong-ngomong kalian siapa sih?! Trus ngomongnya kami-kami mulu! Yang dateng cuman seorang gini kok," protesku mencoba mengabaikan ekspresinya itu.

"Hehe... aku dateng karena ingin. Yang lain juga pasti mau tetapi mereka menahan diri," katanya sambil tertawa pelan.

"Vi, dia nggak keliatan kayak penculik," bisik Yulia yang aku jawab "setuju" di dalam hati.

"Lalu? Sebenarnya kalian siapa?" tanyaku mencoba se-tegar yang aku bisa.

Ia kembali menunjukkan senyum sendunya. "Saya harap anda mengingatnya," bisiknya perlahan.

"Maksudmu?" tanyaku bingung.

"Ups, sang pelayan datang. Saya pamit dulu ya, nona," katanya yang entah kapan mengambil sebelah tanganku dan mengecup punggung tanganku.

Aku hanya dapat terbegong di waktu yang singkat itu dan ia langsung menghilang begitu saja. Perlu beberapa detik hingga kehangatan di tanganku menghilang. Akhirnya ada suatu pertanyaan yang terlintas di kepalaku.

NIAT NYULIK NGGAK SIH?!

Bagus sih kalau nggak jadi. Tinggal mengirim surat lagi kalau mereka nggak jadi nyulik dan aku akan kembali.... sendirian... bersama gameku... kan? Jadi tidak ada lagi yang membuat onar, kos menjadi luas...

"Nona!" Aku refleks langsung menghadap depan dan melihat El yang kini penuh dengan keringat.

"El?"

"Mengapa nona terdiam? Nona sakit?" tanya El dengan wajah khawatir yang imut.

"Eh, oh, nggak kok tenang aja," kataku yang sadar tanganku masih melayang.

"Dia baik-baik saja kok... 80%nya. Hehe," ucap Yulia di belakangku.

"Jangan sok tau," kataku datar.

"Lalu 20% lagi?" tanya El masih dengan wajah khawatirnya.

"El," panggilku sambil memegang kedua bahunya. "Sebelum bertanya lebih lanjut, mari pulang saja. Mata sudah menatapmu," kataku serius.

"Tetapi nona..."

"Kalau nggak, aku tinggal aja," kataku mulai berjalan dan melewatinya.

"Eh, tunggu nona!" seru El sambil mengikutiku.

"Yul, aku duluan ya."

"Hati-hati Vi!" seru Yulia.

........

"Nona, anda bertemu dengan dia lagi ya?" tanya Ruber saat aku baru sampai di kos.

"Ha?"

"Nona bertemu dengannya lagi?" tanya Vin yang menegakkan duduknya di sofa.

"Elidyr?" Rio menatap El yang berdiri di belakangku.

Aku menatap El yang ketakutan. "Ia sudah datang saat pulang sekolah, sebelum El datang. Bukan salah siapapun," kataku sambil menaruh asal tasku di atas sofa.

"Apakah nona terluka?" tanya Glau yang mengelap tangannya dan berjalan dari arah dapur dengan wajah khawatir.

"Tenanglah, aku benar-benar tidak terluka," kataku sambil merentangkan tangan menunjukkan bahwa di tubuhku tak ada luka sedikitpun.

Glau menghembuskan nafasnya pasrah. Membuatku tersenyum dan kembali menurunkan tanganku. "Ngomong-ngomong Ber, kau tahu dari mana?" tanyaku sambil menunjuk Ruber.

"Mengenai pertemuan kalian?" tanya Ruber. Tentu saja telingaku merasa aneh mendengarnya tetapi aku mengangguk. "Dari baunya," katanya ceria.

"Memangnya kau anjing?!"

"Hidungnya 11-12 sama anjing, bahkan sifatnya juga," kata Vin yang kembali menatap konsol game yang aku pinjamkan.

"Apa?! Kau menyamakan aku dengan anjing?!" seru Ruber kesal.

"Kenapa? Bukankah anjing adalah makhluk yang luar biasa? Dia setia, baik..."

"Nona menyukai anjing?"

"Iya, tentu," kataku sambil mengangguk.

"Baiklah aku akan selalu menjadi anjing nona!" seru Ruber sambil memelukku dan memendekkan dirinya yang membuat pipinya yang menempel di bahuku.

Aku memegang kepalanya. Fluffy... aku mengelus pelan rambutnya yang lembut. Sepertinya ia juga suka.

"Mulai saat ini adalah saat yang kritis."

"Kenapa?" tanyaku sambil menatap Rio yang menunjukkan wajah seriusnya.

"Karena urusan nona dengan sekolah sudah selesai," kata Rio sambil melihatku dengan serius.

Maksudnya karena UAS dan remedku selesai, meninggalkan liburan di depan mata?

Rio berjalan mendekatiku. Ia menarik kerah baju Ruber dan hingga duduk di sofa sebelahnya. Aku ikut duduk di sofa berseberangan dengan mereka, di sebelah Vin yang masih asik dengan gamenya.

"Kenapa kau menarikku?!" protes Ruber tetapi tak di balas oleh Rio, bahkan tidak di lirik olehnya.

"Nona," bisik Vin. "Boleh saya tiduran di kaki anda?"

"Boleh," kataku sambil mengangguk.

"Terima kasih," katanya sambil tersenyum tipis lalu ia menjatuhkan kepalanya di pahaku.

"Curaaang!!" seru Ruber.

Dari posisi ini aku dapat melihat Vin menurunkan game konsolnya dan menjulurkan lidahnya sebelum kembali menutup matanya dengan game konsolnya. Aku hanya dapat tertawa pelan melihat aksi mereka yang sangat mirip anak kecil.

"Ah! Irvine curang!" seru El dengan piring berisikan makanan di tangannya.

"Siapa cepat, dia yang duluan."

Dari mana dia belajar itu? Jangan-jangan di dunia sana juga sama?

"Dasar bocah," kata Rio pelan tetapi ruangan ini terlalu sepi untuk menutupi suaranya.

Dia pengen ya? Aku dapat melihat wajahnya yang kesal itu. "Ngomong-ngomong kalian itu bisa cek waktu ya? Nyulik aja nunggu liburan," kataku sambil tertawa pelan.

"Bukankah itu bagus?" tanya Rio.

"Ya bagus sih... tapi bukannya kalau di anime nggak bakalan ada mikirin soal liburan ato nggak. Kejadian gitu aja," ungkapku mengatakan apa yang terpendam.

Yang terjadi kelima lelaki ini malah terdiam. Kayaknya nggak ngerti sama apa yang aku ucapkan. "Oh aku lupa anime malah nggak mikirin ujian ya? Oke lupakan saja lupakan," kataku dengan gaya tangan ngusir.

"Itu artinya nona harus di rumah saja ya?" tanya Ruber yang berekspresi seperti sedang berpikir.

"Tentu saja," kata Rio sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"Tenang saja, game-gameku menunggu untuk di mainkan."

"Tidak mau!!" seru Ruber yang membuatku melihatnya bingung. "Ayo kita pergi ke suatu tempat! Ayo kita pergi! Ayo! Ayo!" rengek Ruber seperti anak kecil.

Ni anak maunya apa?

"Ruber! Kau harus tau kemanan nona...!"

"Tapi aku rasa itu bukan ide buruk," potongku cepat.

Vin langsung bangkit dan menatapku bingung. "Nona yakin?"

"Kita bisa keluar bersama-sama tetapi dengan satu syarat. Kalian tunggu dulu di sini," kataku sambil berjalan menuju kamarku dan mencari sesuatu.

Setelah mendapatkannya aku langsung keluar dan menunjukkan apa yang aku cari.

"Apa itu nona?" tanya Glau bingung, begitu juga yang lainnya.

Aku tersenyum sinis. "Masker."

.
.
.
.
.
.

Note: [1]: Joel, nama chara di salah satu game otome yang saya mainkan. (Udah di hapus sih).

Lagi-lagi hampir kelupaan kembali terulang. Untung baru sore, kalo udah malem itu lumayan parah :v

Baiklah chapie minggu depan adalah favorit saya~~ ditunggu minggu depan ya~

Thanks for read~

-(12/07/2018)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro