27

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Esok paginya aku bangun dan mulai mengumpulkan nyawa yang menyebar karena sedang mencari mimpi yang bagus. Rio menunjukkan jubah yang sebelumnya kita pikirkan malam sebelumnya.

Aku tersenyum merasa bangga karena apa yang ada di depanku sama seperti yang aku pikirkan. Sebuah jubah yang berwarna coklat gelap yang memanjang sampai ke bawah kaki dan juga panjangnya sesuai dengan tinggi kita masing-masing.

Setelah makan sarapan yang buatkan oleh Glau dengan bantuan El, kami mulai siap dengan persiapan kami masing-masing. Walau sebenarnya kami tidak perlu mempersiapkan apa pun, selain koran yang kemarin Vin bawa. Kami sama-sama mengenakan pentup kepala kami dan berjalan keluar dari rumah kayu ke tempat tujuan kami.

Perjalanan menuju ke desa perlu melewati hutan-hutan karena letak rumah di dalam hutan, walau tidak benar-benar di tengah hutan. Walau pun begitu melewati hutan cukup menyejukkan mata dan turun ke hati.

Semoga bisa hari ini bisa berjalan dengan baik. Tidak sengaja aku melihat sebuah jalan yang sepertinya tidak asing bagiku. Walau pun begitu aku sangat yakin bahwa itu bukan jalur yang aku lewati bersama Deron, atau pun jalan yang pernah aku lewati bersama para ikemen.

"Ada apa nona?" tanya Glau yang membuatku kaget.

Seperti biasa dia tajem juga soal beginian.

"Ah aku ingin bertanya, di sana itu pergi ke arah mana ya?" tanyaku sembari menunjuk arah yang membuatku penasaran tadi.

Para ikemen ikut melihat arah yang aku tunjuk tetapi terlihat ekspresi bingung dari setiap wajah mereka.

"Itu tidak mengarah ke desa lain, jika nona berpikir seperti itu. Sepertinya itu hanya mengarah ke bagian lebih dalam hutan," kata Ruber yang seperti masih mengira-ngira.

"Apakah si ilmuan itu pernah melewati tempat itu?" tanyaku lagi.

"Maafkan kami, tetapi sepertinya nona tidak pernah melewati tempat itu sama sekali,"jelas Rio, masih dengan wajah bingung.

"Begitu," kataku pelan. "Ayo, kita lanjutkan perjalanan," ajakku yang berjalan terlebih dahulu lalu diikuti oleh kelima ikemen di belakangku.

Mataku masih menatap ke arah itu, entah mengapa aku sangat yakin aku pernah pergi ke sana dan perasaan yang mengatakan aku harus ke sana.

Setelah beberapa jam, kami tiba di sebuah desa atau untuk dunia ini sebuah kota yang maju. Sebenarnya perjalanan bisa singkat dengan memakan waktu kira-kira 45 menit, tetapi para ikemen ini memaksaku untuk beristirahat beberapa detik agar aku tidak kelelahan.

Walau pun aku pernah berjalan tanpa henti dari rumah kayu itu sampai ke dalam kota itu. Aku melihat ke belakang, memeriksa apakah setiap dari kami sudah memasang jubah dengan baik atau tidak. Untungnya karena para ikemen ini adalah anak-anak yang baik, mereka masih memasang jubah dengan rapi.

Aku mengangguk sebelum akhirnya berbalik mengarah ke kota itu. Kami sama-sama berjalan masuk dengan santainya, mungkin di saat ini belum adanya peringatan mengenai orang asing yang mempunyai maksud buruk. Kota yang katanya paling maju terlihat seperti kota negara bagian barat berabad-abad lalu.

Terlihat sebuah poster yang cukup besar untuk di pandang mata dan isinya menunjukkan apa yang tertulis di koran. Karena buatan tangan jadinya mereka membuat satu yang besar dibandingkan kecil tetapi banyak. Nah bagaimana dengan koran?

"Nona, tempatnya di arah sana," jelas Vin saat aku terdiam untuk memikirkan sesuatu yang lain.

"Oh iya, terima kasih," kataku yang sedikit kaget.

Aku berjalan terlebih dahulu, itu yang aku pikirkan tetapi para ikemen ini malah berjalan di sisi kanan, kiri, dan belakangku. Mata mereka beberapa kali aku dapatkan sedang melirik ke bagian samping mereka yang bersampingan dengan orang asing.

"Apa yang sedang kalian lakukan?" tanyaku sedikit risih melihat tatapan orang yang bingung ke arah sini.

"Tentu saja melindungi nona, agar nona menjadi lebih aman," kata Ruber dengan suara ceria yang berdiri di belakangku.

"Haruskah seperti ini?" tanyaku yang melirik ke Rio dan Glau yang menjaga sisi kiriku, Vin dan El yang menjaga sisi kananku. Mereka terlalu berlebihan.

"Tentu saja," kata Vin yang tidak melihat ke arahku tetapi sebaliknya.

"Jika ini menyangkut keamanan nona kami akan melakukan semuanya," kata Rio yang menoleh ke arahku sejenak lalu kembali mengalihkan pandangannya.

Semuanya terlihat sangat serius. Bahkan El saja tidak banyak berbicara hanya pandangannya yang terlihat membara. Aku menyerah, dalam hati aku hanya berharap kami bisa sampai dengan cepat.

Setelah beberapa saat akhirnya kami sampai di tujuan. Sebuah panggung sederhana, yang mungkin terlihat mewah pada saat ini, yang berada di alun-alun pusat kota. Setidaknya untuk kali ini membiarkan para kalangan bawah melihat apa yang ingin di tunjukkan. Bukan dengan pesta mewah untuk bangsawan, aku jadi tidak perlu memikirkan lagi nama peringkat bangsawan apa yang harus aku pakai.

"Kalian siap?" tanyaku kepada para lelaki ini yang di balas anggukan.

Aku menarik dan menghela nafas sebelum akhirnya berjalan menuju ke belakang panggung. Dengan perkiraan Vin dimana wanita itu dan para ciptaannya berada. Untungnya dengan penjagaan minim kami bisa berhasil masuk ke dalam ke sebuah ruangan yang diperkirakan orang yang kami cari ada di sana.

Saat aku mengintip di dalamnya aku hampir berteriak "Binggo" karena mendapatkan wanita yang menjadi incaran kami. Pintu yang terbuka sebenarnya menghasilkan suara yang cukup besar tetapi wanita yang memunggungi kami tidak bergeming.

Mataku menangkap beberapa sosok yang terduduk lemas di depan wanita itu. Ada lima warna di bagian atas mereka, ungu, merah, biru, hijau, dan kuning berjejer.

"Apa itu para lelaki itu?" tanyaku tidak percaya sembari menunjuk mereka yang terduduk lemas.

Wanita itu berbalik dan menunjukkan ekspresi kaget. "Siapa kalian?! Kenapa kalian bisa masuk ke sini?!" tanya wanita itu yang baru sadar kami masuk ke dalam ruangan itu.

"Bisalah, orang nggak ada penjaga yang jaga di depan. Jadi masuk ke sini itu hal mudah," kataku dengan nada malas.

Wanita itu masih terkaget bahkan tidak beranjak dari posisinya.

"Oke, abaikan itu. Namamu itu Elina, bukan?" tanyaku memastikan bahwa wanita ini benar-benar yang kami cari.

"Benar, lalu kamu siapa ya?" tanya Elina yang sedikit takut mungkin karena kami masih mengenakan penutup kepala kami.

Aku membuka penutup kepalaku. "Untuk sekarang aku akan menunjukkan wajahku terlebih dahulu, lalu kedatangan kami ke sini untuk membicarakan mengenai para lelaki yang ada di belakangmu," kataku sambil menunjuk mereka yang terkapar di belakang.

Elina sedikit merentangkan tangannya, seakan-akan melindungi mereka yang ada di belakang. "Memangnya apa yang kalian ketahui mengenai mereka?!" tanya Elina dengan ekspresi yang menyelidik.

"Tidak ada."

Elina terlihat kaget mendengar jawabanku.

"Yah selain apa yang tertulis di koran, aku, maksudku kami, tidak mengetahui lainnya. Jadi kami ingin tahu, dari mana kamu mengetahui cara membuat mereka," kataku yang membuat Elina kembali terlihat kaget. Sedikit sedih juga mengatakan hal seperti ini.

Ia memutuskan pandangan mata dari arahku, melihat ke kiri, kanan, dan bawahnya dengan khawatir. "Maksudmu bagaimana caraku membuat mereka bukan? Kamu ingin membuatnya sendiri-"

"Tidak ada yang salah dalam pemilihan kataku. Apa yang aku katakan sesuai dengan apa yang ingin aku dengar."

Elina kembali kaget dan ketakutan.

Kenapa dia begitu terus sih? Apa aku harus tersenyum untuk memecahkan suasana ini. Tetapi entah mengapa dari tempatku, aku bisa menebak Rio yang menatap tajam Elina dari balik jubahnya.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu?" tanya Elina yang masih terlihat ketakutan tetapi berusaha untuk tetap berani. Setidaknya dari pandanganku seperti itu.

"Karena penasaran."

"Kenapa harus penasaran mengenai hal itu?!" tanya Elina dengan nada suara yang mulai meninggi.

"Karena tidak adanya larangan mengenai mempertanyakan hal itu-"

"TIDAK! Tidak ada yang boleh menanyakan hal itu!" seru Elina yang terlihat mulai tidak waras.

"Kenapa? Apakah ada peraturan seperti itu? Jika ada maka tunjukkan kepadaku," kataku sembari mengangkat sebelah tanganku sebahu, siap menerima apa pun yang akan diberikan kepadaku. "-dengan begitu aku akan memilih jalur lain untuk mendapatkan jawabannya."

Elina menatapku dengan ekspresi horor. Sebenarnya aku ingin tertawa terbahak-bahak atau setidaknya senyuman sinis, tetapi aku memilih untuk tetap memakai ekspresi datar yang terkesan serius.

Elina terlihat seperti menggeram kecil lalu dalam sekali ayunan tangan, mereka yang tergeletak itu bangkit dari posisinya. Dari pandanganku mereka seperti boneka yang ditarik talinya. Di tangan mereka telah siap beberapa senjata yang telah mereka sembunyikan dari baju mereka. Ekspresi Elina mengatakan bahwa ia akan menang hanya dengan menunjukkan senjata di depanku.

Aku menatapnya datar. "Boys!" seruku dan dalam sekejap suara kain yang tersibak dan beberapa senjata besi yang sedikit bertabrakan terdengar di belakangku.

Seketika ekspresi Elina berubah. "Si-siapa sebenarnya kalian?!" tanya Elina yang ketakutan sembari menunjuk ke arah sini.

Aku menatap ke belakang yang sebenarnya sedikit kaget senjata yang di tunjukkan ada yang besar-besar.

Sesuai dengan kode yang telah di sepakati, aku mengangguk yang mengartikan sudah tandanya mereka membuka penutup kepala mereka. Walau pun begitu mereka membalas anggukanku terlebih dahulu lalu membuka penutup kepala mereka.

"Mereka?!"

Bener-bener dah, kalau dia kaget ngomongnya cuman sepatah-sepatah kata saja.

"Mereka adalah yang asli," kataku sembari tersenyum sinis dan merentangkan kedua tanganku ke sisi yang berbeda. "Memangnya yang di belakangmu bisa menggantikan mereka?" tanyaku dengan ekspresi mengejek melihat mata-mata kosong di belakang Elina. "Jadi, apakah sudah ingin berbicara? Atau memilih untuk melakukan pertarungan?" tanyaku dengan tatapan mengejek.

"Tidak mungkin," kata Elina yang terdengar seperti geraman. "Yang asli sudah tidak ada. SERANG!" seru Elina dengan ekspresi amarah yang sangat besar.

Mereka yang di belakang Elina mulai beranjak dengan senjata yang sedari tadi siap di tangan.

.
.
.
.
.

Hampir saja saya lupa wkwkwk, maaf keterlambatan ini ya.

Semoga cerita ini bisa membawa kebahagiaan dalam hidup kalian, walau hanya sedikit atau pun sejenak :)

-(24/08/2020)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro