1. Hazel dan Lamaran Duke

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Hazel tengah membaca buku tua seraya menelungkup di tempat tidurnya. Ia begitu larut dalam dunia ciptaan sang penulis yang membawanya masuk ke tempat yang belum pernah ia jelajahi. Sesekali jemarinya yang tampak ringkih membuka lembar halaman. Dalam ruangan sunyi itu, hanya suara helaan napas teraturnya yang terdengar. Di luar, kehidupan terus berjalan meski kehadirannya, dan Hazel terbiasa dengan kesendirian yang menindas.

Ketika asyik larut dalam dunianya sendiri, pintu kamar terbuka dengan derit pelan. Seorang pelayan muda berdiri di depan pintu, tampak ragu-ragu sebelum masuk. "Miss Hazel," panggilnya dengan suara lembut. "Count Barnum meminta Anda segera datang ke aula."

Hazel mendongak dari bukunya, matanya penuh kebingungan. "Apakah ayah ingin bertemu denganku?" dia bertanya dengan bingung, hampir tidak percaya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali bertemu dengan ayahnya.

"Iya, Nona," jawab pelayan itu sambil menundukkan kepalanya sedikit. "Count Barnum sedang menunggu di aula."

Hazel dengan hati-hati menutup bukunya dan menyimpannya. Ia berjuang mengumpulkan kekuatan untuk bangun dari tempat tidur, rasa sakit yang selalu menemaninya membuat setiap gerakannya menjadi sulit. Pelayan itu melangkah mendekat dan mengulurkan tangan membantu, tapi Hazel menggelengkan kepalanya, mencoba bangkit.

"Aku bisa melakukannya," katanya dengan suara lemah namun tegas. "Terima kasih."

Dengan langkah terhuyung-huyung Hazel keluar dari kamarnya dan merasakan lantai marmer dingin di bawah kakinya. Setiap langkah terasa seperti usaha yang sangat besar, namun dia terus berjalan dan menuju ruang tamu tempat ayahnya menunggu. Ketika sampai di pintu ruang tamu, Hazel menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar kencang. Dia perlahan membuka pintu dan melangkah masuk. Di sana, di tengah ruangan besar itu, berdiri ayahnya, Barnum Ellsworth, dengan ekspresi yang sulit ditafsirkan.

"Kau akhirnya datang," kata Barnum dingin. Matanya menatap tajam ke arah Hazel, seolah mencari sesuatu yang sudah lama hilang.

"Kenapa Ayah memanggilku?" Hazel bertanya, suaranya nyaris berbisik.

"Ya, ada yang perlu kita bicarakan," jawab Barnum lugas. "Kau tahu, Hazel, aku sudah mencoba memahami apa yang bisa kau berikan pada keluarga ini. Namun seiring berjalannya waktu, semakin aku menyadari bahwa kamu tidak berguna bagi kami."

Di aula yang besar namun sunyi, Count Barnum Ellsworth berjalan mondar-mandir dengan langkah cepat yang gelisah. Wajahnya memerah. Menunjukkan kemarahan yang membara. di dadanya, Hazel perlahan berjalan menuju sofa dan duduk, putri satu-satunya, Hazel Ellsworth, yang duduk lemas di atas sofa empuk. Tubuhnya yang lemah ditutupi kain satin coklat, kontras dengan wajahnya yang selalu pucat. Matanya yang besar dan berkaca-kaca menatap ayahnya dengan ketakutan yang mendalam.

Barnum berhenti tepat di depan Hazel dan memandangnya dengan tatapan yang mampu menusuk hati. "Kamu benar-benar tidak berguna!" dia berteriak dengan suara gemetar. "Lihat dirimu Hazel, kamu hanya menjadi beban selama bertahun-tahun! Tidak ada bangsawan, pedagang atau masyarakat kelas atas yang sudi melirikmu. Kau hidup, tapi layaknya sudah mati. Kau bagai hantu yang tak terlihat!"

Hazel menunduk dengan air mata berlinang. Kata-kata ayahnya terasa seperti belati yang menusuk langsung ke dalam hatinya. "Aku... Aku tidak pernah minta dilahirkan seperti ini," bisiknya, nyaris tak terdengar.

"Kau benar. Aku pun menginginkan anak perempuan yang sehat, cerdas, dan cantik. Setidaknya kalau kau sehat dan cantik, pangeran akan melirikmu sebagai istri. Pernikahanmu akan berpengaruh besar pada kelangsungan bisnis keluarga kita. Namun lihatlah dirimu yang lemah dan tak berguna," Barnum menyeringai sinis, "Sialnya kau terlahir sebagai putriku, menjadi penghalang bagi semua rencana dan keuntungan yang bisa kucapai. Kau adalah kegagalan terbesar dalam hidupku."

"Aku...aku sungguh minta maaf, Ayah...." Air mata Hazel berlinang semakin deras.

"Lihatlah saudara-saudara laki-lakimu! Paling tidak mereka dapat membantuku mengurus perusahaan. Lalu kau?! Apa yang kamu lakukan, dasar sampah tak berguna! "

Aula yang semula sunyi, kini menggaungkan kemarahan Barnum. Udara di sekitar Hazel bagai dipenuhi racun dan setiap hela napasnya kian mencekik. Dia mencoba mengumpulkan keberanian untuk membela diri, namun tubuhnya yang lemah tidak memberinya cukup kekuatan.

"Apa kerjamu, hanya membaca roman picisan tak berguna. Paling tidak, datanglah ke pertemuan bangsawan, pikatlah pria muda dengan kecantikanmu. Oh, aku lupa. Kau ini penyakitan. Lak-laki waras pastilah tidak mau mempersuntingmu, sebab kau hanya akan menajdi beban bagi mereka," lanjut Barnum dengan nada mengejek. "Katakan padaku, untuk apa kau tetap hidup, Hazel? Apa lagi yang bisa kamu berikan pada keluarga ini selain beban karena telah merawatmu tapi tidak ada timbal baliknya?"

Mata hijau kecokelatan milik Hazel hanya bisa menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca, bibirnya bergetar menahan isak tangis. Dia tahu jauh di lubuk hatinya bahwa tidak ada yang bisa dia katakan atau lakukan untuk mengubah pendapat ayahnya. Barnum Ellsworth adalah orang yang hanya menghargai keuntungan dan uang, dan sayangnya Hazel tidak mendapat tempat dalam perhitungannya.

"Tidak bisakah setidaknya ada satu atau dua laki-laki kaya yang sudi melamarmu?!" Barnum berteriak lagi, suaranya bergetar karena marah. "Lihat dirimu, Hazel! Kamu hanya sebuah beban. Di negara ini, status kebangsawanan kita seharusnya sangat berharga. Bagaimana denganmu? Tidak ada pengusaha, taipan muda, atau miliarder yang ingin melamarmu!"
"Ayah, kumohon maafkan aku. Katakan apa yang harus aku lakukan?" Hazel memohon, suaranya serak.

Barnum menarik napas dalam-dalam, penuh amarah dan frustrasi. "Kau tahu apa yang paling menggangguku, Hazel? Kamu seorang countess, tapi kamu tidak bisa melakukan apa pun yang berguna. Kamu hanya duduk di sini dalam keadaan sakit dan pucat. Apa gunanya semua ini?"

Hazel merasa seluruh dunianya runtuh.
Hazel merasa semakin terisolasi. Dunia luar tampak seperti mimpi yang tidak pernah bisa ia capai. Keluarganya yang seharusnya menjadi tempat berlindung, malah menjadi sumber penderitaan. Setiap hari Hazel terjebak dalam situasi yang menyedihkan, dia hanya bisa berharap suatu saat akan terjadi keajaiban dan membebaskannya dari segala penderitaannya. Sampai saat itu tiba, dia harus puas dengan kekuatan yang tersisa padanya, meskipun kekuatan itu semakin berkurang dari hari ke hari.

Barnum menarik napas dalam-dalam, penuh amarah dan frustrasi. "Kau tahu apa yang paling menggangguku, Hazel? Kamu seorang countess, tapi kamu tidak bisa melakukan apa pun yang berguna. Kamu hanya duduk di sini dalam keadaan sakit dan pucat. Apa maksud semua ini?"

Tiba-tiba pintu aula terbuka dan seorang pelayan bergegas masuk, "Count Barnum," serunya dengan suara cepat. "Seorang utusan dari keluarga Duke Kingsley sedang menunggu di depan. Dia punya pesan penting."
Barnum mengerutkan kening, jelas kesal dengan hal ini. "Duke Kingsley?" gumamnya, mencoba memahami situasinya. "Oke, bawa dia masuk."

Tak lama kemudian, utusan itu, seorang pemuda berpakaian setelan jas dan dasi yang terlihat cukup mahal, masuk dengan hormat. Dia membawa amlop putih yang disegel dengan lambang keluarga Kingsley. Barnum memandangnya dengan penuh tanda tanya.

"Apa yang kamu perlukan di sini?" Barnum bertanya, suaranya masih tegas.

Petugas itu membungkuk hormat sebelum berbicara. "Count Ellsworth, saya telah mengajukan permintaan resmi dari Duke Rainhard Kingsley untuk melamar Lady Hazel Ellsworth."

Ruangan tiba-tiba menjadi sunyi. Mata Hazel dan Barnum membelalak, tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Dikenal karena keberanian dan temperamennya yang dingin, Duke Rainhard Kingsley melamar Hazel? Barnum terlihat kaget namun berusaha tetap tenang.

"Permintaan resmi?" Barnum mengulangi seolah dia yakin dia mendengarnya dengan benar. "Lamaran pernikahan Duke Rainhard Kingsley dengan putriku?"

"Benar, Count Ellsworth," utusan itu mengirim dengan tegas. "Duke Rainhard Kingsley melihat potensi dan keanggunan Lady Hazel dan merasa dia akan menjadi sempurna untuknya."

Hazel merasa dunia berputar. Bagaimana bisa sang Duke yang dikenal dingin dan kejam bisa tertarik padanya, yang selama ini dianggap tidak berharga oleh ayahnya sendiri? Penglihatannya dikaburkan oleh air mata, ketakutan dan harapan.
Barnum, masih kaget, menarik napas dalam-dalam. "Aku akan mempertimbangkan saran itu," dia akhirnya berkata dengan suara yang lebih pelan namun penuh perhatian. "Beri tahu Duke Kingsley bahwa kami akan memberikan Anda jawaban sesegera mungkin."

Utusan itu membungkuk sekali lagi sebelum berbalik dan meninggalkan ruangan. Barnum memandang Hazel, ekspresinya kini penuh keheranan.

"Hazel," katanya perlahan, "mungkin ini adalah kesempatan yang selama ini kita tunggu. Kau harus mempersiapkan diri. Duke Rainhard Kingsley bukan orang sembarangan."

Hazel hanya bisa mengangguk pelan, masih terkejut dengan perkembangan yang tiba-tiba ini. Dalam hatinya, dia merasa sedikit harapan baru menyala, namun juga ketakutan yang mendalam akan masa depannya dengan Duke yang terkenal kejam itu. Satu hal yang pasti, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

"Kali ini, jangan mengacaukan apapun, dan jangan permalukan keluarga lagi!"

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro