The Follower From Darkness - Part 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Padahal mulutnya itu hanya satu, tapi kenapa setiap dia bicara seolah ada sepuluh orang sekaligus. Ditambah wajahnya sangat tidak enak dilihat, alisnya naik sebelah---mungkin salah mengukur ketepatan dalam membuat alis palsu.

Biasanya dia tidak pernah ikut acara berkemah dan lagi, perkemahan bodoh mana yang menerima siswa yang gayanya bahkan setara Beyonce? Argh! Aku tidak bisa membayangkan kehidupan sekolahku yang menyedihkan harus diisi dengan perkemahan yang lebih mirip karyawisata daripada berkemah, dengan gadis itu yang selalu menggangguku.

Tuhan, beri aku kekuatan untuk membakar gadis cerewet itu!

Berkatnya sekarang aku harus terjebak di hutan dengan hanya membawa sebuah belati, ke sana-kemari mencari ranting-ranting kering atau kayu untuk api unggun.

Dia berpikir aku pembantunya atau apa? Kenapa pula sebuah perkemahan yang bahkan memiliki pemanas di tenda kehabisan kayu bakar? Ini pasti hanya akal-akalan gadis menyebalkan itu untuk mengerjaiku. Hah! Aku juga menurut saja tanpa berpikir tadi. Jadi sekarang siapa yang bodoh? Aku, kan?

Aku menjerit seperti orang gila di tengah hutan, menarik-narik rambut putih yang sering diejek uban oleh teman sekelasku. Sampai kadang berharap rontok saja semuanya, supaya botak sekalian!

Rasanya lelah sekali, menjatuh diri hingga menimbulkan suara yang cukup keras ke tanah---aku tak peduli celana akan kotor---lalu mengais-ngais tanah dengan ujung belati, kurang kerjaan sekali, tapi ini lebih baik daripada memendam kekesalan seperti tadi, bisa-bisa aku kena serangan jantung mendadak. Pilihan yang tepat sembari membayangkan wajah gadis itu yang tengah tergores belati. Aku merasa lebih baik sekarang.

Aku berhenti sejenak dan melihat sekeliling---tampak menggelap, padahal tadi masih ada cahaya matahari yang bisa masuk, tapi kenapa mendadak tertutup dedaunan?

Oke ... apa aku tersesat dan berjalan ke dalam hutan? Ya Tuhan .... Kuusap wajahku pelan---melelahkan, kakiku sakit serta berbagai keluhan lain yang tidak bisa aku keluarkan semuanya.

Sebenarnya tadi aku lewat darimana? Semuanya tampak sama. Aku kembali berjalan tanpa tujuan seraya mengingat jalan yang tadi aku lewati. Tapi, mana bisa, otakku yang pelupa tidak mungkin mengingat dengan cepat apa-apa saja yang bisa menjadi patokan untuk kembali ke perkemahan.

Kadang aku berpikir, sebegitu tertinggalnya aku dalam kemampuan mengingat, apa Tuhan saat menciptakanku lupa untuk memberi kemampuan daya ingat manusia pada umumnya. Aku malah frustrasi sendiri.

Sebuah cahaya menghentikan acara keluhanku, asalnya dari bawah sebuah pohon besar yang bahkan lebih besar dari pohon-pohon lainnya.

Aku berjalan untuk melihat lebih jelas. Tidak ada apa pun di bawah pohon itu, hanya ada akar-akarnya yang besar melesak ke dalam tanah---sangat besar bahkan ada yang sebesar tubuhku. Lalu apa yang bersinar? Mengedikkan bahu, aku hanya berhalusinasi, mungkin. Lebih baik segera keluar dari hutan, bisa mati kedinginan jika aku terlalu lama.

"Aduh!" Hidungku serasa patah, lagipula tadi tidak ada sesuatu di belakangku.

Tidak mungkin ada Tarzan, kan? Aku menengadah mendapat sosok tinggi dengan pakaian serba hitam berdiri menatapku tajam. Aku baru sadar, matanya tidak memiliki warna putih seperti manusia, hanya hitam legam.

"Kau ... manusia?"

Tunggu dulu ... tadi dia bilang aku manusia?

Maaf semuanya ^0^) sebagian sudah Dean unpub karena proses penerbitan antologi cerpen. Terima kasih ^0^)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro