5.3 Antara Pertaruhan dan Kebutuhan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Henrietta tidak pernah segugup ini berencana menemui seseorang. Independent woman telah melekat pada namanya, dan seharusnya tidak ada independent woman yang takut menghadapi tantangan. Namun, Joel berada dalam daftar pengecualian. Cuma melalui perantara aplikasi kirim pesan, Henrietta dapat merasakan seberapa sabar dan perhatiannya seorang Joel Hattala Abraham. Henrietta khawatir image-nya bakal 'kalah' oleh aura Joel yang berkebalikan darinya.

Henrietta berkali-kali menyugesti diri bahwa pertemuan malam ini sama seperti diskusi biasa dengan kolega bisnis. Hal itu tidak sepenuhnya salah. Henrietta dan Joel pernah bertemu dalam rapat asosiasi bisnis sebelumnya. Mereka sama-sama hadir sebagai perwakilan perusahaan. Saat itu, Henrietta sedikit meremehkan kemampuan anak muda berusia 25 tahun yang berani-beraninya datang tanpa ditemani senior, malahan mengajak pemuda tanggung lainnya yang berpenampilan lebih tidak rapi ketimbang Joel. Penilaian buruk Henrietta gugur setelah mendengar tanggapan Joel terhadap perubahan consumer preferences di industri musik.

Saat ini pun begitu. Mereka akan bertemu sebagai rekan bisnis, terutama karena Henrietta masih menganggap proposal pernikahan yang sempat dia ajukan setara nilainya dengan investasi pada Abraham Record & Artist Management. Henrietta telah mengantongi ide-ide menggiurkan sebelum memutuskan untuk menghubungi Joel. Dengan kemampuan dan pengalaman berkecimpung di bidang usaha yang sama, Henrietta yakin Joel akan terkesima pada rancangannya meningkatkan nilai saham perusahaan.

Katakanlah Henrietta bodoh, mau-maunya membantu kompetitor secara sukarela. Akan tetapi, bila ini memang satu-satunya jalan keluar dari rongrongan pernikahan, Henrietta sanggup menanggung segala konsekuensinya. Dia tidak mungkin mengedepankan kepentingan R&W Artist Management ketika eksistensinya sebagai business woman terancam.

Sesuai dugaan, Henrietta sampai duluan di tempat perjanjian. Lima menit lalu dia telah memberi kabar pada Joel, yang langsung dibalas bahwa pria itu masih dalam perjalanan. Henrietta lantas memesan minuman lebih dulu. Ketika seorang pelayan mengantarkan secangkir teh panas, lengkap bersama cawan berisi pilihan gula aren, gula pasir, dan sweetener, tanpa sadar Henrietta terus melirik pada pantulan wajahnya sendiri di sendok kecil. Dalam sepuluh menit, dia bolak-balik memastikan bahwa poninya tidak berantakan, make up-nya tetap on point, dan raut wajahnya tidak terlalu kelihatan tegang.

Oh, persetan dengan itu semua. Henrietta merasakan pusaran aneh di perut ketika seseorang memanggil namanya. Wanita itu menoleh cepat. Pupil Henrietta melebar beberapa milimeter menatap pria berpenampilan 'terlalu' kasual yang kini berdiri tepat di sebelah kursinya.

Kantung mata alami itu masih ada. Ketika tersenyum, sepasang bibir tipisnya saling menekan dan tertarik ke samping secara simetris. Garis dagunya yang mengerucut, ditunjang dengan bentuk wajah kecil dan leher jenjang nan kokoh, membuat Henrietta terpaku.

Secara keseluruhan Joel di hadapannya memang Joel yang sama dengan yang pernah dia temui. Namun, gaya rambutnya yang sedikit acak-acakan, perpaduan celana jeans dan kaus lengan pendek yang memperlihatkan bisepsnya, serta tas kecil yang terselempang di dada, itu semua justru menambah kesan maskulin. Henrietta akui, Joel terlihat dewasa ketimbang dua tahun lalu.

"May I?" tanyanya sopan sambil menunjuk kursi di hadapan Henrietta. "Mbak?"

"Eh, Joel. Ya, duduk saja." Henrietta sempat tergagap-gagap. Saking terpukaunya, Henrietta sampai melupakan sopan-santun berdiri menyambut tamu dan menyodorkan tangan untuk bersalaman. "Kamu mau pesan minum? Sebentar, biar saya panggilkan pelayan."

***

"Ina, nanti lo jangan jauh-jauh dari gue, ya," pinta Joel.

Dia menerawang ke luar jendela sambil mengetukkan sudut ponsel ke dagu. Joel tidak menunggu sahutan karena tahu Inasa pasti menyanggupi. Pikiran Joel seharian ini terlalu sibuk berputar di sekitar satu nama: Henrietta.

Tidak banyak hal yang bisa Joel ingat dari Henrietta, selain bahwa wanita itu sepertinya terlahir dengan garis-garis wajah yang tegas. Joel bisa mengingat jelas karena dia pernah merinding saat tanpa sengaja bersisitatap dengan wajah Henrietta yang memenuhi sampul majalah Forbes. Di bawah tangannya yang saling terangkai di depan dada tertulis "inspiring women" menggunakan huruf kapital. Awalnya Joel tidak mengerti mengapa hanya wajah Henrietta yang tercetak besar, sedangkan inspiring women lain mendapat tiga panel kecil saling bertumpuk.

Artikel utama otomatis menjadi bahan bacaan Joel. Di sana tertera bahwa pada usia tiga puluh tahun Henrietta berperan besar menyelamatkan industri entertainment, lebih spesifiknya bisnis yang berkaitan dengan stasiun TV, di tengah gempuran hadirnya platform menonton berbasis daring. Dia bekerja sama dengan agensi asal Korea Selatan yang ingin mempromosikan artis-artisnya di Indonesia dalam beberapa acara besar televisi. Masih ada sederet pencapaian lainnya, yang secara tidak langsung turut berdampak ke belantika musik tanah air dan dunia modelling. Dengan memanfaatkan animo yang tinggi, dan mengejutkannya lagi ternyata cukup awet, Henrietta mampu membuka bisnis baru di bidang fashion.

Joel menemukan dua alasan kuat mengapa Henrietta didapuk menjadi wajah majalah dua tahun silam. Pertama, prestasinya tidak main-main. Kedua, dia memiliki kesan cantik yang tidak membosankan, meskipun ada sedikit bumbu menyeramkan pada tatapan dinginnya.

"Sudah sampai. Mas Jo turun duluan saja, saya mau cari tempat parkir."

Suara Inasa menyentak Joel yang terlalu asyik mengais kotak memori. Joel segera menyadari bahwa kendaraan yang dia tumpangi telah berhenti di lobby restoran Italia. Seorang doorman berdiri tepat di sebelah pintu mobil, yang andai saja tidak Inasa kunci dari dalam, pasti saat ini sudah terbuka dan membuat Joel lebih terkejut lagi.

"Gue tunggu di pintu ya, Na. Kita ketemu Mbak Hen bareng aja. Jaga-jaga ada paparazzi iseng," kata Joel sebelum meminta manajernya membuka pintu dari sistem sentral.

Sesuai ucapannya, Joel menunggu Inasa sambil berdiri di dekat meja penerima tamu. Seorang waitress yang menyambutnya sempat ternganga. Joel sadar dirinya agak salah kostum, tetapi dia tahu bukan hal itulah yang membuatnya mendapat perhatian berlebih. Statusnya sebagai selebriti tidak bisa ditutupi kecuali bila Joel rela menggelontorkan banyak uang untuk melakukan operasi plastik besar-besaran pada area wajah.

"Butuh meja untuk berapa orang, Pak?"

"Teman saya sudah datang duluan." Joel buru-buru menyambung sebelum ada pertanyaan lanjutan. "Saya lagi nunggu manajer saya. Sebentar, kok, cuma parkir mobil. Boleh, ya, saya berdiri di sini dulu?"

Senyum, sopan, dan wajah tampan. Joel menggunakan ketiganya untuk membuat si pelayan mengabulkan keinginannya. Maka, tidak ada lagi yang datang menghampiri selagi Joel menunggu Inasa.

Seperti ada magnet khusus, atau sebenarnya ini semua adalah permainan Tuhan, perhatian Joel tertarik pada seorang pria berseragam hitam putih yang berjalan membawa satu set cangkir teh cantik di atas nampan. Italia terkenal dengan berbagai olahan minuman kopi. Ada pilihan lain berupa minuman jenis anggur maupun cocktail. Menurut Joel, sayang sekali datang ke restoran Italia kelas atas begini, tetapi justru memesan teh.

Tujuan akhir si pelayan adalah meja di mana seorang wanita duduk sendirian. Dari tempatnya berdiri, Joel mengenali wanita itu sebagai Henrietta. Rambut wanita itu memang menjadi berpotongan pendek sebahu, modelnya berbeda dengan kali terakhir mereka bertemu. Namun, tulang hidungnya yang terlihat tinggi dari samping, adalah ciri khas Henrietta yang memiliki darah campuran Indonesia-Jerman.

Joel mengulum senyum kala menangkap basah Henrietta tengah 'bercermin' menggunakan bagian belakang sendok. Saat Inasa datang dan mengajaknya untuk segera menemui Henrietta, Joel justru menolak. Pria itu tidak mau melewatkan aksi lucu si superwoman, yang mengaku dirinya tidak layak lagi disebut gadis. Joel tidak setuju. Di matanya kini, Henrietta seperti remaja yang masih duduk di bangku sekolah menengah.

"Nggak baik, lho, bikin orang terlalu lama menunggu," kata Inasa mengingatkan saat Joel tidak kunjung beranjak.

Alhasil, Joel pun menghampiri tempat duduk Henrietta. Dia berusaha keras menghilangkan gurauan dalam kalimat sapaan. Namun, sudut-sudut bibir Joel terus berkedut saat Henrietta tidak menutupi keterpanaannya melihat Joel. Di mana wajah penuh ketegasan yang pernah membuat bulu kuduk Joel berdiri tegak?

Setelah melalui beberapa detik kecanggungan, Henrietta berhasil mengendalikan diri. Thanks to her, Joel jadi tidak perlu repot memanggil pelayan. Setelah memesan minuman dan membiarkan pelayan berlalu, barulah Joel membuka topik diskusi yang sudah mereka singgung sebelumnya di kotak pesan.

"Jadi, intinya kamu butuh status pernikahan. Di sisi lain, saya butuh suntikan dana," kata Joel sambil mengangkat kedua alis. "Apa kamu bisa elaborate bagaimana cara kamu membujuk dewan direksi R&W Artist Management supaya mau berinvestasi pada perusahaan kami?"

Henrietta melirik Inasa berkali-kali. Bahasa tubuh wanita itu bersuara atas perasaan tak nyaman. Joel yang mengetahuinya segera angkat bicara.

"Inasa orang kepercayaan saya. Mbak bebas bicara di depannya. Saya jamin tidak akan bocor."

Henrietta membalas senyum Inasa agak tak enak hati. Setelah sekali lagi mendapat tatapan meyakinkan Joel, akhirnya wanita itu membiarkan ada orang lain ikut duduk bersama mereka.

"Permainan media," kata Henrietta singkat. Saat Joel mengirim sinyal berupa anggukan kecil, Henrietta yakin dia berhasil menarik minat lawan bicaranya. "Kita bisa membuat suasana seolah-olah perusahaan kamu bangkrut. Kita mulai dari mengeluarkan berita miring terkait rencana akuisisi dengan R&W. Saya bisa memprediksi harga saham perusahaan kamu bakal naik, tapi itu tidak akan lama. Ayah kamu, dalam hal ini adalah musuh di balik selimut bagi kamu dan ibu kamu, pasti akan mengeluarkan penyangkalan terkait desas-desus itu. Saya tahu bagaimana bencinya Pak Abraham tiap mendengar namanya bersanding dengan nama ayah saya. Mulai dari sini, konflik internal perusahaan kamu bakal ter-blow up dan kemungkinan besar-"

"Harga saham berada di titik terendah," sela Joel. Keningnya berkerut. Dia tidak suka mendengar kemungkinan itu. "Saya sama sekali tidak melihat adanya keuntungan untuk pihak saya."

"Rencana tidak berhenti sampai situ," sahut Henrietta. Tubuh bagian atasnya maju dan ujung-ujung kedua belah tangannya saling bertemu membentuk segitiga di atas meja. Rasa percaya diri Henrietta meningkat. "Kita, maksudnya saya dan kamu, bakal muncul ke publik dan membuat rumor bahwa kita adalah kekasih. Dengan fame kamu, saya yakin topik ini akan jauh lebih menarik, tidak hanya menjadi hot topic di kalangan pebisnis. Perhatian media, pebisnis, bahkan orang awam bakal terarah pada kita, dan otomatis penyangkalan ayah kamu bakal dipertanyakan."

Kerutan di kening Joel menghilang. Muncul binar-binar ketertarikan saat dirinya mulai dapat meraba ke arah mana skenario Henrietta berjalan. Akan tetapi, Joel menahan diri untuk tidak bersuara. Dia menyembunyikan raut wajah puas setelah mengetahui bahwa ada kemungkinan menang melawan sang ayah.

"R&W punya uang lebih dari cukup untuk membeli saham perusahaan kamu yang tersisa di pasar, meskipun telah mencapai titik penjualan tertinggi. Saya bisa pastikan seluruh urusan operasional tetap berada di tangan kamu dan ibu kamu. R&W semata-mata bekerja sebagai investor, bukan akuisisi." Henrietta memulas senyum paling lebar untuk pertama kalinya sejak bertemu Joel.

"Lanjutkan," ucap Joel lebih seperti permintaan, bukan perintah.

"Saya bisa memengaruhi keputusan R&W supaya mau masuk dalam permainan ini dengan dua cara. Pertama, saya adalah dewan direktur aktif sekaligus pemegang saham terbesar ketiga setelah ayah dan kakak pertama saya. Saya bisa bermain dan mengontrol dari dalam. Cara kedua adalah saya harus bisa menyenangkan hati ayah saya dengan memberi apa yang dia mau, yaitu pernikahan. Setelah menarik hati ayah saya, urusan pasti bakal lebih mudah. Dua kubu bersatu dan bisa memenangkan hasil voting."

"Ayah kamu bisa saja tidak setuju dengan pilihan kamu, yaitu menikahi saya." Joel menyahuti sambil mengangkat sebelah alis. "Ada banyak pilihan cowok lain yang lebih berkualitas di luar sana."

"Kamu nggak yakin sama kualitas diri kamu?"

Joel tidak bisa tidak melotot. Dia antara tersinggung dan terkejut. Pertanyaan itu tidak Joel duga akan keluar dari sepasang bibir penuh Henrietta.

"Gini-gini, saya adalah little princess di mata ayah dan kakak-kakak saya. Selama saya bisa berakting sangat mencintai kamu, mereka pasti menerima. Toh, background kamu tidak buruk-buruk amat untuk bergabung dengan keluarga kami. Sejauh ini, kamu adalah kandidat terbaik yang tertulis di daftar saya."

Joel benar-benar pening. Bagaimana bisa ada wanita sedingin Henrietta? Ungkapannya tentang 'pernikahan adalah investasi' ya memang berarti investasi, bukan dalam arti kiasan.

Sebelum pertemuan ini terjadi, Joel sudah mewanti-wanti diri supaya tidak mudah terhasut. Pilihannya condong ke arah penolakan. Namun, rencana Henrietta cukup menggiurkan. Joel bisa mendapat banyak uang dalam waktu singkat, bukan hanya dari R&W Artist Management, tetapi juga produk sampingan berupa eksposur terhadap band The Heroes dan artis-artis naungan Abraham Record & Artist Management lainnya. Dalam industri ini, menjaga ketenaran adalah hal wajib demi kelanggengan karier hingga beberapa tahun ke depan.

"Boleh saya pikirkan dulu?" tanya Joel pada akhirnya. Dia takut mengambil keputusan yang salah bila berbicara lebih banyak dari ini.

"Boleh, asal jangan lebih dari ...," Henrietta menatap kalender di layar ponselnya, "... tiga hari. Leher saya sudah berada di ujung tiang pancung. Saya nggak mau terlibat perjodohan konyol."

Joel membuang napas panjang. Saat ini dia dan Henrietta sama-sama terhimpit. Joel jadi agak ragu. Apakah dua orang yang sama-sama tidak berdaya dapat saling menolong? Apakah penawaran ini cukup menguntungkan kedua belah pihak? Apakah Joel bersedia menggadaikan status lajangnya untuk berdiri di sisi wanita yang tidak dia cintai?

***

Joel's story: END

Applause dulu buat yang sudah baca dan kasih vote! 👐😆

Buku ini sekadar jadi gambaran bagaimana kehidupan percintaan masing-masing anggota band The Heroes. Idenya muncul gara-gara nonton konser BeTS Desember kemarin 😁 Daripada beres konser malah PCD, mending dijadiin inspirasi dan bahan nulis 🤧

Sedikit fun fact tentang universe The Heroes:

- few tweets AU si Zaki pernah diikutkan dalam kontes menulis Golden Hours by Astrophile (di twitter) dan dapat peringkat kedua vote babak 1 🤗
- penggemar Sagara-Juliet sudah pada nungguin versi long AU meskipun lapak tag belum dibuka 🤧
- Versi long AU Sagara-Juliet sedang dalam proses drafting dan segera di-publish HANYA di twitter. (Karena tag-nya mature, jadi harus pakai privatter di twitter. Nggak bisa di Tiktok).

Btw, aku mau tahu dong. Buat yang sudah baca, kisahnya siapa yang paling bikin geregetan? Pilih:

Manggala x Tiara

Zaki x Bia

Sagara x Juliet

Dipta x Inasa

Joel x Henrietta

Sekali lagi, makasih ya sudah ikutin cerita ini tiap weekend! Aku sangat terbuka terhadap kritik dan saran, santai aja 😉

Sampai jumpa di long AU Sagara!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro