Alasan dan Perubahan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Geovanno sudah tak tahan. Bulu kuduk pemuda jangkung itu meremang. Perutnya terasa tak nyaman. Kalau berada di tempat itu lebih lama, dijamin dia akan muntah.

"Gab. Ayo pergi!" bisik Geovanno. Suara daging sang mayat hidup yang dikoyak benar-benar membuatnya mual. Sepertinya pemuda itu akan trauma tiap melihat daging.

Gabriel tidak merespons bisikan Geovanno. Gadis itu mematung di tempat, dengan mata yang menatap lurus pemandangan mengerikan di depan sana. Tubuhnya seolah tak bisa digerakkan sangking terkejutnya. Melihat itu, Geovanno lantas menendang sepatu Gabriel. Bermaksud mengembalikan kesadarannya.

"Gab! Selagi makhluk itu asik makan, kita harus pergi sekarang! Ini kalau lo diem aja bisa-bisa kita ikutan di ngap juga!" desis Geovanno.

Gabriel tersentak, kemudian mengangguk patah-patah. Mereka mengambil totebag berisi stok makanan dan minuman yang sudah dikumpulkan, lalu mengendap-endap pergi. Saat dirasa aman, keduanya lantas lari tunggang-langgang.

Detik berikutnya, hujan mendadak turun dengan lebat. Angin masih setia bertiup kencang, membuat bulir air yang menerpa wajah terasa tajam. Gabriel dan Geovanno menambah kecepatan larinya dan berbelok tajam ke arah minimarket level Ruby. Pemuda di sebelah Gabriel itu refleks berteriak saat melihat beberapa zombi dari asrama Ruby mengejar mereka.

"Gab! Tungguin!" jeritnya kala Gabriel sudah lebih dulu sampai di depan pintu minimarket.

Gabriel yang sudah sampai lantas mendorong pintu kaca di depannya. Tidak terbuka. Napas gadis itu naik turun. Ia mulai panik.

Geovanno yang baru saja tiba langsung mendorong pintu dengan brutal. Ia menggedor-gedor berulang kali.

Seorang gadis beralmet Ruby mendadak muncul dari balik pintu dan menatap keduanya dengan tatapan ragu sekaligus takut. Sepertinya dia berhasil menghindari zombi dan bersembunyi di minimarket.

"Buka! Buruan! Di dalam ada Bu Rani?" teriak Geovanno. Berharap suaranya tetap terdengar meski di tengah hujan deras.

Gabriel turut menggedor pintu dengan kuat. "Buka! Cepat!" Ia menoleh ke belakang dan menunjuk beberapa zombi yang sebentar lagi akan menyusul. "Lo liat, kan? Buruan buka!"

Gadis di dalam sana menelan ludah. Ia menoleh ke belakang, bicara dengan seseorang. Gabriel mengernyit. Ada lebih dari satu orang di dalam.

Geovanno sudah tidak bisa menunggu. Pemuda itu bahkan mulai menendang pintu dengan keras. Gabriel sekali lagi mencoba menggedor. Gadis di dalam sana akhirnya kembali menatap mereka. Akan tetapi, ekspresinya tidak meyakinkan. Benar saja dugaan Gabriel. Gadis tinggi itu perlahan melangkah mundur, menjauh dari pintu.

"Jangan pergi! Buka pintunya!" teriak Geovanno emosi.

Gabriel melirik papan nama yang tersemat pada almamater gadis di dalam sana. Oriana.

Oriana. Dasar orang gila! Sialan lo! hardiknya dalam hati.

"Bu Rani jelas nggak di dalam. Ayo langsung ke minimarket Platinum, No!" ujar Gabriel dan langsung berlari melintasi taman minimarket. Geovanno yang mendengar itu turut mengekor dari belakang.

Langit bergemuruh dengan keras, seolah akan meluluhlantakkan sekolah. Belasan zombi di belakang sana mengikis jarak dengan cepat. Keduanya memaksimalkan tenaga yang tersisa untuk menambah kecepatan lari. Tak peduli meski tungkai mereka mulai terasa sakit.

Kali ini Geovanno yang tiba lebih dulu di pintu minimarket Platinum. Ia heboh menggedor pintu yang terkunci. Joshua buru-buru membuka pintu kala melihat Geovanno yang sudah basah kuyup. Perhatian mereka lantas teralihkan ketika suara Gabriel terdengar.

Geovanno berbalik. Tampak Gabriel terjerembab. Dua totebag yang ia pegang terlempar ke depan.

"Gabriel! Cepat bangun!" Bu Rani yang baru saja datang untuk mengambil stok makanan dari Geovanno terkejut bukan main. Joshua menelan ludah. Gerombolan zombi di belakang sana mulai mendekat.

Gabriel mengaduh kesakitan. Dahinya terbentur batu. Darah segar mengalir dari pelipisnya yang robek. Perih lantas terasa dari sumber luka karena air hujan yang membasuh wajahnya.

Jujur saja, gadis pencinta basket itu lelah dengan semua aksi ini. Harus berlari ke sana kemari guna menyelamatkan diri dan berakhir kejar-kejaran dengan para zombi. Belum lagi kubu egois yang terbentuk seperti Nolan dan Oriana. Berani mengabaikan, mengancam, bahkan membunuh teman atau guru demi keselamatan mereka sendiri.

Pada akhirnya, semua makhluk yang ada di sekolah ini tidak jauh berbeda. Manusia dan zombi sama mengerikannya.

Suara zombi di belakang sana membuat Gabriel menoleh. Ia melihat ke sekeliling dan baru menyadari sesuatu. Kapaknya tertinggal di minimarket Silver.

Gadis itu tertawa hambar. Ia memejamkan mata. Kakinya pegal, tubuhnya juga. Gue nyerah aja kali, ya? Biarin selesai di sini.

"Ck! Dasar cewek gila!" Geovanno memberikan tas yang ia pegang ke Joshua dan berlari menyusul Gabriel. Dengan sigap ia menyalakan mesin pemotong rumput dan memenggal beberapa zombi yang hendak menyergap gadis berambut pendek itu dari belakang.

"Lo kalau mau rebahan minimal masuk ke minimarket!" hardik Geovanno kesal.

Pemuda itu mendadak terdiam kala melihat zombi bermata hitam yang mereka temui di minimarket Silver sedang melangkah menuju mereka. Mulutnya belepotan dengan darah segar. Begitupun dengan almet Silver dan seragamnya.

Geovanno menelan ludah. "G-Gab? Lo bangun atau gue tinggal? Di-dia muncul lagi. Si mata hitam."

Gabriel menoleh ke belakang. Benar kata Geovanno. Gadis itu muncul lagi. Gabriel sontak buru-buru bangun. Entah kenapa, jenis zombi yang satu itu terlihat lebih menakutkan.

"Gab, buruan!" teriak Geovanno saat zombi bermata hitam itu berlari kencang ke arah keduanya.

Sepersekian detik kemudian, mereka memungut totebag yang terjatuh dan lari terbirit-birit. Beruntung keduanya bisa masuk ke minimarket tepat waktu. Joshua dengan cepat mengunci pintu dan termundur kaget saat gadis bermata hitam dengan noda darah di beberapa titik berdiri di balik pintu.

"Hati-hati, Bu! Dia nggak kayak zombi lain. Dia lebih kuat!" pekik Geovanno kala Bu Rani mendekat ke arah pintu.

Bu Rani menatap gadis di balik pintu lamat-lamat. Perlahan ia mengalihkan pandanganya ke papan nama gadis itu. Tertulis Frey Jilian.

Mereka semua termundur saat Frey memegang pintu minimarket. Pintu yang terkunci rapat itu berderit. Geovanno sudah melirik ke sekitar, mencari tempat persembunyian. Berjaga-jaga untuk kemungkinan terburuk.

Frey berhenti mencoba membuka pintu. Ia terdiam. Bu Rani yang penasaran akhirnya bergerak mendekat. Instingnya mengatakan kalau Frey tidak seberbahaya itu.

"Ran!" Joshua memekik, bermaksud memperingatkan.

Bu Rani dan Frey bersitatap. Joshua, Gabriel, dan Geovanno yang memperhatikan keduanya juga merasakan ketegangan sekaligus ngeri.

Mendadak warna hitam di mata Frey menyusut dan kembali seperti mata manusia pada umumnya. Mereka yang menyaksikan itu lantas membelalak. Siapa sangka mereka akan melihat sesuatu yang mengejutkan? Geovanno sampai menahan napas. Detik berikutnya, gadis itu tumbang tak sadarkan diri.

"Frey!" teriak Bu Rani panik.

"Ran, tunggu!" Joshua menghentikan Bu Rani yang hendak membuka pintu minimarket. "Dia bisa aja berbahaya!"

"Lo liat sendiri kan? Dia manusia normal!"

"Tapi sebelumnya dia nggak normal!" sergah Joshua. "Liat darah di mulut dan seragamnya!"

"Dia makan zombi, btw," timpal Geovanno pelan.

"Hah?" Sontak Bu Rani dan Joshua kompak menoleh ke arah Geovanno.

Gabriel mengangguk. "Iya, Bu. Kita ketemu dia di minimarket Silver. Dia makan zombi yang mau nyerang saya dan Geovanno. Tapi kita belum tau dia makan manusia normal atau nggak."

"Tapi Pak Joshua benar. Kita harus hati-hati, Bu." Geovanno kembali menimpali.

Mendadak ponsel Joshua bergetar. Buru-buru dokter muda itu menempelkan ponsel ke telinga setelah melihat nama Joy terpampang di layar.

"Lo ke mana aja? Hasil tesnya—"

"Kita nemuin ciri infeksi parasit dari sampel darah. Ini bukan parasit yang kita tau. Gue konfirmasi seluruh gejala di lab ini dan dokter. Mereka bingung. Ini baru pertama kalinya hal gila kayak gini terjadi."

"Gue coba cari tau segala jenis parasit sampai yang mustahil masuk ke manusia, tapi rasanya aneh. Pasien kebanyakan dari level Platinum. Kayaknya kita lewatin sesuatu. Coba cari tau apa yang terakhir kali mereka—"

Tut Tut Tut

"Halo? Joy? Halo?" Joshua menatap ponselnya. Sambungan terputus. Tidak ada koneksi WiFi sekolah. Pria itu lantas merutuki kebiasaannya yang tidak mengisi pulsa.

"Ran. Hp lo ada?"

Bu Rani menggeleng. "Hp gue mati."

Melihat ekspresi bingung dan cemas Joshua, Bu Rani menautkan alis. "Kenapa? Tadi siapa yang telepon?"

"Joy, dokter PKS juga. Dia kabarin kalau hasil tes darah—"

Mendadak seluruh lampu taman padam. Lemari pendingin minuman di minimarket juga mati. Mereka kebingungan. Apa yang terjadi? Kenapa listrik padam?

Dari kejauhan terdengar suara tembakan. Joshua buru-buru menyalakan lampu sekaligus memeriksa jam di ponselnya. Waktu mereka masih ada dua puluh menit. Seharusnya Nolan tidak melakukan sesuatu yang membahayakan Aneisha.

Hujan masih sama derasnya seperti tadi. Bu Rani mulai kalut. Apa yang harus dia lakukan?

Joshua menghampiri Gabriel. Dia baru ingat gadis itu terluka setelah melihat darah dari pelipis gadis itu menetes. "Ya ampun, darahnya! Untungnya, luka sobeknya tergolong ringan. Kamu, tolong ambilkan tisu dan kotak P3K!" titah Joshua pada Geovanno.

Suara Frey yang tengah muntah terdengar. Sekarang lampu ponsel Joshua beralih menyorot ke arah pintu. Cahaya dari kilat membuat Frey bisa melihat cairan yang dia muntahkan adalah darah dengan serpihan daging mentah. Gadis itu tergagap. Tangannya mendingin. Apa yang terjadi? Kenapa dia di minimarket? Kenapa dia sampai basah kuyup? Ia melirik seragamnya yang berhiaskan noda darah di sana-sini. Gadis itu lantas menjerit ketakutan.

Joshua merinding. Sekolah ini seolah benar-benar dikutuk. Bersamaan dengan itu, suara petir yang menyambar berdentam keras di langit.















A.n

Halo semua! Sebelumnya, aku mau minta maaf karena telat update tiga hari. Soalnya kondisi kesehatanku lagi nggak baik :)

Semoga kalian suka chapter baru ini, ya! Jangan lupa vote dan komen sebagai bentuk apresiasi kalian kepada penulis!

Coba tulis juga di komen pendapat kalian tentang chapter ini!

See u in next chapter, guys! 🔥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro