Part 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Seorang iblis?"

Nio mendelik tak suka pada adiknya yang mengatakan hal tersebut, rasanya ada sesuatu yang mengganjal ketika matenya dikatakan seperti itu. "Lalu apa masalahnya?" tanya Nio sinis.

Mendadak aura yang berada di aula menjadi mencekam, entah kenapa Nio tak bisa lagi menahan emosinya. Hingga tepukan di bahunya, barulah Nio tersadar. "Maafkan aku, Mom." Bella hanya tersenyum kecil, ia mengerti keadaan Nio.

"Tidak ada, hanya saja aku tidak percaya kau mendapat mate yang jauh sekali dari ekspektasiku. Atau ku kira kau tidak akan mendapatkan mate selamanya," jelas Jeslyn. Wanita hamil itu melangkah mendekat ke arah Karin. "Selamat datang, Kakak ipar," sambutnya.

Berada di situasi seperti ini membuat Karin tidak tahu harus bersikap seperti apa. Hidupnya yang biasa hanya menggoda manusia, harus beralih menjadi sosok yang anggun. "Eh, em ... terima kasih." Karin membalas pelukan Jeslyn dengan kaku, sungguh ia merasa seperti patung yang sedang bergerak.

Kini giliran Bella yang memeluk Karin, senyum tak lepas dari wanita tiga anak itu. "Siapa namamu?" tanya Bella.

"Karin Rebecca, Mom."

"Nama yang cantik, seperti orangnya. Nio, bawa Karin beristirahat! Besok malam kita akan mengadakan pesta," perintah Bella.

Nio mengangguk, tangannya menggenggam tangan Karin. "Ayo!" ajaknya.

Baru beberapa langkah mereka beranjak, suara Bella kembali terdengar. "Di mana Daddy-mu?" tanya Bella.

"Aku tidak tahu, tadi dia bilang ada urusan penting." Bella mengangguk, mengerti dengan urusan apa yang dimaksud oleh Xander. "Ya sudah, kembali ke kamar kalian!"

Tatapan Bella beralih pada pasangan yang satu lagi. "Jeslyn, kamu juga kembali ke kamar. Bawa dia, Liam!"

Liam mengangguk cepat, sedari tadi ia sudah membujuk Jeslyn agar beristirahat tetapi wanita hamil itu keukeh ingin menunggu kedatangan Nio.

"Tapi bungaku--" protes Jeslyn yang langsung disambar Bella.

"Letakkan saja di sini, nanti biar mom yang mengurusnya."

Jeslyn meletakkan wadah yang berisi bunga rosell ke atas meja. "Baiklah." Sebelum melangkah pergi, ia menatap bunga itu agak lama.

"Ayo, Sayang!" desak Liam.

"Sudahlah, Jes. Mom bisa mengurusnya." Bella langsung menutup akses Jeslyn, sehingga anaknya itu merengut kesal.

"Aku ingin mengetahuinya!" pinta Jeslyn.

"Tidak." Kemampuan Bella semakin berkembang pesat, tadi ia baru saja memutuskan penglihatan yang didapatkan oleh Jeslyn.

"Mommy," rengek Jeslyn lagi.

"Tidak, Jeslyn. Tidak akan pernah!" larang Bella tegas.

"Liam, bawa Jeslyn kembali ke kamar. Pastikan dia makan makanannya dan istirahat yang cukup!"

****

Bella membawa bunga rosell dengan hati-hati, ia memasuki ruang yang hanya diketahuinya dan Xander bahkan anak-anaknya tidak ada yang mengetahui. Ruangan itu berliku-liku, menurun dan sesekali menajak. Udaranya sama sekali tidak pengap, meskipun gelap dan agak lembap. Bella mengandalkan obor yang dibawanya, sebagai penerangan satu-satunya di sana. Sampai di pintu besar ruang bawah tanah itu, ia memasukkan kode rumit.

Ruangan ini dibuat setelah perang usai, Xander sendiri yang turun tangan membuatnya. Ia tidak mau kecolongan lagi seperti dulu, biarlah ia sendiri yang bekerja demi keamanan packnya.

Terlihatlah ruangan yang berisi barang-barang penting yang sangat luas, ditengahnya terdapat kolam air mancur. Bella melangkahkan kakinya ke sana, ia meletakkan bunga tersebut di atas air dan menghidupkan api abadi dengan kekuatannya. Bunga itu tampak lebih mekar lagi, memunculkan warna yang lebih terang dari sebelumnya.

Ditatapnya dengan lekat bunga tersebut, kilas bayangan masuk ke dalam penglihatannya. Sesuatu yang masih samar, tapi Bella bisa merasakan ada banyak emosi di sana.

"Aku rasa dengan keberadaan bunga itu di sini, kita akan semakin kuat." Pelukan dari belakang itu membuat Bella terlonjak kaget, ia sama sekali tidak sadar dengan kedatangan Xander.

Ia memukul pundak pelan. "Kedatanganmu mengagetkanku!" rutuk Bella.

"Maaf," sesal Xander.

Mata mereka bertatapan, seolah-olah berbicara sesuatu yang tidak bisa disampaikan karena khawatir takut tersebar. Meskipun hanya mereka berdua yang berada di sini, tapi berjaga-jaga saja.

"Ayo!" ajak Xander.

"Apa anak nakal itu sudah kembali?" tanya Bella tanpa menghiraukan ajakan Xander, ia malah melangkah ke arah sofa yang berada di sana.

Xander terkekeh pelan mengingat kelakuan anaknya itu ketika datang, ia menghampiri Bella dan menjadikan paha wanitanya sebagai bantalan. Laki-laki itu mengelus punggung tangan Bella pelan, sesekali dikecupnya. "Bersabarlah!" ucap Xander.

Kejadian saat hamil Nio terulang, pada saat Bella mengandung Jeslyn. Tetapi keduanya selamat, dan menjadi gadis cantik seperti Bella.

Setelah diselidiki lebih lanjut, entah kenapa yang seharusnya Bella tidak bisa hamil anak perempuan menjadi tidak bisa hamil anak laki-laki kembali. Sampai sekarang, baik Xander maupun Orben belum menemukan jawabannya.

****

"Kenapa?" tanya Nio saat melihat reaksi Karin ketika memasuki kamarnya.

Gadis itu menggeleng pelan, ia menyisiri dinding dan meninggalkan pemilik kamar di ambang pintu. "Serba hitam?" tanya gadis itu balik.

"Ya, kau tak suka? Kalau mau, silakan saja ganti warnanya," tawar Nio.

Selama ini, Bella sering kali menyuruhnya untuk mengganti warna tapi ia selalu menolak. Bukan bermaksud untuk membangkang, hanya saja ia ingin seperti Xander dulu. Daddy-nya itu mengganti warna kamar setelah Bella datang, dan Bella sendiri yang memodifikasinya.

Jika dahulu Xander menyukai cokelat sebagai warna kamarnya, kini Nio memilih hitam. Entahlah, ia merasa nyaman saja dengan warna tersebut.

"Boleh?"

"Apa pun untukmu," jawab Nio.

"Nio!" Karin terkaget saat Nio tiba-tiba menerjangnya dari belakang, pelukan laki-laki itu sangat erat. Dagunya terletak di bahu Karin, serta hidung mancungnya terus mengendus leher jenjang gadis itu.

"Geli."

Ucapan dari Karin sama sekali tidak berpengaruh pad Nio, ia terus saja melancarkan aksinya. Menghirup dalam-dalam aroma yang beberapa kali sempat menggodanya, menyimpannya rapat-rapat seakan tidak ada hari esok.

"Kau tahu, aku hampir gila mencarimu?" bisik Nio, tangannya membalikkan tubuh Karin sehingga mereka menjadi berhadapan. Nio menatap lekat mata Karin, warna abu-abu itu membuatnya terpana.

"Nio, ka--kau mau apa?" tanya Karin gugup saat Nio semakin mendekatkan dirinya.

Ia melangkah mundur, ada rasa gugup di dalam hatinya. Padahal otak Karin sepenuhnya sadar, jika dia berada di bawah kendali Nio. Ini tak semudah ia menggoda manusia, menjadikan manusia tunduk di bawahnya. Nio itu ... seperti memiliki magnet yang terus menariknya mendekat.

Sebelah tangan Nio sudah berhasil menggapai pinggang ramping Karin, ditariknya tubuh gadis itu sehingga mereka menempel dengan sempurna.

Nio mendekatkan wajahnya, hingga Karin merasakan napas Nio yang semakin dekat. Gadis itu menutup matanya karena gugup, tangannya menempel di dada Nio untuk menahan tapi aksinya percuma saja.

"Kau hanya milikku, dan jangan pernah berpikir untuk pergi!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro