2 - White Noise

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tuan Fredikson!" seru Zora kepada pria cebol setengah botak yang lewat di depannya.

Tuan Fredikson hanya melirik sekilas. Langkahnya terburu-buru menyeret sebuah troli tertutup kain hitam berpasir. Zora penasaran ingin mengikutinya. Namun, ia urungkan niat itu. Wajah pria tua itu nampak diliputi kerisauan.

Mungkin sebaiknya, aku jangan mencampuri urusan orang lain!

Sebentar lagi senja. Setelah menyeka keringat di dahi dengan handuk kecil dan minum sedikit air, Zora membereskan peralatan mekaniknya sambil berjongkok. Sesekali ia merenung tentang pekerjaannya hari ini. Tak terlalu berat seperti biasa.

Memperbaiki pesawat luar angkasa berbagai ukuran dan kendaraan anti badai pasir sudah menjadi rutinitasnya sehari-hari. Meskipun mendapatkan onderdil dari sisa puing-puing elektronik yang dianggap sampah, bagi ahli mekanik seperti dirinya, itu seperti sebuah gunung emas. Terkadang, Zora menemukan barang langka yang sangat berguna, misalnya tabung pemicu uranium atau ion propulsion yang berisi sisa bahan bakar langka seperti kripton atau xenon. Bahan bakar ini mampu menghasilkan kecepatan yang tinggi dan lebih efisien dibandingkan bahan bakar roket yang umumnya terdiri dari campuran bahan kimia seperti hidrazin, nitrogen tetroksida, atau cairan hidrokarbon.

Namun, hari ini tidak ada pesawat yang ingin diperbaiki. Hanya kendaraan ringan yang digunakan untuk mobilitas sehari-hari.

"Zora, apakah kau melihat Pak Tua Fredikson?" tanya seorang makhluk yang wajahnya menyerupai tikus besar. Sepasang telinganya tertutup helm bercorak kuning marble dan mengendarai kendaraan melayang berbentuk kumbang bertanduk hitam.

Kendaraan yang digunakan di regional Trashure umumnya tidak memiliki roda agar tidak meninggalkan jejak di pasir. Ada juga yang menggunakan roda rantai mirip tank apabila kondisi pasir tiba-tiba melunak.

"Tadi siang, aku melihatnya menuju ke sana." Zora menunjuk sebuah bukit yang samar memperlihatkan dua menara kembar. Sepertinya cukup jauh.

"Aneh sekali."

"Aneh kenapa, Nezul?" tanya Zora heran.

"Kau tidak tahu, ya?" Nezul si tikus besar turun dari kendaraannya. Kemudian ia berbisik kepada Zora.

"Menara kembar itu tidak boleh didekati siapapun selain orang-orang berkepentingan," jelas Nezul. "seharusnya, dia datang ke rumahku untuk memperbaiki kendaraanku yang akan kugunakan untuk Festival Balap Expire."

Padahal tadinya, Zora tidak ingin mencampuri urusan orang lain. Namun, setelah mendengar penuturan Nezul, Zora makin penasaran. Apalagi sebelumnya ia tidak mengetahui apapun perihal menara kembar tersebut selain sebagai pemancar alat komunikasi.

"Haruskah kita menyusulnya?"

"Hah? Kau gila! Bisa-bisa kita ditangkap oleh pasukan Holder. Nanti kita dianggap memasuki kawasan terlarang," tolak Nezul.

"Lalu, bagaimana dengan Tuan Fredikson? Jujur saja, perasaanku tidak enak." Zora masih memandangi tempat itu selagi warna lagit mulai gelap.

Dua menara itu kini tampak menyala. Si tikus besar mengurut dagunya, tampak memikirkan suatu rencana. Lantas ia membuka bagasi yang terletak di bagian depan kendaraan.

"Aku punya kain tak terlihat yang kemarin kudapatkan dari penyihir. Mungkin dengan ini, kita bisa menyamar." Nezul merentangkan kain hitam lusuh berukuran cukup lebar di bagian depan kendaraannya. Benar-benar jadi tidak terlihat.

"Baiklah, kita gunakan itu saja."

Zora menyetujui usulan Nezul. Mereka menutupi seluruhnya dengan kain besar agar tak terlihat. Untungnya, 'kumbang hitam' milik Nezul juga memiliki perangkat anti bising.

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di lokasi.

"Sudah kuduga dia ada di sini."

Samar-samar Zora melihat sosok Tuan Fredikson melalui kain ajaib milik Nezul ini. Dari kejauhan, terlihat Tuan Fredikson berada di samping troli besarnya. Ada juga dua sosok yang tampak asing—seorang pria memakai setelah putih nan rapi dengan rambut putih panjang bercorak galaksi dan seorang pria berotot besar dengan setelan hitam.

"Haruskah kita mendekat?" bisik Nezul.

"Tunggu sebentar!" Zora mencegah Nezul melajukan kendaraannya. Zora membuka sedikit penutup kain hitam agar bisa melihat makin jelas. Begitu pula Nezul yang turut penasaran.

Tiba-tiba, pria berotot besar menarik kerah baju Tuan Fredikson hingga kakinya melayang. Nezul ingin berteriak, tapi ditahan oleh Zora. Pria berotot besar melempar Tuan Fredikson ke tanah. Ia langsung mengambil benda besar berbentuk silinder dari troli, lalu memikul di bahu kananya.

Pria gondrong yang memakai setelan putih tampak menekan tombol di sabuknya. Ia juga menggesekkan sebuah kartu ke sabuknya yang menyala. Sebuah pintu muncul di hadapan mereka dan terbuka. Tidak terlihat yang ada di dalamnya selain pemadangan galaksi yang abstrak.

"Mungkinkah itu portal menuju ke suatu tempat?" duga Nezul.

"Kurasa begitu," desis Zora. "tapi, siapa mereka?"

Pria berotot masuk ke dalam portal duluan. Si pria serba putih hendak masuk, tapi pandangannya tiba-tiba beralih. Sepasang mata pria itu seolah-olah menyala terang menatap Zora dari kejauhan.

"Gawat, kita ketahuan!"

Secepatnya Zora menutup kembali kain hitam itu. Begitu pula dengan Nezul. Raut wajahnya ketakutan.

"Apakah mereka akan membunuh kita?" Nezul bertanya dengan mulut bergetar.

Zora membuka penutup kain. Dua orang asing itu sudah menghilang. Sedangkan Tuan Fredikson masih terkapar di tanah.

"Tuan Fredikson, apakah Anda baik-baik saja?" tanya Zora setelah ia dan Nezul memastikan tidak ada yang melihat mereka.

Meskipun kondisi fisik Tuan Fredikson terlihat baik-baik saja, sepertinya tidak dengan kondisi mentalnya.

"Jangan datang ke tempat ini lagi, Zora! Kau harus pergi dari sini dengan anak-anakmu. Jika tidak, orang-orang itu akan menangkapmu."

"Siapa orang-orang itu, Tuan?" tanya Nezul penasaran.

"Aku tidak tahu pasti siapa mereka ataupun dari mana mereka berasal. Yang pasti, mereka mengincar para ahli mekanik seperti kita."

Desas-desus mengenai hilangnya beberapa ahli mekanik belakangan ini sepertinya memang benar. Kasus pembunuhan yang melibatkan para ahli mekanik masih menjadi misteri. Mungkin saja hal itu berkaitan dengan sesuatu yang terjadi malam ini. Zora menarik napasnya dalam-dalam lalu diembuskan untuk meredakan ketegangan. Tentu saja, ia pun takut menjadi korban selanjutnya.

Tubuh Tuan Fredikson tampak bergetar menahan kedinginan angin malam. Ia terbatuk beberapa kali. Tangan kirinya meraih troli dan digerakkan berkali-kali.

"Padahal aku sudah susah payah mengumpulkan berbagai mineral dari gunung rongsokan itu. Tapi, mereka bilang masih kurang. Mereka ingin aku mengikuti mereka dan memperbaiki sesuatu di sana. Tapi, aku menolak karena mereka tidak memberitahukan lokasi dan benda yang harus kuperbaiki."

Zora dan Nezul masih bergeming mendengarkan penuturan Tuan Fredikson. Di planet Expire, hampir semua penduduk dan para pendatang sudah terbiasa dengan tindak kejahatan semacam penjarahan, pencurian, penipuan dan sebagainya. Anehnya, baru kali ini Zora menyaksikan hal yang tidak biasa.

"Percayalah padaku, Zora! Kau harus pergi bersama anak-anakmu."

***

Zora baru saja memeriksa kediaman keluarga Tuan Fredikson yang terbunuh. Sesaat kemudian keluar dari rumah itu. Galileo dan Riana yang bersiap akan berangkat sekolah mendadak berhenti di hadapannya. Zora langsung memeluk mereka berdua. Kemudian mengucapkan selamat tinggal dan menuju ke tempat kerjanya.

Galileo berbalik menatap punggung ayahnya. Ia merasa ada yang janggal dengan perilaku sang ayah.

Merasa tidak aman untuk melalui jalan biasa, Zora berniat mencari jalan pintas. Ia menelusup ke beberapa gang. Melewati rumah-rumah berkubah yang terbentuk dari pasir, batu, dan lumpur itu.

Beberapa meter hampir sampai, sebuah pintu muncul pada salah satu gang. Pintu itu mengingatkannya pada portal yang Zora lihat semalam. Ia langsung berhenti.

Pria berpostur tinggi memakai setelan putih dengan rambut panjang warna galaksi itu berdiri di hadapannya.

"Sebuah kehormatan bisa bertemu dengan Anda. Apakah Anda mengenal Gloria Stellard?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro