Day 7 - Second Investigation

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Carl's house, New York.

Aku tidak bisa tidur semenjak membaca berita utama di surat kabar dan media lainnya kemarin. Kini skandal besar Ayah dan seorang teman wanitanya tengah menjadi sorotan utama masyarakat Amerika.


Bahkan awak media tidak meninggalkan Ayah lepas dari pengawasan kamera barang semenitpun. Mereka berdiri di pelataran rumah kami dan menunggu Ayahku keluar memberi klarifikasi sejak berita itu dirilis.

Sementara Ayah masih bungkam tentang skandalnya, Ibuku yang pada dasarnya sudah terbiasa menghadapi media lebih siap memasang badannya.

Namun di tengah-tengah kerumunan pers yang terus berusaha menerobos rumahku yang tidak berpagar itu, suara deru mobil yang khas mengejutkanku.

Itu suara mobil Sky.

Buru-buru aku memastikannya melalui jendela di kamarku. Benar saja. Sky dan dua rekannya kini turun dari mobil dan menghampiri pintu rumahku. Ia menerobos kerumunan media dan berhasil masuk ke dalam setelah bertemu Ibu.

"Carl, bisa kau turun sebentar?" Ibu memanggilku dan aku menuruti perintahnya.

Aku, Ayah dan Ibu kini berkumpul di ruang tamu bersama ketiga polisi tersebut. Iris biru Sky sempat mengarah kepadaku, sebelum akhirnya beralih dan menghindariku.

"Aku turut bersedih untuk hilangnya Ben." Jack memulai. Aku tidak tahu kenapa harus bertemu pria menyebalkan itu lagi di sini. Ia hanya memandang kami bertiga bergantian sebelum melanjutkan, "Apa kalian sudah berusaha menghubungi orang-orang terdekat?"

Dari ekor mataku, Ayah dan Ibu tampak saling melempar pandangan ragu. Sebelum akhirnya Ibu berkata, "Aku disibukkan dengan beberapa projek foto untuk festival. Kurasa aku akan menghubungi orang tuaku setelah selesai." Ibu terdengar menggumam pelan. "Apa kalian sudah menemukannya?" Ia balik bertanya.

Jack terkesiap dan mengernyitkan keningnya di hadapan kami. "Jadi, kalian benar-benar membiarkan anak itu hilang begitu saja?!"

"Jaga bicaramu itu," selaku ketus. "Jangan bersikap seolah kau yang paling tahu segalanya." Jack mendelik sinis ke arahku sebelum akhirnya kembali memperhatikan kedua orang tuaku.

Sky kemudian berdeham;memecah suasana. "Kapan terakhir kali kalian melihat Ben?" tanyanya sopan. Tapi tetap saja, aku dapat melihatnya berusaha menghindariku saat itu.

Ibu melirikku dan Ayah yang duduk menghimpitnya sebelum beralih pada Sky. "Kami berbicara sehari sebelum dia menghilang," ucap Ibu dengan hati-hati.

Jack kemudian menimpalinya. "Kemana kau pergi setelah itu Nyonya Sophia?"

"Tentu saja aku pergi ke kantorku untuk mengurus beberapa pekerjaan." Nada suara Ibu terdengar naik;seolah risih.

Kali ini Sky yang bereaksi. Ia memicing penuh selidik ke arah Ibuku. "Maksudmu, kau pergi ke kantor dan tidak pulang malam itu, Nyonya Sophia?"

Ibu tiba-tiba menunduk, mendadak berubah gugup. Ada apa dengannya. "Aku ada lembur," katanya perlahan.

Jack menyilang kedua tangannya di dada dan menatap Ibu lurus-lurus. "Kau tidak pulang semalaman dan tidak tahu kabar anakmu yang sendirian di rumahnya malam itu. Benar begitu?"

Kudengar Ibu mendengus kesal. "Kalian tidak sedang menyudutkanku, bukan?" Ibu yang pagi itu mengenakan blus berwarna merah kemudian menoleh ke Ayah. "Bukankah yang seharusnya pulang dan menjaga Ben adalah kau? Dimana kau malam itu, Daniel?"

Kulihat para detektif itu tak berani membuka suara saat Ibu mengungkit masalah pribadi di interogasi kedua mereka. Sedangkan Ayah yang tak terima disudutkan oleh Ibu, segera beranjak dan memandang kami semua kesal. "Mana aku tahu, tiba-tiba ada pasien yang harus mendapat tindakan medis?!" kata Ayah setengah memekik. "Tugasku adalah membantu mereka. Tidak ada yang salah dengan itu."

Aku menatap Ayah dan Ibu bergantian. Mereka saling menuduh, menyudutkan, menyalahkan satu sama lain. Tanpa mereka tahu, bahwa akulah yang paling tahu kebenarannya.

Sungguh disayangkan, mereka tak bisa lagi kupercaya.

Lalu ditengah-tengah argumentasi yang terjadi antara kedua orang tuaku, Jack menengahi. "Bisakah kalian menghargai penyelidikan ini?!" yang kontan membuat Ayah maupun Ibu berhenti bersuara. "Silakan duduk kembali Nyonya Sophia, Tuan Addison."

Setelah orang tuaku kembali duduk. Seorang detektif yang entah sejak kapan meninggalkan ruang tamu, menginterupsi kami. Ia mendekat dan berkata, "Aku menemukan sesuatu," dengan nada yang misterius.

Kulihat Sky melirikku sebelum kembali pada detektif bermata cokelat itu. "Apa itu, Hendrick?"

Hendrick tersenyum miring. "Aku melakukan tes luminol di beberapa tempat dan menemukan banyak darah kering di dua titik. Di dapur dan di kamar korban. Anehnya, darah ini seperti dibersihkan dengan sengaja untuk menghilangkan jejak." Pria bertubuh besar itu kemudian mengangkat kamera yang melingkar di lehernya ke udara. "Aku sudah memotretnya dan kurasa kita perlu melalukan pencocokan DNA setelah ini," sambungnya.


"Darah?" tanyaku cepat. "Apa adikku terluka parah?"

Aku sangat khawatir saat itu.

Hendrick tampak memandangku ragu dan mengangguk pasrah pada akhirnya. "Jika tidak mendapat penanganan medis, kurasa adikmu akan ditemukan di suatu tempat... dalam keadaan tewas karena kehabisan darah." []


T H E  L O S T  B R O T H E R
A Novel by
Nurohima
~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro