Rules 7 : Next Chapter

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Carl's house, New York.

Malam itu, semuanya tiba-tiba berubah.

Aku, Ibu dan Ayah duduk bersama di hadapan meja makan untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun lamanya.

Hidangan seperti daging panggang, pasta bahkan sup wortel kesukaanku telah tersaji di atas meja. Kudengar, Ibu yang memasaknya.

Ada apa ini?

"Carl." Atmosfer di antara kami mendadak kaku saat Ayah memanggilku dengan suara yang dalam. Namun aku memilih bungkam saat itu dan mengalihkan pandanganku darinya. "Ada sesuatu yang harus kukatakan."

Aku berusaha sekuat mungkin untuk tidak menanggapinya. Tapi makanan-makanan ini juga tidak menggugah rasa lapar di dalam perutku.

"Aku dan Ibumu...,"

Akhirnya, aku menoleh padanya. Pada pria berkemeja putih yang duduk di sebelahku. Ia menatapku gamang dan melirik Ibu sesaat sebelum melanjutkan, "Kami akan berpisah."


Mata kami bertemu, tapi tak banyak memberikan efek apa-apa. Dia hanya seperti orang asing bagiku malam itu.

Lalu netra cokelat yang sayu itu berpindah pada Ibu. "Kami berdua sudah mempertimbangkan semuanya." Kemudian ia memandangku. "Aku dan Ibumu ingin mendengar langsung darimu, apakah kau akan tinggal di sini denganku atau pergi bersama Ibumu?"

Dadaku mendidih seketika. Kurapatkan mulutku dari sumpah-serapah yang hendak keluar begitu saja saat mengetahui mereka berdua lebih mementingkan semua ini daripada mencari Ben.

"Carl...," Kali ini Ibu yang bersuara. "Kami tahu situasinya sulit saat ini. Tapi kami berdua juga tidak bisa melakukan apa-apa. Kau harus mengambil keputusan sekarang," katanya dengan hati-hati.

Namun aku memilih menatap mereka dengan tatapan tak suka. "Bagaimana," Aku mencoba menahan suaraku sendiri.  "Bagaimana kalian bisa mementingkan urusan kalian daripada mencari Ben?"

Ayahku berdeham. "Carl, Ben sudah pergi karena keinginannya sendiri," ujarnya. Lalu ia menyodorkan secarik kertas kepadaku. "Ia pergi setelah menemukan hasil tes DNA ini di dalam kamar kami."

Tanganku bergerak cepat menarik kertas itu darinya. Aku membacanya dengan teliti dan perlahan. Tidak ingin melewatkan satu hal-pun. Dan di dalam kertas itu, tertulis dengan jelas bahwa darah Ben memang tidak cocok dengan sampel darah Ayah maupun Ibu.

Tapi, apa perlu Ben meninggalkan keluarga ini hanya karena hal itu?

"Jadi berhentilah, Carl." Ayah menatapku prihatin. "Berhenti mencari adikmu, karena dialah yang tak menginginkan keluarga ini." Aku mendongak, menatap kedua orangtua-ku bergantian. "Buka matamu karena inilah kebenarannya."

Jantungku seperti ditusuk sesuatu. Menyebabkan rasa sakit yang amat pilu dan tak tertahankan saat mendengarnya berkata seperti itu.

"Carl, kami sangat menyayangimu dan Ben." Ibu meraih tanganku dan memegangnya erat. "Tapi kami tidak bisa memaksakan pilihannya untuk kami."

Mataku terasa panas sekarang. "Ben tidak mungkin melakukan itu," kataku bersikukuh--mencoba tegar menghadapi kenyataan ini.

Namun reaksi Ayah, tidak seperti yang kuduga. Ia bangkit dari kursinya dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Silakan cari Ben, jika itu memang keinginanmu," tukasnya. Wajahnya lalu berpaling ke arah lain;menghindariku. "Tapi kami tetap harus menerima keputusanmu besok malam."

Ia melangkah menjauhi meja makan. Hanya satu-dua langkah sampai akhirnya langkahnya terhenti dan ia kembali berbalik melihatku. "Pikirkan dengan baik, Carl. Dengan siapakah kau akan tinggal nantinya." Ia mendesah pelan. "Aku akan segera mengumumkannya pada konferensi persku nanti. Dan, oh, satu lagi, bisakah kau menjauhi gadis detektif itu?"

Keningku langsung berkerut dalam tatkala ia membicarakan Sky malam itu. "Ada apa dengan Sky?"

"Dia bukan gadis yang baik untukmu dan kau akan mengetahui siapa dia sebenarnya, cepat atau lambat." Lalu tubuh kurus itu pergi melewatiku dan meninggalkan meja makan dalam keadaan yang membingungkan. []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro