She's dying

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Luxury Avenue, New York.

"Sial! Kenapa liftnya harus mati?!"

Kami baru saja meninggalkan lantai dasar dan berlari melewati tangga darurat untuk mengejar Ben yang kami rasa berada di lantai tertinggi dari bangunan ini.


Beruntung, Jack dan Sky menunjukkan identitas mereka sebagai polisi kepada para penjaga di depan bangunan yang akhirnya membiarkan kami masuk dengan dalih kami sedang dalam pengejaran orang yang buron.

Jika dilihat dari bawah tadi, anak yang berdiri di depan jendela itu benar-benar mirip dengan adikku, Ben. Dan yang sedang kami lakukan sekarang adalah berusaha memastikannya.

Jack sudah berada jauh di depan. Sementara aku? Kalian semua pasti tahu. Seorang perokok dan pecandu minuman sepertiku sudah kewalahan hanya karena menaiki beberapa anak tangga saja.

Tapi beruntung, aku masih bisa menyusul Jack dan Sky yang berada jauh di depan.

Kudengar Jack adalah seorang mantan atlet baseball yang sepertinya juga diperjelas dengan jaket varsity yang selalu ia gunakan itu.

"Haah...," Sky membuang napasnya begitu kami sampai di lantai tertinggi bangunan ini. Ia berkacak pinggang sembari mengatur napasnya yang terengah-engah itu. "Rasanya aku akan mati sekarang."

Sedangkan Jack, dia tampak biasa saja. Pria berbahu lebar itu bahkan masih bisa berdiri tegak tanpa terlihat lelah sedikitpun. Mengagumkan memang. Tapi aku tetap tidak suka padanya.

"Dimana dia?" tanya Jack. "Ada banyak kamar di sini."

Aku langsung mendongak dan menyemburkan napasku ke udara begitu berhasil menyusul mereka berdua. Seluruh pakaianku sudah basah karena keringat dan jantungku seperti akan meloncat dari tempatnya karena aksi lari-larian di tangga tadi.

Apartement yang didirikan sepuluh tahun lalu itu memang dikenal sebagai salah satu bangunan termewah di kota ini. Selain itu, Luxury Avenue juga diketahui memiliki dua puluh lantai dengan fasilitas 30 kamar mewah bertipe satu, ruangan gym, ruangan musik dan seni, kolam renang dengan ukuran olimpik, sampai infinity pool (atau kolam renang yang disediakan di rooftop apartement). Setidaknya, begitulah informasi yang kudapat dari selebaran tentang bangunan ini di resepsionis tadi.

Dan dari 30 kamar ini. Dimana kira-kira mereka menyembunyikan adikku?

Pada sebuah lorong yang ada di hadapan kami, hanya terdapat tiga kamar tertutup yang kami yakini sebagai kamar pribadi pemilik unit. Dan saat itu, kami hanya perlu menentukan satu di antara ketiga kamar itu, bukan?


"Mari kita coba kamar ini," kata Jack menyarankan.

Ia-pun menghampiri pintu berwarna cokelat di depannya dan mulai mengetuk pintu. Kurasa butuh dua sampai tiga ketukan hingga seseorang keluar dan membukakan pintunya untuk kami.

"Ya?" Seorang wanita tua dengan gaun tidur dan sandal bulu-bulu berwarna merah muncul dari balik pintu. Ia tampaknya agak terganggu dengan kehadiran kami, karena matanya tak berhenti mendelik tajam.

"Permisi, Nyonya," ucap Jack sopan. "Apa kau tinggal bersama seorang wanita yang bernama Anna Presscott di sini?"

Namun wanita itu menggeleng. Sembari memegangi dadanya yang tertutup cardigan, ia menambahkan, "Aku hanya tinggal sendirian setelah suamiku meninggal."

"Maaf, apakah kau pernah melihat seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun di sekitar sini?" timpal Sky.

Tapi lagi-lagi, wanita itu hanya menggelengkan kepalanya. "Tidak ada anak kecil di lantai ini." Lalu ia berbalik dan membanting pintunya setelah masuk ke dalam. Ia benar-benar tidak suka dengan kehadiran kami rupanya.

"Hanya ada dua kamar sekarang," kata Sky memperjelas. "Jika dilihat dari bawah, kurasa dia berada di kamar bernomor 30 ini." lalu manik-manik biru itu menatapku dan Jack bergantian. "Bagaimana menurut kalian?"

"Kurasa juga begitu," sahutku setuju dengannya.

"Tapi kurasa dia ada di ruangan nomor 29," kata Jack tak sependapat. Dasar sok tahu.


Demi membela Sky, aku-pun menyilang kedua tanganku di depan dada dan mengangkat kedua alisku. "Bagaimana kau tahu kalau Ben di sana?"

Tapi pria ini malah balik melawanku. "Dan bagaimana kau tahu juga kalau Ben tidak ada di sana?"

Sialan.

Kalau bukan karena kami sedang mencari Ben, aku sudah menghajarnya dengan satu bogem mentah biar dia tahu rasa. Tapi mengingat situasinya sedang rumit, kami-pun setuju dengan pemikiran Jack untuk memastikan kamar bernomor 29.

Kali ini Sky yang mengetuk pintunya dan selang beberapa detik kemudian, pintu itu terbuka dan langsung menampilkan sesosok wanita penuh wibawa yang kuperkirakan berusia sekitar tiga puluh tahunan. Ia menggunakan dress panjang berwarna hitam sementara kakinya berbalut wedges senada. Wanita itu juga jelas terlihat sangat berkelas dengan kilauan berlian dari kalung di lehernya.

Ia sontak menatap ketiga tamu tak diundangnya itu penuh selidik dan terkesiap saat Jack langsung menunjukkan kartu identitas kepolisiannya kepada wanita itu.

"Maaf menganggumu waktu anda, Nyonya. Tapi--"

"Kira-kira apa yang membuat seorang polisi datang berkunjung ke apartementku di sore hari begini?" potong wanita itu. Ia lalu menatap Jack dengan tatapan genitnya dan berkedip menggoda.


"Maaf, Nyonya. Tapi apa kau memiliki seorang anak berusia sepuluh tahun yang tinggal bersamamu di sini?" tanya Jack to the point. Ia jelas melihat bahwa wanita itu berusaha menggodanya, tapi Jack bersikap sangat profesional rupanya.

Wanita yang menyanggul rambutnya itu diam untuk beberapa saat. Ekspresinya begitu datar dan tidak bersahabat. Tampaknya ia tidak suka saat Jack memberi gelagat penolakan untuknya. "Apa aku terlihat seperti memiliki seorang anak berusia sepuluh tahun yang tinggal bersamaku di sini?" Jack dan Sky saling bertukar pandang heran. "Tentu saja tidak," tambahnya lagi dengan nada tinggi. "Sekarang kalian boleh pergi!" seru wanita itu sambil membanting pintu kamarnya dengan keras.


"Sudah kubilang, dia tidak ada di kamar itu," kataku di hadapan Jack.

Kami kemudian berjalan menuju kamar lain yang bertuliskan 30 di depannya.

Aku mengetuk pintu kamar tersebut dengan percaya diri beberapa kali, meski yang menjawabku setelahnya hanyalah keheningan. Tidak ada jawaban. "Permisi, apa ada seseorang di dalam?" kataku sembari menempelkan telinga pada daun pintu.

"Sudahlah, mari kita dobrak saja!" dan tanpa menunggu aku ataupun Sky berpendapat, Jack langsung mendorong pintu di hadapannya dengan tubuhnya sendiri.

Betapa kuatnya pria ini.

Dan pemandangan di hadapan kami sore itu, sungguh mengejutkan.

Kami bertiga menemukan Anna tengah tergantung di langit-langit dengan tubuhnya yang membiru dan lidahnya yang terjulur keluar.

Kami menemukan Anna Presscotr tewas di hadapan kami.

Mengerikan!

Tapi... Apa yang sebenarnya terjadi di sini?


T H E  L O S T  B R O T H E R
A novel by
Nurohima
~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro