[-1]. Celine dan Kembali ke Awal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Celine kaget sekali saat walikelas-nya menunjuknya sebagai pengurus kelas, padahal Celine baru seminggu masuk ke sekolah itu. Dan alasannya adalah...

"Ibu lihat kamu tidak punya teman. Biasanya kalau jadi pengurus kelas, kamu bisa cepat dapat teman, lho."

Tapi setelah Celine pikir-pikir, dulu saat Arville menjadi pengurus kelas saat kelas delapan, Arville memang mempunyai banyak teman. Diam-diam Celine menyetujui perkataan walikelasnya, meskipun dia tahu, alasan sebenarnya karena tidak ada seorangpun siswi putri yang ingin mengajukan diri menjadi pengurus kelas di kelasnya. Menjadi pengurus kelas tentu saja akan merepotkan

Dan benar. Baru sehari menjadi seorang pengurus kelas, Celine mendapat banyak kesempatan untuk berbicara pada teman sekelasnya. Bahkan kepada Ayu dan Diana yang biasanya anti mengenal orang baru. Celine rasa, menerima pekerjaan itu mungkin sedikit menguntungkannya untuk kembali berbicara dengan kedua sahabat lamanya itu.

"Celine, fotokopi bolak balik buat sekelas ya, soalnya fotokopi lebih murah bolak-balik." Sahut Dina, sang sekretaris sambil menyerahkan uang pada Celine.

"Oke," Jawab Celine sambil beranjak pergi ke koperasi. Meskipun pandangannya lurus ke depan dan jalannya tak menabrak orang, tapi Celine sebenarnya tidak fokus. Pikirannya terus melayang pada kejadian kemarin siang.

Alea tidak kehilangan ingatannya meskipun dia sudah mengucapkan kata 'malaikat' berulang kali.

Celine tak bisa berpikir apa-apa saat itu.

.

.

"Jangan-jangan kamu..."

Alea menerjapkan matanya, lalu buru-buru menahan ucapan Celine. "Kak, jangan bilang pada siapa-siapa ya." Telunjuknya singgah di depan bibirnya. "Please,"

Celine tidak mengerti.

Alea punya aura yang juga putih, hanya memburam sedikit, tapi belum mendekati abu-abu. Alea itu manusia, kan?

"Kakak jangan melihatku seperti melihat hantu, ah." Cetus Alea sambil mengelus tengkuk. "Ngomong-ngomong Kakak yang bernama Charlos itu, aura malaikatnya terlihat sekali. Tapi punya Kakak bisa tersembunyikan dengan baik."

"T-tunggu, Alea. Kamu ini manusia, kan?" Dengan polosnya Alea menganggukan kepalanya. "Lalu mengapa, kamu bisa tahu?"

Gadis berseragam putih-biru itu mencoba menenangkan kakak kelasnya yang nampak panik. "Mau beli minuman dulu tidak, Kak? Kakak gerah kayaknya. Santai dulu, kak, sebelum Alea cerita."

Celine menaruh telapak tangannya di udara, tanda Alea tak perlu melakukannya. "Cerita saja, aku akan dengar dengan tenang." Sayapnya masuk pelan-pelan dalam tubuhnya.

"Aku tidak tahu juga ya, Kak...tapi aku tidak bohong soal aku melihat malaikat kematian untuk terakhir kalinya di pemakaman family-ku terakhir kali." Ucapnya. "Dulu, aku berteman dengan seorang malaikat. Dia bilang, aku manusia yang diizinkan untuk mengetahui keberadaan kalian." Alea berdeham pelan. "Tepatnya, aku manusia yang diizinkan untuk mengetahui keberadaan semua makhluk-makhluk yang seperti itu."

Kurang masuk akal, tetapi Celine tetap mendengarkan.

"Tapi aku tidak pernah melihatnya lagi saat aku melihatnya membawa jiwa family-ku pergi dengan sayapnya yang sudah berubah menjadi warna hitam. Aku sudah menceritakannya pada Ibuku, tapi tidak didengar." Ucapnya sambil mengembungkan pipinya. "Aku pernah melihat peri, naga, dan bahkan cupid!" Alea mengucapkannya dengan yakin. "Dan kemarin aku dimarahi oleh seorang putri duyung karena katanya aku menggoda lelaki duyungnya. Yee, enak saja kalau dia ngomong. Aku kan sudah punya Kak Arville!"

Celine memperlihatkan wajah masamnya, membuat Alea tertawa getir, menyadari kesalahan kata-katanya.

"Ngomong-ngomong...kenapa Kak Arville melupakan Kakak? Kakak ngasih tahu dia kalau kakak itu...seorang malaikat?" Tanya Alea dengan sedikit penasaran.

"Bukan hanya Arville, tapi ke semua angkatanku." Balas Celine dengan sedikit malas, karena dia harus mengingat kejadian pahit itu. "Dan saat ini, di dunia manusia...hanya kamu yang tahu identitasku."

Alea menerjapkan matanya, lalu tersenyum lebar. "Wah, berarti aku spesial dong, Kak?"

Dan barusan, aku berniat menghilangkan ingatanmu, pikir Celine dengan sedikit miris. "Jangan membahas tentang aku di depan Arville, apapun yang terjadi."

Alea mengernyitkan keningnya bingung. "Tapi, kak...aku tahu kalau kakak ini sebenarnya berteman dekat dengan Kak Arville. Mengapa Kakak memilih untuk memberitahunya? Bukankah kakak sakit?"

"Sangat," Celine menghela nafasnya. "Aku hampir membuat Arville mati di tangan para malaikat maut dan malaikat keseimbangan yang seenaknya mempermainkan takdirnya hanya untuk melindungi dimensi ini. Dan kurasa ini pilihan yang paling benar." Celine menatap ke Alea yang menatapnya perihatin. "Ini pilihanku, dan aku memilih untuk tidak melibatkan Arville lagi. Aku belum pernah menceritakan ini pada siapapun. Kurasa aku bisa mempercayaimu untuk menjaga Arville."

Alea menggeleng pelan. "Kurasa aku tidak bisa, Kak. Mungkin harus Kakak yang menjaganya, kan kakak ini malaikat. Sedangkan aku? Aku hanya manusia."

"Mungkin kamu bisa mengawasi Arville agar tak diawasi oleh malaikat lain." Balas Celine mencoba meyakinkan Alea.

Alea nampak berpikir sejenak, lalu akhirnya menganggukan kepalanya. "Iya, Kak. Aku akan mencobanya." Bel berbunyi bertepatan dengan selesainya perbincangan mereka. Alea bangkit dari duduknya karena memang bunyi bel itu ditujukan kepada murid SMP. "Kak, tolong ya, jaga rahasiaku. Kata Ayahku, aku tidak boleh menceritakannya pada siapapun."

"Baiklah..." Celine mengucapkannya sambil menganggukan kepala.

Begitu punggung Alea tak tampak lagi di mata, Celine barulah tersadar akan sesuatu.

Mungkinkah Alea itu...

Tidak mungkin.

Peluang terbesarnya adalah...,

.

.

Celine mungkin sudah termasuk seorang pelamun yang ahli, sebab sedaritadi dia berhasil sampai di koperasi, memfotokopi bolak-balik lembaran kertas yang diminta teman sekelasnya. Dia bahkan berhasil membawa semua kertas kopian itu sampai di koridor dekat kelasnya. Tapi semuanya tetap saja dikatakan gagal, sebab dia menabrak seseorang.

BRUK!

Dan yang ditabrak Celine adalah, orang terakhir yang ingin Celine tabrak, tentu saja.

"Kamu baik-baik saja?"

Tentu saja, orang itu adalah Arville.

"A-Ar-" Celine terbungkam. "Aku baik-baik saja."

Arville mengulurkan tangannya, membantu Celine naik. Saat Celine sudah berdiri, Arville memungut kertas kopian yang berserakan kemana-mana. Celine merutuki dirinya yang seperti orang bodoh-hanya berdiri diam saja, lalu dengan buru-buru Celine ikut memungut kertas-kertas itu.

"Maaf, aku tidak melihatmu berbelok."

Celine hanya menggeleng. "Tidak, aku yang tidak melihatmu. Maaf."

Usai mengumpulkan kertas-kertas itu, Celine yang menunggu Arville menyerahkan padanya kertas kopian itu pun akhirnya hanya bisa kebingungan saat Arville malah berjalan disampingnya. "Ayo,"

Celine pun mengikutinya dan berjalan di sampingnya.

Tunggu.

Ini...tidak seharusnya terjadi.

Ini tidak pantas terulang kembali!

Baru saja Celine bermaksud untuk membuka mulut, Arville lebih duluan membuka mulut.

"Kupikir, seharusnya itu tugasku." Arville menatap Celine sambil menunjuk kertas-kertas yang dipegang Celine dengan dagunya. Celine mengerutkan keningnya karenanya. "Aku pengurus kelas di kelas. Apa kamu ini pengurus kelas baru yang ditunjuk?"

Sialnya, Celine lupa cara mengangguk saat itu.

***TBC***

27 November 2016, Minggu.

A.N

Setelah ini, baca kembali ke chapter 1-3, lalu ke chapter 4.

Dan minus kita SELESAI! Hayooo, pertanyaan di chapter 1-3 udah kejawab kaaaan?

Oh yaaa, sejauh ini, bagaimana POV 3 nyaa? Saya lumayan menikmati cara nulis POV 3nya, tapi di next project saya, dua-duanya POV 1, haha. Mungkin lain kali, saya harus nyoba POV 3 lagi full seisi cerita kayak TLM, biar ga kayak LMP&SA yang pindah2 POV muluk.

<3

Next Chapter saya privated demi keamanan cerita. Err, kalau tidak ada, mungkin karena kamu belum follow saya. Kalau mau lanjut, silahkan follow saya, terus logout. Biasanya keluar sih, semoga muncul <3

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro