17. Penyerangan Tiba-tiba

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Allena tak mampu berkonsentrasi pada pelajaran hari ini. Otaknya masih sibuk memikirkan Arzuki yang belum memberi kabar. Kemarin Allena menghubungi dan mengirim pesan puluhan kali tapi tak mendapat jawaban.

Tuh anak kenapa sih kok belum telepon balik atau balas WA. Bikin khawatir aja.


Bel istirahat berbunyi, Allena bergegas mengambil ponsel di loker. Berharap ada pesan dari Arzuki, namun sayang tak ada satu pesan pun dari Arzuki. Allena tampak kesal, berjalan mondar mandir, dari pintu kelas ke bangkunya yang berada di baris ke tiga. Membuat Veli gemas, karena Allena cenderung pendiam dan mendadak jadi manusia paling bodoh hari ini.


"Nggak pusing, Al? Mondar mandir aja kayak setrika," celetuk Veli saat Allena mendekati tempat duduknya.


"Hem? Apa?" Allena menatap Veli kebingungan.


"Otakmu lagi kamu gadaikan ya? Duuhh... duduk deh." Veli menarik paksa Allena agar duduk di sampingnya, "Kamu kenapa sih? Tumben-tumbenan, cerita dong sayaaangg."


"Arzuki, Vel." bisik Allena.


"Ampun deh, dia lagi! Jadi kamu mondar-mandir cuma karena mikir dia? Cari cowok yang jelas deh, Al. Yang lebih cakep, yang lebih...."


"Arzuki jelas cowok, tau!" potong Allena jengkel.


"Dia emang jelas cowok, tapi latar belakangnya itu lho nggak jelas." Veli hampir berteriak mengatakannya. Nama Arzuki memang selalu berhasil memancing amarahnya. Veli menarik napas sejenak untuk menyalurkan rasa marah di udara.


"Jelas dong! Kamu aja yang belum kenal dia." Allena meninggikan suaranya, tak mau kalah dengan suara Veli.


"Kalau gitu, jelasin. Kenapa dia nggak pernah jemput atau main ke rumahmu? Kenapa selalu ngajak ketemu di luar? Kenapa selalu nongol tiap pulang sekolah?"


"Dia kuliah malam, pagi kerja."


"Pagi kerja? Kerja apa jam 3 siang udah nongkrong di kedai es kelapa muda dengan penampilan kayak gitu. Bener-bener nggak mirip orang pulang kerja."


"Aaah... kamu tuh nggak bantuin nyelesein masalah, malah nambah pusing." Allena mendengus, lalu berjalan menuju perpustakaan. Meninggalkan Veli yang berselimut marah.


***


Allena mengambil salah satu novel dengan asal, lalu memilih duduk di panggung kecil beralaskan karpet merah marun. Sambil bersandar pada tembok, ia membuka halaman novel secara acak. Ditaruhnya ponsel di atas halaman buku yang terbuka, lalu mengetik pesan untuk Arzuki.

Allena: Ki, kamu dimana? Kok nggak kasih kabar?


Kedua mata Allena memompa air mata hingga membuat pandangannya berkabut. Dengan cepat kedua matanya mengerjap agar produksi air mata yang tiba-tiba ini tak menetes di pipi. Dia merasa bersalah karena meninggalkan Arzuki saat ia membutuhkan pertolongan. Allena mengirim pesan kagi.

Allena: Ki, maaf ya kemarin aku tinggal pulang. Gimana keadaanmu?


Lima menit berlalu, tak ada balasan maupun telepon dari Arzuki. Allena putus asa, dikembalikannya buku pada salah satu rak yang bertuliskan 'Novel' lalu berjalan ke luar perpustakaan. Ia mengambil ponsel dari saku rok abu-abunya, mencoba menghubungi Arzuki. Kali ini Allena harus kembali memeluk rasa khawatir karena tak mendapat jawaban dari Arzuki.


***


Pukul 04.30. Allena selesai membersihkan ruang osis dari sampah-sampah kertas yang digunakan untuk menghias mading. Di sekolah Allena, ekskul literasi yang mengurus mading dan majalah sekolah tak punya ruangan khusus. Jadi semua kegiatan termasuk rapat dilakukan di ruang osis.


"Waah udah bersih nih! Pantesan kok kamu tiba-tiba ngilang tadi," ucap Dhika, ketua ekskul literasi.


"Tugasku cuma nempel pita-pita aja tadi, daripada bengong kan mending beresin ruangan ini. Jadi, urusan Mading selesei, ruang osis juga udah bersih." Allena mengembalikan sapu dan pengki ke tempatnya.


"Iya, jadi bisa langsung pulang. Capek banget hari ini," Dhika mengambil botol minumnya, lalu menenggaknya sampai habis.


"Jangan seneng dulu, kita kan belum beres... lho kok udah bersih aja. Asiiik bisa cepet pulang," seru Nesya yang baru datang bersama lima teman lainnya. Ia kebingungan melihat ruangan osis yang sudah bersih.


"Allena tuh yang bersihin." Dhika menurunkan botol minumannya, "Lusa aja ya kita rapat bahas tentang buletin sekolah."


"Oke," sahut teman-temannya yang lain.


"Yuk pulang, Vel." Allena mendekati Veli yang sedang berbincang dengan Nesya.


"Aku... aku mau bareng Dhika, sekalian mau ambil flashdisc yang ketinggalan di tempat foto-kopi."


"Oh, oke. Duluan ya semua." Allena meninggalkan ruang osis lebih dulu. Sejak perdebatan di jam istirahat tadi, Veli berubah jadi orang asing yang tak mengenal Allena.


Saat menghias mading pun, Veli cenderung menghindar. Dia lebih memilih membantu Nesya atau Bimo yang menghias mading di dekat kantin daripada membantu Allena yang mendapat tugas menghias mading yang berada di depan kelas 10 Ipa 1.


Sambil berjalan ke area parkir yang sepi, Allena mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Ada tiga panggilan tak terjawab dan satu pesan dari Arzuki.


"Arzuki." Kedua mata Allena berkaca-kaca, membaca nama itu pelan. Bagai tengah menemukan kembali benda berharga yang telah hilang berbulan-bulan lamanya.


Arzuki: Sibuk ya Al? Kalau udah nggak sibuk bales ya.


Dengan cepat Allena membalas pesan Arzuki, mengatakan bila ia baru saja mengerjakan Mading, dan akan meneleponnya bila sudah sampai di rumah. Setelah memastikan pesannya terkirim, Allena melenggang dengan riang menuju area parkir.


***


"Kok baru pulang?" Pertanyaan tak ramah Mama membuat rasa lelah semakin erat mengikat tubuhnya.


"Tadi ngerjain Mading, Ma. Hari ini kan jumat. Mama lupa ya?" Allena berusaha mencairkan suasana. Dia tak mau mood-nya jelek saat menelepon Arzuki nanti.


"Kamu nyuri uang kas kelas?" pertanyaan sengit Mama memancing amarah Allena, mood jeleknya bangkit siap berperang.


"Pasti dari Mamanya Bianka nih. Dasar keluarga tukang gosip."


"Kembaliin! Bikin malu keluarga aja. Kamu tuh bukannya berusaha ngalahin Bianka dengan prestasi, malah bikin aib." Mama meninggikan suaranya.


"Aku nggak nyuri, Ma. Mama bisa tanya Vega bendahara kelasku. Justru Bianka itu yang fitnah aku. Dasar kecoak panuan, bisanya ngaduh ke Mama."


"Terus kemarin-kemarin kamu kemana aja? Kamu dari Sidoarjo ya? Lihat Lumpur Lapindo? Sama siapa? Cowok kamu?"


Allena terbelalak, Bianka pasti menunjukkan foto Lumpur Lapindo yang Allena uggah di akun instagramnya. Karena cuma Bianka yang bisa melakukannya.


"Mama mending keluar deh dari grup alumni SMA Mama yang nggak penting itu. Banyak hal buruk yang Mama dapetin di sana, terutama informasi-informasi ngawur dari Mamanya Bianka." Allena kesal, ditinggalkannya Mama yang bermandi hawa panas penuh amarah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro