Sambung Narasi Hingga Jadi Cerpen - Resti

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Senin, 18 September 2023.

Di malam hari yang sepi, grup utama komunitas Four Leaf Clover tidak banyak yang nimbrung. Salah satu member yaitu Resti berceletuk mengeluhkan sepinya isi grup.

Namun, siapa sangka jika chat keluhan tersebut justru dibalas dengan sebuah narasi pembuka yang cocok untuk dijadikan cerita. Resti yang tertarik pun akhirnya memutuskan untuk melanjutkan narasi singkat milik Baim. Sambung menyambung cerita ini akhirnya berlanjut dan Key pun ikut berkontribusi atas keseruan ini.

Berikut awal mula kejadian :

Kami tidak memiliki ide dasar, plot yang dirancang bersama, atau perencanaan yang matang dalam pembuatan cerita ini. Semuanya murni karena saling baca lalu kemudian menyambungnya dengan chat yang dikirim orang sebelumnya.

Penasaran seperti apa hasil jadi ceritanya?

Yuk, baca cerita kami berikut ini!

🍀🍀🍀🍀🍀

🍀Baim🍀

Aku melihatnya malam itu. Di rumah kaca yang gelap, ada beberapa pot semanggi daun empat. Kupikir jumlahnya ada tujuh. Salah satu di antara mereka bernama Eris. Tanaman itu sedang mencabik-cabik Resti hingga isi perutnya terburai, daging berceceran ke mana-mana, dan cairan merah mengucur deras.

🍀Resti🍀

Aku pikir malam itu aku telah menyaksikan tragedi pembunuhan paling brutal hingga membuat perutku mual. Namun, satu hal yang membuatku lebih terkejut lagi adalah mengapa wanita bernama Resti itu masih tetap bisa kembali utuh setelah terbunuh sampai tubuhnya hancur?

🍀Baim🍀

Ini sangat mengerikan. Padahal aku datang ke rumah kaca hanya untuk menyirami tanaman yang belum sempat kucek hari ini. Namun, apa-apaan pemandangan barusan? Pot Eris semestinya hanyalah semanggi daun empat biasa. Resti juga seharusnya mahasiswi belaka. Apa yang sebenarnya sedang terjadi?

🍀Resti🍀

"Ah, sialan! Badanku jadi hancur lagi, kan?"

Aku mendengar suara Resti yang sedang memandang Pot Eris sambil mengeluh. Dalam diam aku berdiri tidak jauh dari mereka dengan niat tidak mau ikut campur agar tidak menjadi korban. Setidaknya, aku ingin melihat sampai situasi aman sembari menelisik kiranya apa yang sedang terjadi di rumah kaca ini.

"Hei, Eris! Kamu kan udah janji buat jadi pohon yang baik. Kalau begini hukumanmu bakalan ditambah, loh." Resti berbicara.

Pot Eris yang sekarang berisikan tanaman tinggi meliuk-liuk, bunganya membesar memunculkan mulut dan gigi-gigi runcing yang tajam.

🍀Key🍀

"Apa, kenapa?" tanya Resti seraya berkacak pinggang. "Kamu sudah mendapatkan jatah makanmu, 'kan, tadi jam enam sore? Masih lapar juga?"

Pot Eris bergoyang-goyang, seolah menggelengkan kepala kepada pertanyaan Resti. Aku tidak bisa melihat ekspresi wanita itu kala si tumbuhan memberikan gestur tersebut. Namun, aku tahu bahwa Resti menyadari kejanggalan dari gestur Pot Eris.

"Itu, itu, itu."

Resti menolehkan kepalanya dengan cepat, kedua pasang mata milik wanita berambut lurus itu nyalang menusuk jiwa.

"Kalau bukan kamu, apakah aku boleh memakan yang itu?"

🍀Baim🍀


Napasku tersekat. Siapa yang dimaksud Pot Eris? Apakah aku akan dimakan? Bagaimana ini? Aku tidak mau mati.

Resti membalas pinta Eris dan mengiakannya. Eris pun memelesat ke sini.

Aku mengejam mata. Namun, Eris terbang ke arah kiriku. Ternyata ada seorang mahasiswa lain selain diriku yang ikut bersembunyi. Mahasiswa malang itu pun terpotong-potong menjadi beberapa bagian dan dilahap oleh sulur-sulur Eris.

'Aku harus keluar dari sini. Aku harus keluar. Harus keluar dari sini.'

"Mamah, aku takut."

Eris menyadari keberadaanku lalu melejit. Tangan dicekal dan tungkai ditarik paksa. Leher dicekik sampai habis napas. Tulang rusukku diremuk hingga bergemeletuk. Aku terjerit-jerit sambil batuk darah. Lengan terpotong tergeletak di atas tanah mengucurkan darah. Perut terbuka memburai usus dan lambung dan entah apa lagi. Aku mati.

Itu sebelum kempat indra dipaksa mengatur dan mengumpulkan informasi bahwa aku baru saja mengalami mimpi buruk.

🍀Resti🍀

Aku meraup oksigen dengan rakus. Napasku belum bisa kembali menjadi normal.

"Kamu mimpi buruk lagi?" Aku menoleh ke sumber suara, di sebelahku Resti–teman seperkuliahanku sedang berkacak pinggang.

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Lantas, ia kembali berkata, "Makanya jangan bolos dan tidur di sebarang tempat!"

Resti melenggang pergi begitu saja. Aku mengelus dada lega. Semua hal mengerikan yang terjadi tadi rupanya hanyalah mimpi buruk di siang bolong.

Eh ... aku baru sadar bahwa aku tertidur di dalam rumah kaca di sebuah kursi pada sudut ruangan. Aku segera beranjak dari tempat ini karena merasa ada yang aneh entah mengapa.

Mataku melirik ke sesuatu yang tak asing. Rasanya seperti mengalami deja vu. Aku melihat Resti sedang berbincang dengan sebuah pot bertuliskan Eris di badan potnya.

Yang tadi itu ... hanya mimpi, kan?

🍀 Key 🍀


"Mimpi bukan, ya?" Sebuah suara bertanya dengan nada mengejek.

Karena masih berusaha untuk memfokuskan kesadaranku ke dunia nyata, tubuhku tersentak ketika suara itu bergelombang masuk ke gendang telinga.

Kutolehkan kepala ke kanan dan ke kiri, mencoba untuk mencari siapa yang baru saja menghasilkan suara tadi. Kedua manik mataku mendapati seorang laki-laki—entah sebaya atau tidak—yang terduduk di seberang kursiku.

Laki-laki itu tersenyum—ah, tidak—menyeringai ke arahku. "Coba tebak, apakah sekarang kamu benar-benar terbangun?"

"Apa ...." Aku tidak dapat mengatakan apa pun. Semua susunan kata dalam otak rasanya buyar begitu saja ketika sepasang telingaku menangkap pertanyaan laki-laki itu.

"Mimpi adalah dunia tak berdasar, tak berujung. Tahukah kamu apa artinya?"

Dia mendekatiku secara perlahan. Ketika dia berada tepat di samping, laki-laki itu menepuk pundakku dan berbisik, "Tidak ada jalan keluar selain bangun. Namun, bagaimana caranya menggapai sinar kesadaran yang melayang jauh di atas langit-langit alam bawah sadar?"

🍀Resti🍀


"Apa maksudmu?" Aku bertanya. Tidak mengerti dengan pernyataan tiba-tiba dari lelaki yang belum kukenal itu.

"Menangkan permainan di sini maka kau akan bisa bangun dari mimpi." Lelaki itu menjawab.

"Permainan?" tanyaku mengulang.

"Kamu bukan satu-satunya orang yang terjebak dalam dunia mimpi ini, Baim," katanya.

🍀Key🍀

"Kamu gila," umpatku.

Alih-alih tersinggung, laki-laki itu malah terkekeh. Gelak tawanya memantul dari setiap sudut ruangan, seakan dia ada di mana-mana.

"Terdapatlah butiran tangis langit yang menjelma menjadi tumbuhan asing di atas Bukit Memori yang Terkubur. Konon katanya, tumbuhan itu menyerupai dandelion siap tiup. Namun, tangkainya menyerupai tangkai mawar merah yang berduri. Ketika kamu berhasil mendaki Bukit Memori yang Terkubur, kamu bisa memohon kepada tanaman itu.

"Permohonanmu hanya bisa dipinta untuk satu kali seumur hidup. Salah memberi pinta, maka tidurlah kamu.

"Pintamu didengar, maka Gua Memori Memalukan dibuka."

🍀🍀🍀🍀🍀

Penyusun : _restiqueen_
Kontributor : _restiqueen_, William_Most, dan Aishipit

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro