24. Terbebas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat membuka mata, Jun mendapati dirinya tengah terlentang di atas gurun pasir yang terik. Hal pertama yang dia sadari adalah rasa haus luar biasa yang memaksanya untuk bangkit dan mengambil botol minum dari dalam ransel. Ia tidak memikirkan apa pun selain menenggak banyak-banyak air dari botol minumnya. Hingga akhirnya, setelah seluruh dahaganya terpuaskan, Jun akhirnya bisa melihat tiga orang temannya yang lain juga tergeletak di dekatnya.

Buru-buru pemuda itu menghampiri mereka satu persatu. Brithon masih bernapas, meski pakaiannya compang camping bekas pertarungan dengan Minotaur. Alex dan Lana juga secara ajaib mulai mengerang pelan, siuman!

"Alex! Lana! Kalian ... kalian masih hidup?" seru Jun lekas menghampiri kedua temannya itu. Ia memeluk mereka satu per satu lalu memberi minum pada mereka.

Lana yang pertama mampu berbicara. "Apa kita akhirnya bisa keluar dari tempat terkutuk itu?" tanya gadis itu bangun terduduk di atas pasir.

Jun menyapukan pandangannya. Di sekitar mereka hanya ada hamparan gurun pasir yang tak terbatas. Meski begitu Jun tahu, bahwa itu adalah gurun pasir yang sama seperti saat dia datang dulu.

"Sepertinya begitu," jawab Jun nanar.

Erangan Brithon memecah fokus Jun dalam menganalisis keadaan. Pemuda itu pun membagikan sisa ramuan penyembuh pada masing-masing temannya, dan meminum satu ampul yang tersisa untuk dirinya sendiri. Sekarang mereka menjadi sedikit lebih berstamina.

"Apa yang terjadi pada kita? Bagaimana kita akhirnya bisa selamat?" tanya Alex mulai menepuk-nepuk pakaiannya agar terbebas dari debu pasir.

Jun akhirnya mulai menceritakan tentang pengalamannya sebelum pingsan. Pemuda itu menduga bahwa mereka akhirnya berhasil memanggil dewi Hathor menggantikan aspek kepribadiannya yang kejam, Sekhmet. "Kurasa beliaulah yang akhirnya membebaskan kita. Juga menghancurkan seluruh reruntuhan kuil," kata Jun mengakhiri penjelasannya.

"Gila. Aku sama sekali tidak menyangka kalau sudah melewati hal-hal mengerikan itu dengan selamat. Rasanya semua yang sudah kita alami itu hanya seperti mimpi buruk saja," komentar Brithon setelah cukup kuat untuk bangkit berdiri.

Jun menghela napas panjang. "Kau benar. Semua berakhir begitu saja, seolah segalanya hanya mimpi buruk," ujarnya menanggapi. Ia lantas menatap teman-temannya satu per satu. Rasa sesak di dadanya kembali muncul. Ia merasa bersalah karena telah membuat sahabat-sahabatnya melalui beragam kejadian mengerikan gara-gara ambisi pribadinya.

"Teman-teman ... maafkan aku. Aku sudah membuat kalian menderita," ujar Jun sembari menahan isak tangisnya. Meski begitu air mata tidak bisa dia bending, tetap menetes pelan di pipinya.

Lana turut berkaca-kaca. Gadis itu lantas memeluk Jun dengan hangat. "Ini bukan salahmu, Jun. Aku datang ke sini atas kemauanku sendiri. Dan kurasa, pengalaman tadi tidak seburuk itu," hibur gadis itu turut menangis bersama.

Brithon dan Alex berpandangan sejenak. Keduanya lantas tersenyum simpul, lalu turut merangkulkan lengan mereka dan memeluk Jun serta Lana.

"Aku mendapat pengalaman mati suri. Bukankah itu keren? Kapan lagi bisa gentayangan dalam wujud roh?" kata Brithon terkekeh.

"Dan kita juga bertemu dengan Dewi. Bukan makhluk sembarangan, tapi entitas cahaya di level yang tinggi. Serius, secara keseluruhan perjalanan kita ini tidak ada duanya! Kita pasti akan mendapat banyak poin saat kembali ke Akademi!" seru Alex tak kalah antusias.

Jun mendengkus pelan. Ia tahu teman-temannya mengatakan bukan semata-mata untuk menghiburnya. Anak-anak berkekuatan memang cenderung menyukai tantangan dan memiliki selera unik dalam mencari pengalaman. Meski begitu, Jun tetap berterima kasih. Ia sungguh bersyukur karena memiliki teman luar biasa seperti mereka. Keempatnya lantas berpelukan semakin erat, sambil menangis bersama, mensyukuri keberuntungan yang telah membawa mereka kembali hidup-hidup.

"Ngomong-ngomong di mana hantu birumu, Jun? Bukannya kau datang ke sini untuk menemukannya?" tanya Brithon setelah melepaskan pelukannya.

"Hantu biru? Oh, makhluk yang membawa kami saat menjadi jiwa?" celetuk Lana menimpali.

"Jadi dia hantu? Pantas saja berwarna biru. Kupikir semacam penari gurun. Dia cantik sekali." Alex turut berpendapat.

Mendengar ucapan teman-temannya, Jun mendadak menyadari bahwa Jin memang tidak ada di sekitarnya. Buru-buru dia membongkar ranselnya untuk mencari artefak lampu ajaib yang dia temukan dalam reruntuhan. Beruntung benda itu masih tersimpan rapi di salah satu kantong ranselnya.

"Jin, apa kau ada di dalam?" tanya Jun sembari mengusap lampunya yang kotor karena debu.

Sekonyong-konyong asap biru menguar dari ujung lampu itu. Asap itu membentuk sosok seorang wanita berpakaian khas timur tengah dengan kulit biru.

"Anda memanggil saya, Jun?" tanya Jin yang sudah muncul sambil membungkukkan badan.

Cukup dengan melihatnya saja, senyuman Jun langsung terkembang. "Syukurlah kau masih ada, Jin," ujarnya lega. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro