Chapter 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Neya menatap marah pada Kim. Ada sorot kekecewaan di sana. Ia tidak menyangka jika ayahnya setega itu.

"Kau memberi tahunya? Atas dasar apa kau memberitahu semua padanya, Ayah?"

Neya berlari menaiki anak tangga. Ia terdengar suara gelas jatuh dan pecah, dengan cepat ayahnya telah berdiri di hadapannya.

"Kau mau ke mana?" tanya Kim.

"Bukan urusanmu," jawab Neya penuh dengan tatapan marah.

"Jika kau mencari Daeho itu hanya akan membahayakanmu saja. Kau bukanlah vampir sepenuhnya, ingat kau masih memiliki darah manusia!"

Neya tak menghiraukan perkataan ayahnya. Seperti memiliki kekuatan, ia berlari secepat kilat dan mulai mencari Daeho di hutan yang tak jauh dari rumahnya. Dengan cepat pula, ia berlari sampai-sampai tak menyadari ada seekor serigala mengejarnya.

Serigala itu bukanlah tandingan Neya. Gadis itu sudah terlatih meski di dalamnya masih memiliki darah manusia. Ia dengan cepat meninggalkan seekor serigala yang sedari tadi mengejarnya.

Neya melihat gua, mungkin saja Daeho berada di gua itu dan mungkin saja tengah merasa sesak di jantung. Bukan hanya itu saja, bisa jadi sekarang Daeho merasa sangat haus akan darah. Jika tak segera meminum darah manusia Daeho akan mati. Namun, jika meminumnya, Daeho akan menjadi bagian vampir dan memiliki kehidupan abadi untuk selama-lamanya. Andai Neya punya jalan keluar untuk menyelamatkan lelaki itu, tapi setahunya tak ada jalan keluar untuk manusia yang telah digigit oleh seorang vampir. Hanya memiliki dua pilihan mati atau menjadi vampir dan hidup untuk selama-lamanya.

Neya mulai memasuki gua yang gelap, menyalakan lampu senter di ponsel. Ia mendengar suara erangan, mungkin saja itu Daeho. Ia mengarahkan lampu senter ponsel kepada seorang lelaki.

Daeho berada di sudut gua dengan menunjukkan kedua taring di gigi. Ia terus mengerang dan melarang Neya untuk mendekatinya.

"Daeho ... kau baik-baik saja?" tanya Neya khawatir.

Daeho terus mengerang-erang meminta Neya agar segera pergi. Wajahnya semakin memucat, memang paska digigit oleh ayah Neya, ia belum meminum darah manusia dan langsung berlari ke gua ini.

"Apa kau mulai merasakan sakit di jantungmu? Kenapa kau melakukan ini, Daeho?" Neya mulai menitihkan air mata.

"Untuk melindungimu." Erangannya berubah dengan suara parau menahan sakit.

Neya melihat Daeho yang tengah memegangi dada. Sudah pasti jika lelaki itu merasa sakit di bagian dada karena sama sekali belum meminum darah.

"Kau baik-baik saja?" Neya ingin mendekati lelaki itu, tetapi Daeho kembali mengerang dan meminta untuk menjauh. Mungkin Daeho mencium aroma darah manusia Neya dan tidak ingin menyakitinya.

Daeho terjatuh di atas tanah. Ia terus memegangi dadanya yang bertambah sakit.

Neya tahu jantung Daeho akan segera berhenti jika tidak cepat meminum darah manusia. Yang artinya akan meninggalkannya untuk selama-lamanya.

'Tidak.' Neya Neya memandang pada sekeliling gua untuk mencari sesuatu. Sudah sekitar tiga menitan ia mencari.

Seokjin terus saja merintih kesakitan. Neya mengarahkan senter ke seluruh gua lagi. Beruntung sekali, ia menemukan batu yang memiliki sisi tajam meruncing. Niatnya akan dipergunakan untuk melukai tangannya sendiri. Neya merintih menahan sakit.

Daeho seperti memiliki radar ketika mencium aroma darah. Dahaganya tak bisa ditahan lagi. Ia melihat ke arah tangan Neya, mulai melangkah hendak menerkam. Namun, niatnya terhenti ketika melihat wajah Neya yang merintih kesakitan. Ia mundu sampai di sudut gua dan menyandarkan tubuh di sana.

Segera Neya mengambil botol bekas, sepertinya sengaja ditanggal oleh para pendaki. Kemudian, memasukkan darah. Botol terisi setengah, ia membuka syal kerudung, kemudian mengikatkannya di tangan dan mulai mendekati Daeho.

"Minum ini!" perintah Neya sembari meletakkan darah di atas tanah.

"Jika kau tidak tau aturan dalam dunia vampir, harusnya kau tidak bermain-main dengan hidupmu!" kesal Neya. "Setelah kau minum darah ini kau tidak akan pernah lagi merasakan jantungmu berdetak, tapi itu lebih baik dari pada aku harus kehilanganmu untuk selama-lamanya." Neya masih menatap kesal pada lelaki yang dengan hausnya meminum darah. Neya menyuruh Daeho berdiri kemudian memegang tangan lelaki itu.

Daeho mulai tak merasakan adanya detak jantung di tubuhnya. Rasa sakit pun sepenuhnya telah menghilang. Ia merasa lebih ringan. Tidak ada pilihan, dengan menjadi bagian dari vampir ia bisa menjaga Neya. Ia tahu saat ini gadis itu pasti sangat marah, tetapi itu sudah menjadi pilihannya.

Neya mengajak Daeho berlari membelah angin. Seperti memiliki tenaga super, Daeho menarik tangannya dan membawanya berlari kencang.  Hal ini membuat Neya engos-engosan.

"Seperti inikah vampir?" ungkapnya yang kini berhenti di depan Neya.

Gadis yang masih engos-engosan hanya tersenyum melihat Daeho merentangkan kedua tangan.

"Kenapa kau tak menceritakan tentang si berengsek itu padaku?" tanya Daeho dengan menatap tajam mata Neya.

Neya dapat melihat bola mata Daeho yang sedari tadi berwarna merah.

"Siapa?"

"Jangan berpura-pura! Luka cakar di tanganmu itu, apa dia yang melakukannya?"

"Tidak."

"Berhentilah berbohong!" Daeho mencengkeram kedua lengan Neta dengan sangat erat.

Neya dapat merasakan betapa erat cengkeraman lelaki itu sampai-sampai membuat lengannya terluka dan sakit. Sadar akan tengah membuat lengan Neya terluka, Daeho melepaskan cengekraman. Kemudian, melampiaskan kemarahan pada pohon di sampingnya.

Lelaki itu memukul pohon sampai berlubang sembari berkata, "Berengsek kau, aku akan membunuhmu!"

"Daeho, aku mohon jangan lakukan itu!" Neya menggeleng, memohon agar dia tidak melakukan hal yang mungkin nantinya menjadikan penyesalan. Neya memegangi kedua lengannya yang masih terasa sakit.

~Tbc~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro