#9 (B)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

The next day...

Chapter 9
(bagian 2)

"Lalu, apa yang akan kalian perbuat di sini untuk membantu kami?" tanya Triva yang terlihat sudah tidak sabaran.

"Apakah Landon sudah ditanyai?" tanya Chester spontan.

"Melihat gelagat serta gerak-geriknya, kami mempertimbangkan untuk menunda dahulu, apalagi belakangan Fletcher berhasil menangkap dua sosok laki-laki rekan kejahatannya," jawab AJ berterus terang.

Sambil melirik pada bagian waktu ruangan, Chester menyimpulkan, "Berarti sudah hampir dua puluh empat jam sejak dirinya diringkus, kalian belum membuat kemajuan untuk seorang kriminal Landon Simmons."

"Kami ingin bersikap hati-hati, Mr. Cherlone," kata Samuel, mencoba memberi pengertian kepada Chester.

"Kenapa tidak dirimu saja?" tantang Chester dengan halus pada Gina.

Perempuan itu kelihatannya ingin bereaksi, namun dengan pintar, dia berhasil menyembunyikan gejolak emosinya. Sudah tentu, pikirannya langsung membuang jauh-jauh gejolak emosi yang sempat tercipta. Hasilnya adalah senyuman manis tersungging di bibirnya.

"Chester, jangan coba-coba bermain dengan api!" Cheryl sengaja membisikkan kalimat tegurannya ini ke dalam kepala sang kembaran.

Chester melemparkan pandangan ke arah saudari kembarnya.

"Sepertinya kau punya rencana bagus," katanya memberikan tawaran dengan nada bertanya di akhir kalimat.

Cheryl telah memikirkan ini, maka dia mengajukan suatu solusi kepada lima orang yang berada di sekitarnya, "Bagaimana jika aku yang berbicara dengan Landon?"

Selain agak terkejut saat mendengarnya, Samuel, Gina, Triva, dan Harris juga sibuk memikirkan permintaan yang terbilang nekat ini, namun AJ dan Chester justru bersikap dan berpandangan sebaliknya.

"Masa kalian sudah lupa rekaman percakapan Landon dengan sang pelaku utama?" kata AJ kepada keempat rekan satu timnya.

"Pada bagian 'aku selalu memantau dan mengikuti Cheryl yang lugu, polos dan tak tahu apa-apa itu ke mana pun dia pergi tanpa sepengetahuannya' itu bukan?" rupanya masih terekam jelas dalam ingatan Chester.

Kemudian, dia meneruskan, "Landon merupakan ayah tiri, sekaligus juga sepupu dari ayah kandung kami..."

"Jikalau dipikir-pikir, posisi kalian unik juga," kata AJ menyela. "Sisi positifnya adalah ternyata kalian punya tiga sosok ayah sekaligus."

"Yah begitulah," balas Chester sambil menghela napas. "Jadi biarkanlah salah satu dari kami berdua yang bertemu dengan Landon."

"Salah satu katamu?" Cheryl terkejut mendengarnya, "Maksudmu cuma aku saja?"

Dia menjawab anggukan saudaranya dengan bertanya, "Kenapa kau tidak ikut masuk saja?

"Jangan bilang bahwa kau trauma dengan adu ego kalian semalam di rumah kita di Area London," terka Cheryl tajam dengan dugaannya ini. "Saat itu kalian..."

"Aku mengerti maksudmu, Cheryl!" potong Chester dengan tegas, "Bukan itu!

"Aku menimbang dari perbedaan cara dia 'mengundang' kita kembali ke keluarga Cherlone. Pertama, kau bisa mendapat dua surel di dalam kotak pos elektronikmu. Artinya, kau sudah diberitahu dari jauh-jauh hari, meskipun hal itu justru malah menyengsarakan pikiranmu.

"Kedua, kata-kata yang dilontarkannya sewaktu kami berbicara lewat telepon, pada dini hari kemarin. Ketika kubaca pikiranmu saat kita pertama kali bertemu, kutemukan dalam dirimu sedikit perasaan menyenangkan karena telah merasa dianggap. Hal ini memang logis, mengingat... sudahlah!

"Yang ketiga sekaligus terakhir, sepenggal percakapan dalam rekaman yang masih membekas dalam memori ingatanku tadi."

Merasa bersimpati, sambil mengulurkan kedua tangannya, Cheryl berkata, "Kini aku jadi mengerti kenapa kau tidak mau menemuinya, Ches -- kau pasti merasa sekaligus beranggapan kalau diriku ini dianggap anak emas di antara kita berdua."

Kemudian, diberikannya pelukan penuh kasih sayang pada si laki-laki kembaran. "Mungkin saja, jika di dalam hatinya yang terdalam, sesungguhnya dia juga ingin menyayangimu. Kenapa kau tidak mau mencoba membuktikan dugaanku ini?" hiburnya dalam pelukan.

Chester menggeleng pelan, dengan perasaan yang mendalam.

Tanpa disadarinya, air mata mengalir pelan di kedua pipi Gina. Sebelum dilihat oleh rekannya yang lain, kedua tangannya itu buru-buru menepisnya dari wajahnya.

Emosi terpendam Chester membuat batin Cheryl menjadi tak berdaya. Belum pernah dilihatnya saudara kembarnya yang biasanya iseng dan ceria ini dapat menyimpan perasaan yang begitu mendalam juga.

Ketika kedua kakinya melangkah naik menyusuri lorong menanjak ke ruangan Landon, jutaan emosi memenuhi hati Cheryl. Laki-laki hampir separuh baya yang akan ditemuinya ini tak lain dari sosok ayah tiri sekaligus sepupu ayah kandungnya. Mereka sudah bersama dalam momen-momen yang berbeda situasi -- penipuan, kelicikan, dan yang terakhir penangkapan. Selain itu, hatinya juga merasa bahagia telah menemukan ayah yang lain -- sosok ayah tiri. Ironisnya, ayah yang justru membunuh ayah kandungnya. Rasa rindu yang harus berkonflik dengan kemarahan, dendam, serta pembalasannya.

Belum lagi dia harus menerima kenyataan pahit bahwa dirinya lebih disayang dari kembarannya sendiri. Hatinya sungguh tidak menginginkan ini, jika memang benar -- sangat berharap seandainya semua yang dialami ini hanya mimpi buruk saja.

Waktu dirasakannya begitu cepat berlalu ketika sudah di depan pintu ruangan Landon, dan pintu itu langsung terbuka menyamping.

Dengan langkah berat dan tanpa tahu harus bersikap bagaimana, kedua kaki Cheryl memasuki ruangan. Dia mematung di situ -- memandangi sosok Landon yang masih asyik membaca di bangku yang membelakangi pintu masuk.

Suara desis pelan dari pintu yang menutup di belakang Cheryl tidak tertangkap oleh sepasang telinga laki-laki tua ini. Dia masih diam saja, entah sampai kapan.

Melihat gelagat kedua orang di dalam ruangan di atasnya, AJ segera memberikan
pengumuman khusus untuk ruang tersebut.

"Mr. Simmons, Anda telah kedatangan seorang tamu. Maafkan kami, yang hingga kini, masih belum dapat menemukan kata-kata yang tepat untukmu."

Kepala Landon mulai bergerak -- tersadar dari bacaan yang dihadapi. Gumaman tak jelas diucapkan mulutnya, sebelum berujar seakan kepada diri sendiri, "Masih bisa bicara juga mereka. Kukira sudah mati suri."

Kemudian, dia beranjak dari duduknya, dan berbalik.

Mereka saling berpandangan dalam diam. Saling mengamati dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sama-sama merasakan kecanggungan.

Cheryl menampakkan ekspresi datar, di balik emosinya yang sudah kita ketahui bersama tadi. Mulutnya hendak mengucapkan sesuatu -- ingin memanggil antara 'ayah', 'paman', 'Anda' atau 'bajingan' -- namun bibirnya hanya terkunci rapat.

Wajah berumur itu mulai menunjukkan reaksi. Kedua pipi yang bergerak-gerak dengan mata yang berkaca-kaca. Lalu, kepalanya mulai menggeleng -- berawal dari gerakan yang lemah dan pelan, akhirnya bergerak kencang.

"Maafkan diriku ini, anakku," terlontarlah sudah kalimat pertama penuh emosi serta makna dari mulut Landon. Diiringi isak tangis yang siap meledak.

Cheryl tak kuasa lagi menahan suasana penuh emosional dari dirinya sendiri maupun dari Landon. Sepasang mata indahnya berkaca-kaca, dan tak mampu lagi membendung luapan airnya.

Sementara di bawah, kelima sosok yang menyaksikan pemandangan mengharukan tersebut ikut larut dalam emosi. AJ dan semua agen ERBI rekanannya tanpa terkecuali mengusap-usap daerah sekitar mata mereka. Kecuali Chester yang memutuskan untuk pergi ke toilet sebentar saja. Tanpa memandang orang-orang yang diajaknya bicara, mulutnya memohon pamit.

Kedua orang yang terikat dalam keluarga Cherlone ini sudah saling berpelukan. Mereka pasangan ayah-anak sekaligus paman-keponakan. Landon Simmons dengan Cheryl Cherlone.

******

Apa saja hasil yg Cheryl dapat dari pertemuannya dengan Landon Simmons?
Nantikan chapter berikutnya.
Jangan lupa tinggalkan vomment jika memang berkesan.
(Astardi)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro