The Musk Angel || 05 - Who Is She?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selamat menikmati!

***

"Senang melihatmu bertambah seksi, Sayang...."

Angel terperanjat kaget kala suara bariton itu terdengar. Ia tidak tau bagaimana caranya pria brengsek pemilik suara —yang menurutnya menjijikkan– bisa masuk dengan lancang ke apartemen tersembunyinya ini. Sialan!

"Sudah bertahun-tahun kau bersembunyi, apa kau tidak berniat kembali ke California, babe?"

"Don't call me like that, Asshole! I'm not your babe!" sembur Angel di ambang pintu, enggan melangkah masuk lebih dalam.

"Tapi aku ayah dari anakmu. Remember?" Seringaian sok mengintimidasi kembali terbit di wajah pria itu seperti biasa. Jika dulu seringaian itu berhasil membuat Angel takut, tidak lagi sekarang.

"Kau ini bicara apa? Anak yang mana? I'm a model now. Mana mungkin aku punya anak di saat karirku sedang melambung dengan kontrak kerja di mana-mana."

"Yap...." Pria berkemeja putih tersebut berjalan mendekati Angel, membuat yang dihampiri tanpa sadar mundur beberapa langkah dari depan pintu. "Kau memang model sekarang. Model cantik dengan tubuh yang bertambah seksi." Mata pria itu menelaah setiap jengkal dari bagian tubuh Angel dengan tatapan 'lapar' yang dibuat-buat. "Apa segitunya kau menghindari aku sampai-sampai kau harus berganti nama menjadi Angel?" Matanya kini sudah berpindah menghujam manik chest brown di depannya.

"Hei...." Faustin menangkup wajah Angel. "Dengar, terserah kau mau menjadi apapun. Tapi bagiku kau tetap Adena, bocah kecil mainan nikmat di ranjangku."

"Kau ini bicara apa?!" ketus Angel mendengkus.

"Sudahlah, jangan malu-malu begitu, Sayang...." godanya terdengar makin menjijikkan di telinga Angel. "Sekarang cepat katakan, di mana kau letakkan hasil cinta kita, babe?"

Angel menghela napas malas. "Aku baru tau jika menjadi pria cabul juga bisa membuat otak seseorang rusak sebelum usia senjanya."

Pria bernama Faustin dengan perawakan tinggi menjulang itu membelai tulang pipi Angel, membuat yang dibelai refleks memejamkan mata. Jantung Angel pun mendadak berlarian di atas angka normal karenanya. Belum lagi kepalanya yang tiba-tiba terasa berat. "Jangan sekarang! Tolong, jangan sekarang!" teriak sisi lainnya memohon.

"Kau kira aku bodoh?!" bentak Faustin meninggalkan jejak tamparan di tulang pipi yang ia belai tadi. Mengejutkan sekaligus menyadarkan Angel jika ia harus bertahan lebih lama untuk melawan. "Setelah kecelakaan itu, kau sengaja pindah ke Paris, 'kan!? Kau sengaja menghilang dan muncul dengan nama panggung yang sekarang."

Mata Faustin mendelik garang, pertanda ia sudah mulai naik pitam. Tidak ada lagi cara baik-baik yang harus dipakai. Sudah cukup semua kebaikannya selama enam tahun belakangan ini! Sialnya, wanita di hadapannya tak bergeming sedikitpun. Ia justru memasang mimik muka confidence-nya seraya melipat tangan di depan dada. Lengkap dengan bibir yang meyungging senyum simpul meremehkan.

"Kau!!!" Faustin mencengkeram kedua sisi lengan Angel kuat. "Jawab pertanyaanku dan jangan tatap aku dengan tatapan seperti itu!"

Angel terkekeh jijik. "Memangnya kenapa kalau aku menatapmu begini, hah? Kau tidak suka, hm?" Ia menajamkan bola matanya, berusaha lebih mengintimidasi orang yang menjadi lawan bicaranya. "Kau tidak bisa seenaknya terhadap aku lagi! Pergi dari sini atau aku akan lapor security!!!" bengis Angel dengan jari telunjuk yang menunjuk ke arah lift.

"Silakan laporkan aku. Percuma, Sayang...." Faustin menyeringai menang. "Mereka tidak akan berani mengusirku, gedung ini atas nama kepemilikan keluargaku."

Faustin berharap dengan fakta barusan Angel terkejut atau sekadar resah, nyatanya ia tak gentar sama sekali. Ia tidak terlihat terkejut, kaget, syok atau sejenisnya. Hal ini membuat Faustin semakin disulut api emosi.

"DI MANA KAU LETAKKAN ANAKKU, HAH?!" bentak Faustin lantang pada akhirnya. Ia sudah tak tahan lagi. Wanita ini benar-benar membuat kesabarannya menipis dan habis.

"KATAKAN!!! DI MANA KAU LETAKKAN ANAKKU, BITCH?!!!" Tangan Faustin mencekik leher Angel dengan cepat dan kuat. Ia mendorong tubuh wanita itu ke dinding pintu apartemen. Membuat punggung Angel pun membentur dinding keramik dengan kasar.

***

Entah apa yang ia pikirkan saat ibunya meminta bantuannya di agency modeling milik sang ibu. Hansel memang suka datang ke acara-acara fashion. Ia juga suka menjadi pengamat dunia mode yang terus berkembang pesat. Yang ia tidak suka adalah berbaur bersama banyak orang dengan latar belakang hidup yang berbeda-beda. Terlebih pergaulan di dunia hiburan seperti modeling bukan sesuatu yang ia sukai. Di sana terlalu bebas. Dan gaya hidup bebas bukan hidupnya. Ia selalu memiliki aturan untuk setiap hal.

"Bonne nuit, Monsieur, (Selamat malam, Tuan)," sapa seorang penjaga di lantai apartemennya dengan keramah-tamahan seperti biasa.

Seperti biasa juga, Hansel yang tak banyak bicara hanya mengangguk sopan sembari melempar senyum kecil.

"Kau sepertinya lelah sekali hari ini, Tuan Giraudeau," katanya berbasa-basi. Menunda ayunan langkah kaki Hansel.

"Setiap hari memang melelahkan jika dilalui dengan aktivitas yang padat," sahut Hansel datar. "Tapi setelah menginjakkan kaki ke gedung ini, lelahku perlahan menguap seperti yang sudah-sudah, Ndre. Rumah adalah tempat terbaik untuk rehat, bukan?"

Sandre sang penjaga keamanan pun mengangguk. Ia sudah hafal sekali tabiat pria berkacamata ini. Hansel Abercio Giraudeau, pria dewasa yang tidak suka banyak bicara, tapi sekalinya berbicara omongannya banyak, panjang dan berisi.

"Kalau begitu, selamat beristirahat, Tuan," seru Sandre kembali diangguki oleh Hansel yang kini sudah melangkah menjauh.

Membantu sang ibu di agency modelnya adalah aktivitas yang baru bagi Hansel, selama ini ia berprofesi hanya sebagai dosen di salah satu universitas masak-memasak sambil sesekali aktif di komunitas rumah buku— yang mana memang Hansel sendirilah sebagai founder-nya. Bagi sebagian orang mungkin terdengar tidak gentleman menjadi juru masak di kalangan pria. Tapi bagi Hansel, ia menemukan hidup baru dengan berbagai peralatan dan bahan-bahan yang ada di dapur. Ia bisa mengeksplorasi semua bahan sesukanya lalu menciptakan cita rasa sendiri. Tidak bergantung pada cita rasa orang yang sudah-sudah.

Bertahun-tahun menjalani profesi sebagai dosen dan founder rumah baca, Hansel rasa hidupnya baik-baik saja. Namun sial, sejak dirinya menyetujui untuk membantu sang ibu, hidupnya seperti sedang diputar-putar dalam arena roller coaster. Ia harus menjadi manusia yang lebih ekspresif, lebih permisif dan mau tidak mau pun ia juga harus mengenal pergaulan dengan sesama manusia, bukan semata-mata lembaran buku tebal yang selama ini menjadi teman sejatinya.

Ini sulit. Tapi selama hampir empat bulan belakangan, Hansel perlahan mulai terbiasa. Seperti mengunjungi kelab malam hanya untuk bertemu partner baru atau sekadar duduk-duduk bersama lingkungan baru— dan dengan percaya dirinya Hansel selalu memesan kopi sebagai teman di kelabnya– agar bisa lebih berbaur.

"Kau tau...." Telinganya samar-samar mendengar suara seseorang yang tidak asing. "Kau tidak akan pernah mendapatkan apapun dariku! Apalagi anak yang kau katakan barusan! Aw...," jerit suara itu seperti menahan sakit.

"KAU AKAN BERIKAN APA YANG AKU MAU!!! KAU BUKAN ANGELINCA, KAU TETAP ADENAKU!!!" bentak sebuah suara bariton yang menggema di lorong lantai 30. Hansel tak mengenal suara ini.

Sejujurnya Hansel tidak mau penasaran juga tidak mau ambil peduli akan siapa yang sedang berinteraksi itu. Bodoh, entah kenapa langkah kakinya justru mendadak memelan. Berbanding terbalik sekali dengan keinginan hatinya yang ingin melangkah besar agar cepat sampai ke depan pintu apartemen. Ia berjalan seperti seorang maling yang takut ketahuan. Tidak mengendap-endap sebenarnya, tapi benar-benar selangkah demi selangkah agar tidak ada yang tau jika dirinya mendekat.

"KATAKAN PADAKU SEKARANG!!!" Suara berat itu kembali membentak dan semakin dekat. Ia terdengar seperti tengah geram sekali. "Atau aku akan membocorkan semua rahasiamu ke pada publik, hm?" ancamnya menarik telinga Hansel untuk menajamkan pendengaran.

Apa yang pria ini maksud adalah Angelinca yang sama dengan yang aku kenal? tanyanya mulai menduga-duga dalam hati. "Atau ini Angelinca lain yang juga punya rahasia dari publik?"

Dalam langkah yang semakin dekat dengan sumber suara juga pintu apartemennya, Hansel sudah berulangkali menggeleng agar tidak peduli. Sial, semua semakin sulit ketika suara dari pria yang tadi membentak sang wanita menyebutkan marga Hilton dari mulutnya. Apa ada Angelinca Hilton yang lain? Lalu siapa sebenarnya Adena yang dimaksud?!

***

Voila!!!

Setelah seribu purnama, akhirnya cerita ini kembali muncul menggemparkan perpustakaan saya sendiri /plak wkwkkk

Pertanggal 5 Agustus ini aku usahakan untuk update setiap hari, ya. Ada target yang mengejar soalnya hihii

AH, IYA. TETAP DONGS, JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK MANJA NAN NYATANYA YA TEMANS ❤💞💣👻

NBd17, Pekanbaru - Riau.
Minggu, 05 Agustus 2018.
Dari aku, yang masa liburannya segera berakhir.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro