BAB 3: Inddy

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

...Berita utama hari ini. Telah ditemukan mayat berjenis kelamin laki-laki di bawah sebuah jembatan layang, daerah Jakarta Selatan. Mayat ditemukan oleh seorang pemulung yang sedang mencari botol bekas. Korban ditemukan di dalam kantong sampah dengan keadaan seluruh tubuh korban penuh sayatan. Saat ini mayat korban telah dibawah ke rumah sakit untuk di otopsi. Diduga korban adalah seorang YouTubers terkenal dengan inisial D.A. yang telah dilaporkan menghilang sejak satu Minggu yang lalu oleh...

"D.A? Daffa Anggara?" Tanya Sasa yang sedari tadi berada didepan TV menonton berita.

Aku, Andrew, dan Sani yang sejak tadi sibuk  membaca komentar penonton di ruang tengah, kini telah berpindah duduk disamping Sasa dan ikut menonton berita itu dengan tenang. Sebagai calon seorang jurnalistik yang baik, Sasa suka membaca banyak buku dan menonton berita.

"Daffa memang telah dilaporkan hilang dari 1 minggu yang lalu," ucap Sani.

"Itu Daffa. Astaga." Aku menutup mulutku kaget dengan berita yang baru saja aku dengar. Walaupun aku tidak berteman dekat dengan Daffa, tapi aku mengenalnya. Aku pernah menjadi bintang tamu di channel YouTubenya beberapa bulan yang lalu. Daffa orang  yang cukup ramah, baik hati, kreatif, dan pintar, itulah sebabnya Channel YouTube-nya memiliki banyak peminat.

"Itu kasus pembunuhan," ucap Andrew.

Aku mengangguk. Benar sekali. Tubuh Daffa ditemukan didalam kantong sampah. Jika bukan pembunuhan apa lagi?

"Siapa yang tega melakukan semua itu?" Ucap Sasa masih fokus menatap layar LED didepannya. 

"Haruskah?" Tanya ku.

Ke tiga teman ku langsung menatap ku penuh pertanyaan, lalu ketiganya menggelengkan kepala. Andrew yang sedari tadi berdiri dibelakang kami semua kini kembali ke ruang tamu dan sibuk dengan kameranya. Sementara Sani langsung sibuk merapikan tempat make-upnya. Sedangkan Sasa tetap fokus dengan berita didepannya yang kini telah berganti ke berita politik.

"Ayolah. Menyelidiki itu menyenangkan," bujuk ku. 

Kejadian waktu itu masih membuat trauma mereka bertiga. Aku pun masih trauma atas kejadian tersebut, namun, rasa ingin untuk menyelidiki kasus tersebut lebih besar dari trauma itu. Lagian kejadian itu sudah terjadi satu tahun yang lalu.

"Jika kalian tidak mau bergabung dalam kasus ini maka, aku akan bergerak sendiri," tegasku. Aku memangku tangan memperhatikan ketiga temanku satu-persatu menunggu reaksi mereka atas keputusan ku yang baru saja aku lontarkan.  "Kalian serius tidak mau ikut bergabung?" Tanyaku ketika mereka masih saja sibuk dengan urusannya masing-masing.

"CK! Baiklah," kesal Sasa mematikan tv dan mengambil tasnya di atas meja. "Ayo kita ke TKP."

"SASA!" bentak Andrew dan Sani bersamaan.

Sasa memasang raut datar andalannya "aku butuh belajar untuk menyelidiki TKP. Saat aku menjadi seorang reporter nanti, aku akan menjadi reporter yang selalu menyajikan berita utama."

"Egois," sindir Sani.

"Ikut atau tidak? Aku dan Sasa perlu ke TKP sekarang," tanyaku.

"Baiklah." Andrew memasukkan kameranya ke dalam tas hitam disampingnya diikuti oleh Sani yang merapikan alat-alat make-upnya.

"Emm, bagaimana kalau Sasa dan Sani ke rumah Daffa sedangkan aku dan Inddy ke TKP?" usul Andrew yang sekarang telah berdiri disamping ku.

"Kenapa begitu? Mau berduaan sama Inddy ya, Drew?" Goda Sani.

Entah apa yang ada di dalam otak Sani sehingga melontarkan tuduhan aneh itu. Sungguh tidak mungkin Andrew suka sama aku. Dia memang suka tapi hanya sebatas penggemar. Andrew pernah memberitahuku kalau dia tidak akan suka ke aku lebih dari seorang penggemar.

"Bukan saatnya, Sani," Sani terlihat  kesal mendengar teguran yang diberikan kakaknya. "Aku setuju dengan saran Andrew. Kebetulan Sani mengenal asisten Daffa" lanjut Sasa.

"Baiklah. Kita ketemu disini sebelum waktu makan malam," ucapku lalu satu per satu kami semua keluar dari studio dan pergi untuk menjalankan tugas masing-masing.

....

Setelah 30 menit perjalanan, akhirnya kami sampai di TKP yang merupakan kolong jembatan layang yang dipenuhi oleh sampah. Andrew memberi ku masker dan sarung tangan latex sebelum keluar dari mobil.

TKP saat ini sepi dan hanya terdapat garis polisi yang melingkari area tersebut. Aku menerobos garis polisi tersebut diikuti oleh Andrew. Andrew langsung mengambil beberapa foto, sedangkan aku menyelidiki lokasi sekitar. Aku mengamati seluruh area yang dilingkari oleh garis polisi, mengobrak-abrik sampah-sampah yang notabenenya adalah sampah plastik.

"Sepertinya semua barang bukti sudah dibawah oleh pihak kepolisian," ucap Andrew melepaskan sarung tangan latex berwarna yang ia kenakan.

Aku tetap fokus mencari di sekitar tempat korban ditemukan namun hasilnya nihil.
"Sepertinya lokasi pembunuhan bukan disini. Disini hanyalah tempat pelaku membuang korban," jelasku.

"Sudah pasti. Dia tidak akan memasukan korban ke dalam plastik sampah jika dia membunuh korban disini," ucap Andrew.

Aku mengangguk setuju dan membuka sarung tangan latex itu. "Bagaimana jika lokasi pembunuhannya tidak jauh dari sini?  Aku rasa kita perlu menyelidiki daerah sekitar sini. Cctv adalah target utama kita," saranku sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tas ku.

"Mau menelpon iptu Ezra?" tanya Andrew yang ternyata memperhatikan ku yang sedang mengotak-atik hp. Aku tersenyum ke arahnya lalu mengangguk.

Iptu Ezra adalah orang kepercayaan ku di kantor Bareskrim polri. Aku mengenalnya ketika aku menyelesaikan satu kasus tahun lalu. Kasus yang membuatku dan orang-orang sekitar ku trauma.

"Halo, selamat siang kak Ezra," sapa ku ramah. Aku melirik ke arah Andrew yang terlihat kesal sambil memotret area sekitar.
"Apa kabar, kak?" Basa-basi ku.

"Kabar baik,Inddy. Tumben kamu telpon aku. Oh iya, hampir saja lupa. Ada kasus baru yang pastinya akan membuat mu tertarik dan sekarang kamu ingin menanyakan sesuatu kepada ku tentang kasus itu betul Inddy?"

Iptu Ezra memang yang paling terbaik. Itulah kenapa aku bisa menjalin relasi dengannya di antara banyak polisi yang terang-terangan menjadi fansku dan mau membantu ku. "Benar sekali, kak. Aku ingin tahu apakah hasil otopsinya sudah keluar?"

"Hasilnya belum keluar Inddy. Mungkin akan keluar besok atau lusa. Jika otopsinya telah keluar aku akan mengabari kamu."

"Lalu, bagaimana dengan barang bukti kak?"

"Kalau itu rahasia kepolisian. Barter ya, nddy. Jika ada hal yang kamu temukan kabari aku." Sudah menjadi kebiasaan diantara aku dan Iptu Ezra. Kita bekerja sama dengan baik dan juga saling menguntungkan.

"Emmm. Baiklah, kak." Aku mengakhiri panggilan singkat itu.

"Sudah kakak-kakakaanya?" Tanya Andrew keluar dari area garis polisi.

"Kamu kenapa, ndrew?" Bingung ku. Mimik wajah Andrew terlihat kesal tidak seperti sebelumnya.

"Sasa dan Sani menemukan barang bukti di rumah Daffa. Mereka minta ketemu di studio sekarang," ucap Andrew lalu masuk ke dalam mobil.

"Serius?"

"Iya. Kakak-kakakaan kamu itu tidak akan membantu banyak dan aku tidak mau barter ya. Gara-gara barter itu kamu hampir celaka!"

"Tenang saja. Kali ini tidak akan terjadi lagi," aku menatap Andrew yang masih setia dengan raut kesalnya.

"Aku tidak akan tenang sampai kamu berhenti mengurusi kasus-kasus seperti ini yang seharusnya menjadi tugas polisi." Andrew menatapku tajam membuat ku sedikit kikuk dan merasa bersalah.

"Ini kan juga demi konten kita, ndrew."

"Kita bisa membahas kasus lain yang sudah dipecahkan. Atau hal-hal horor dan penuh misteri lainnya."

"Tapi penonton kita tidak akan naik."

"Yang penting kamu aman 'kan."

"Emmm. Kita bahas ini di studio saja. Aku harus melihat barang bukti itu."

To Be Continue...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro