Bab 8. Hardy. L. Dante

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Sayang, maaf karena aku hanya bisa membawakanmu selimut, roti, dan minuman setiap kali ini terjadi padamu. Aku berjanji akan segera membawamu pergi saat aku memiliki kesempatan.”

Sayang? Ivana langsung terpikirkan satu orang yang mungkin saja memanggil Liliya sayang. Benar! Tentu saja itu kekasih Liliya atau biasa dikenal sebagai Hardy L. Dante di masa depan.

“Hardy,” panggil Ivana untuk memastikan apakah benar yang sedang dia hadapi ini adalah kekasih Liliya. Karena jika benar, maka raga yang sedang dihuni oleh jiwanya ini akan mati di tangan lelaki di depan Ivana.

“Hardy? Liliya, sejak kapan kamu memanggilku Hardy? Kenapa tidak memanggil Leighton seperti biasa?” tanya Leighton yang sebenarnya agak bingung dengan sikap Liliya hari ini karena biasanya ketika Leighton menemukan Liliya terkurung, perempuan itu pasti sedang menangis ketakutan serta kedinginan. Akan tetapi, hari ini sang kekasih hanya memandangi Leighton dengan tatapan penuh tanda tanya.

Ivana segera melebarkan matanya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Leighton. “Ah, iya. Aku kedinginan dan tidak fokus,” ucap Ivana buru-buru dengan segala kepanikannya. Bukan panik karena salah menyebutkan nama panggilan. Akan tetapi, Ivana panik karena memang benar bahwa lelaki di depannya adalah orang yang (akan) membunuh Liliya.

Maka dengan kata lain, jika Ivana masih berada di dalam raga Liliya sampai tiba hari di mana Leighton membunuh Liliya, Ivana lah yang akan kena imbasnya. Meskipun untuk itu masih ada dua kemungkinan. Jika raga Liliya dibunuh, antara jiwa Ivana akan kembali ke masa depan atau jiwa Ivana akan ikut mati bersama raga Liliya.

Tentu saja Ivana yang masih memiliki  kehidupan di masa depan, tepatnya kehidupan bahagia yang menanti di masa depan. Tidak akan mau jika sampai dirinya mati karena ikut raga Liliya terbunuh. Ivana tidak bisa membayangkan bahwa Vale tidak akan bisa bertemu dirinya lagi. Tidak, tidak, bahkan itu tidak boleh sampai terbayangkan, apa lagi sampai terjadi.

“Liliya? Kenapa diam saja?” tanya Leighton karena tiba-tiba saja Liliya hanya diam melamun.

Panggilan dari Leighton itu berhasil mengembalikan kesadaran Ivana. “Ah? Hah? Iya, maaf. Aku terlalu kedinginan. A … apa kamu tidak kedinginan … Leighton?” tanya Ivana agar bisa mencari alasan untuk membuat Leighton segera pergi. Jangan sampai malam ini menjadi malam terakhir Ivana.

Leighton menggelengkan kepala sembari tersenyum. “Aku tidak akan kedinginan jika demi mengantarkan selimut kepadamu, Liliya.” Setelah itu, Leighton mengulurkan tangannya ke dalam melalui celah-celah jeruji yang membatasi jendela.

Awalnya, tubuh Ivana sempat secara spontan sedikit menjauh. Akan tetapi, ternyata Leighton hanya ingin memakaikan selimut ke pundak Liliya. “Pakai selimutnya dengan benar agar tidak kedinginan. Jangan sampai sakit, Liliya,” ucap Leighton dengan sangat lembut. Ditambah lagi, setelah itu Leighton mengusap puncak kepala Liliya.

Ivana nyaris saja tersipu malu saat menerima perlakuan seperti itu dari Leighton. Bagaimana bisa lelaki yang sesayang ini pada kekasihnya tetapi berakhir membunuh sang kekasih itu sendiri? Rasanya tidak masuk akal bagi Ivana. Apakah ada sesuatu yang tidak dilengkapi di dalam sejarah yang tertulis?

“Liliya?” panggil Leighton karena sekali lagi sang kekasih hanya terdiam sembari melamun. “Kamu memikirkan apa? Tatapanmu sangat aneh sejak tadi, Sayang.”

Ivana segera menggelengkan kepala sembari tersenyum canggung. “Tidak, tidak ada. Aku hanya kedinginan, Leighton,” ucap Ivana mencari alasan.

“Oh, begitu? Kalau begitu jendelanya ditutup saja agar anginnya tidak masuk. Aku akan menemanimu dari luar sini. Tuan Floyd pasti baru akan membuka pintu besok pagi saat matahari sudah bersinar terang.”

Kemudian sebelum Ivana sempat menjawab apa pun, Leighton kembali mengusap kepalanya sekilas lalu menutup jendela begitu saja. "Tidurlah, Liliya. Aku akan berjaga di sini," ucap Leighton tepat setelah jendela tertutup.

Ivana memilih untuk tidak menjawab, tidur pun tidak. Perempuan itu justru duduk di bawah jendela sembari memeluk lututnya sendiri. Ivana masih tidak bisa berhenti memikirkan sikap Leighton yang begitu lembut terhadap Liliya. "Bagaimana dia bisa membunuh Liliya jika begitu?" gumam Ivana pada dirinya sendiri.

Sayangnya, tubuh Liliya tidak lebih kuat dari tubuh Ivana. Tubuh Liliya lemah sejak kecil, dia tidak cukup kuat menahan hawa dingin. Pantas saja jika Liliya sampai menangis karena kedinginan. Ivana saja nyaris tidak bisa menahan kesadarannya karena kedinginan. Kemudian, buru-buru Ivana memakan roti yang dibawakan oleh Leighton untuk dapat menambah tenaga dan juga meminum air yang dibawakan oleh Leighton.

"Aku harus segera kembali ke tubuhku sendiri … sialan, ini terlalu dingin. Bisa-bisa aku mati kedinginan sebelum Leighton membunuhku," gumam Ivana sekali lagi dengan suara lemahnya dan mata yang sudah nyaris tidak bisa terbuka lagi.

Sampai kemudian, Ivana menyerah dan membiarkan dirinya tidak sadarkan diri.

***

Krekk. Ceklek. Cahaya matahari masuk melalui celah-celah yang terdapat pada bangunan tempat Ivana dikurung. Perempuan itu pun mulai mendapatkan kehangatannya kembali. Sehingga saat terdengar suara pintu terbuka, Ivana langsung membuka matanya karena terkejut.

Saat dilihat lagi, ternyata seorang perempuan yang sudah sedikit tua dengan pakaian lusuhnya. "Nona Liliya, Tuan George memerintahkan kepada Nona untuk pergi mandi lalu sarapan."

Ivana yang belum sepenuhnya sadar pun hanya bisa menganggukkan kepala. Tubuhnya lemas seperti tidak memiliki tenaga. Kepala Ivana pun pusing untuk sekedar menegakkan tubuh.

Tidak, Ivana tidak akan tahan untuk terus hidup seperti ini kedepannya. Entah kehidupan seperti apa yang dijalani oleh Liliya, yang jelas Ivana tidak mau menjalaninya. Bagaimana pun juga, Ivana harus segera kembali ke raganya sendiri. Jika memang apa yang dijalaninya ini hanyalah mimpi, Ivana berharap dia akan segera terbangun dari mimpi karena hawa dingin semalam terlalu nyata untuk ukuran sebuah mimpi.

Perlahan Ivana berjalan keluar dari bangunan tempatnya dikurung semalaman. Kemudian perempuan itu teringat bahwa semalam seseorang menemaninya. Akan tetapi, saat Ivana melihat ke sekitar. Orang itu sudah tidak ada lagi di tempatnya.

Namun, Ivana juga enggan untuk ambil pusing. Lagi pula lebih baik jika Ivana jauh-jauh dari orang yang akan merenggut nyawa Liliya. Ivana pun segera masuk ke dalam mansion Keluarga Floyd.

Ivana pun mandi terlebih dahulu sebelum sarapan, tetapi terlebih dahulu Ivana melepaskan segala aksesoris yang menempel pada tubuhnya dan meletakkan semua itu di meja depan cermin. Kemudian rasa penasaran muncul saat melihat laci pada meja tersebut. Iseng-iseng Ivana membuka laci itu dan isinya hanyalah sebuah buku bersampul coklat tua.

Dibukanya buku tersebut oleh Ivana. Pada halaman pertama, langsung tertera sebuah kalimat yang terletak pada tengah halaman. "Selesaikan yang perlu diselesaikan."

Untuk sejenak, Ivana merasa sangat familiar dengan kalimat itu. Seolah dia pernah mendengar atau mengetahui kalimat itu baru-baru ini. Ivana terdiam cukup lama di depan cermin untuk memikirkan dari mana dia mengetahui kalimat seperti itu sebelumnya. Lalu saat mendongakkan kepala dan menatap wajah Liliya, Ivana mendadak teringat saat kemarin dia terbangun di dalam raga Liliya.

“Sebelumnya … ,” gumam Ivana. Sekarang dia ingat kapan dirinya mendengar kalimat itu.

“Ivana, kamu harus menyelesaikan apa yang perlu kamu selesaikan.” Ivana mendengar kalimat ini tepat sebelum terbangun kemarin.

_____________

Jangan lupa untuk mendukungku di KaryaKarsa dengan username @mayleailaria. Kalian juga bisa membaca 4 bab lebih cepat di KaryaKarsa.

Oh, iya. Serta jangan lupa untuk mendukung karya teman teman yang lain, ya.

Selamat menikmati♡
—May

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro