08. Someone He Loves.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Senyuman Verona membuat Alaric bergidik. Ia tidak suka. Namun, ia tidak punya kuasa apa-apa untuk bisa melepaskan diri dari jeratan sihir yang kini membelenggu dirinya. Apalagi ketika Verona sudah berkata, "Tenang saja, aku tidak jadi membunuhmu tetapi aku hanya akan mencuci otakmu agar mau menikah denganku."

"Penyihir gila! Licik!" Umpatan Alaric meluncur begitu saja. Ia tidak habis pikir bagaimana bisa penyihir jahat di hadapannya itu begitu terobsesi sampai mau menikah dengannya. Padahal, Alaric cukup yakin jika pertemuan mereka begitu singkat.

Katakanlah memang Verona yang menyelamatkannya saat ia terkepung oleh pasukan kudeta kala itu dan memberikannya pengobatan serta tumpangan tinggal dalam satu hari. Lalu berlanjut pertemuan di hutan yang berujung ke acara pesta teh kecil hingga akhirnya sampai di titik ini. Itu pertemuan singkat yang hanya terjadi dalam sekelebat momen. Alaric tidak mengerti dengan jalan pikiran Verona. Alih-alih merasa marah, Alaric kini justru merasa jijik dengan tingkah penyihir jahat di depannya.

Alaric untuk ke sekian kalinya mengumpat karena Verona sudah melancarkan mantar, membuat tangan wanita itu berwarna merah terang, bentuknya tidak sama seperti tadi melainkan berbentuk seperti benang. Tubuh Alaric seketika bergerak sendiri, ia menjadi telentang dalam keadaan kaku. Posisinya hanya setinggi sampai pinggang Verona. Punggungnya seakan menyentuh sebuah meja atau pembaringan padahal tidak ada apa-apa di sana.

Verona berdiri santai di samping Alaric dan menunduk agar bisa melihat wajah pujaan hatinya. Ia segera menggerakkan benang-benang sihir di tangan dan mengarahkannya ke kepala Alaric. Begitu ujung benang sihir berwarna merah telah memasuki kepala pujaannya, ia tersenyum karena sihirnya sudah bisa dilanjutkan.

Berbeda dengan Alaric, pria itu panik karena tidak mau dicuci otak oleh Verona. Ketika ia telah ditanamkan benang sihir di bagian kepala, rasanya seperti ada sesuatu yang menusuk keningnya. Seperti jarum akupuntur milik tabib, sakit untuk sesaat lalu berdenyut di waktu berikutnya.

Sistem sihir pencuci otak adalah memasukkan benang sihir ke kepala target dan memberikan sugesti agar korban bisa mengikuti sugesti tersebut. Verona lantas memberikan sugestinya dengan berucap, "Kau adalah kekasihku yang sangat mencintaiku hingga kemudian kau meminangku dan menjadikan aku sebagai istrimu."

Benang sihir berwarna merah itu menyala, Alaric tidak dapat berbuat apa-apa karena detik berikutnya mulutnya juga dibungkam dengan paksa. Bibir Alaric mengatup rapat, seperti ada sebuah perekat yang membuat bibirnya terkunci tanpa bisa sedikitpun terbuka. Kepalanya semakin pening ketika suara Verona berputar-putar dalam ingatannya. Telinganya juga mendengar ucapan tersebut berkali-kali padahal Verona hanya berucap satu kali saja. Suara itu lama-lama semakin berdengung, menggema dalam gendang telinga Alaric. Dalam keadaan itu, Alaric bisa melihat benang sihir Verona yang semakin bercahaya. Warna merah dari benang sihir tersebut semakin terang.

"Aku tidak akan pernah mencintaimu, Verona penjahat!" Alaric membatin dalam diamnya.

"Tidak mungkin!" seru Verona terkejut. Mata penyihir itu membulat sempurna setelah melihat benang sihirnya terputus begitu saja. Ia juga tidak bisa memunculkan benang sihir yang baru. Dan setiap kali ia telah berhasil menciptakan sihir itu, warna merah pada benangnya berubah menjadi hitam.

Jangankan Verona, Alaric yang memang sejak awal tidak tahu menahu tentang sihir juga sama bingungnya. Bahkan ketika Verona merapal banyak mantra dan mengucapkan kalimat agar ia mencintainya sekalipun, Alaric sama sekali tidak merasakan apa-apa. Justru, ia semakin merasa jijik dan benci pada penyihir itu saat ini.

"Benang merah untuk mencuci otak pengikatan kasih berubah menjadi hitam. Tidak mungkin. Tidak mungkin aku tidak bisa berjodoh denganmu meski dengan sihir sekalipun. Ini tidak mungkin!" Verona terus mengucapkan seruan itu dengan panik.

Penyihir itu kemudian berpaling dari Alaric, menjambak rambutnya sendiri karena frustasi akibat mantranya yang gagal. Ia juga mengumpat berkali-kali, berteriak-teriak seperti orang gila, dan lalu mengeluarkan mantra-mantra penghancur hingga membuat retak pada dinding bangunan serta terjadi gempa. Amukan amarah Verona tidak berdampak besar karena sihir penghancur yang dirapal adalah sihir kecil sehingga gempa tersebut pun tidak sampai merobohkan bangunan dan hanya menimbulkan sedikit retakan. Durasi gempa tersebut juga hanya beberapa detik sebelum kemudian kembali menjadi normal.

Verona dengan napasnya yang terengah-engah akibat emosi pun kemudian terdiam, otaknya melanglang buana mencoba menerka apa yang salah dengan mantra-mantra yang diucapkannya tadi. Namun, ia ingat betul bahwa semua mantra dan sugestinya juga tidak salah. Ia benar-benar telah menanamkan sugesti di otak Alaric ketika ujung benang sihir merah telah tertancap dan terkoneksi dengan otak lelakinya.

Hanya ada satu hal yang bisa membuat mantra pengikat cinta milik Verona gagal terlaksa padahal semua prosesi sihir sudah dilakukan. Hal itu bisa saja terjadi jika orang yang menjadi target sudah menaruh hati dan pikirannya pada orang lain. Sehingga, ketika si penyihir menanam sugesti untuk mendapatkan cinta dari korban, hal itu tidak akan berlaku sama sekali. Verona terkejut ketika menyadari hal itu lantas berbalik menatap Alaric yang masih terbaring di atas meja sihir tak kasat mata buatannya. Ia mendekat sekali lagi dan menatap ke Alaric dengan tatapan yang penuh amarah.

"Siapa yang kau cintai, Pangeran?" Suara Verona ketika berkata seperti itu begitu tinggi. Melengking hingga telinga Alaric rasanya berdenging. Wanita itu benar-benar marah sekarang. Namun, Verona tak mendapatkan jawaban ketika menyadari bibir Alaric terkatup akibat sihir miliknya sebelumnya. Lantas, ia pun membebaskan Alaric agar bisa berbicara.

"Yang pasti bukan dirimu, dasar penyihir jahat!" Balasan Alaric semakin membuat luka di hati Verona menganga lebar. Fakta bahwa lelaki yang dicintainya justru menyukai orang lain membuat ia benar-benar terluka. Sudah cukup dengan penolakan, mantra pencuci otak juga gagal, sekarang Verona mendapatkan kenyataan bahwa lelakinya mencintai wanita lain pula.

"SIAPA YANG KAU CINTAI ITU, PANGERAN ALARIC?" Pertanyaan bernada tinggi Verona benar-benar mengganggu telinga Alaric. Namun, ia tidak bisa menjawab pertanyaan penyihir tersebut. Alaric takut sekaligus khawatir jika ia menjawab dengan benar maka akan terjadi sesuatu hal yang buruk pada orang yang disukainya.

"Seseorang yang memiliki hati lembut dan baik, seorang gadis anggun dan bukan pemarah sepertimu, seseorang yang lebih memiliki wibawa dan pantas jika suatu saat memegang tahta Ratu." Jawaban Alaric tak membuat emosi Verona reda, justru semakin menggebu-gebu.

"HAHAHA!" Verona tertawa terbahak-bahak sebagai bentuk pelampiasan. Ia kemudian melanjutkan bicara, "Aku hanya perlu membaca isi otakmu dan menemukan siapa yang kau cintai. Dengan begitu aku akan bunuh wanita pujaanmu itu, Alaric!"

"Sialan! Jangan berani menyentuhnya atau ...." Alaric tidak melanjutkan ucapannya karena ia tidak tahu ancaman macam apa yang bisa ia berikan terhadap wanita yang jelas-jelas adalah penyihir serta memiliki kemampuan di luar nalar manusia.

Verona sekali lagi tertawa terbahak-bahak. Ia merasa kasihan karena kelemahan dan ketidaksanggupan Alaric untuk melawannya. Daripada terus mendengarkan ucapan Alaric yang menyakitkan bagi hatinya, Verona lantas kembali membungkam mulut Alaric secara paksa menggunakan sihirnya. Hanya dalam sekali jentikan jari, mulut Alaric kembali tertutup seperti tadi ketika Verona hendak mencuci otaknya.

Kemudian, Verona kembali bergerak. Kali ini ia merapalkan mantra pembaca pikiran. Usai merapal dan membuat tangan kanannya bercahaya, ia menyentuh kening Alaric untuk melihat siapakah wanita yang dicintai oleh lelaki pujaannya.

"Allea Gailarda, Putri Mahkota Kerajaan Mandevilla. Jadi wanita polos itu yang kau cintai, Alaric?" Pertanyaan Verona tidak perlu dijawab. Alaric yang terbujur kaku akibat mantra sihir hanya bisa diam tanpa bisa melakukan apa-apa. Verona kemudian lanjut berkata, "Akan kutinggal pergi untuk menaruh hukuman pada Kerajaan Mandevilla yang telah membuatmu jadi begini. Kali ini, kau tidak akan bisa kabur seperti sebelumnya."

Usai berkata hal seperti itu, Verona pergi hanya dalam hitungan detik saja. Ia melesat seperti angin. Bahkan Alaric tidak bisa melihat Verona karena matanya tak bisa menangkap kecepatan sang penyihir dalam kepergiannya. Dalam hati Alaric hanya bisa berharap setinggi-tingginya, semoga Putri Allea dan Kerajaan Mandevilla tidak dalam bahaya. Sudah cukup Kerajaan Adenium menjadi korban. Ia tidak tahu harus menebus dengan cara apa lagi jika Kerajaan Mandevilla sampai ikut menjadi korban berikutnya.

.
.
.

🌹🌹🌹

Bersambung ~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro