I : A Dream

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cuaca hari ini begitu buruk. Hampir sejam hujan jatuh membasahi bumi. Berita yang tidak menyenangkan, mengingat gadis itu harus segera mengikuti pelatihan seperti biasanya. Eratnya pada jaket jeans pun yang memeluk tubuh, tetap tidak berfungsi untuk memberikan kehangatan. Terlebih, gadis itu tengah menanti transportasi umum yang biasanya ia kenakan untuk bepergian di halte bus.

Sekiranya terdapat empat orang yang tengah menanti bus untuk ke rute selanjutnya. Menurut perkiraan website yang memberikan informasi seputaran rute transportasi umum, tidak akan lama lagi. Sekitar lima menit.

"Beruntung aku masih mengenakan pakaian sebelumnya. Bisa menyusahkan jika aku benar-benar menggantinya dengan pakaian balet yang super ketat," ucap gadis itu. Pemikiran hal tersebut sempat membuatnya pening sesaat berada di kampus. Hanya saja, ia urung lakukan karena tidak memiliki waktu lebih banyak. Takut akan ketinggalan bus, tetapi nyatanya bus mengulur waktu dan hujan turun bebas begitu saja.

Ia mendesah. Sembari mencari kehangatan untuk tubuhnya. Membiarkan jemari lentik itu menyibakkan rambut sehat berwarna hitam ke samping telinga. Ia langsung saja berpikir, memiliki kesibukan antara latihan balet untuk kompetisi mendatang dengan kegiatan kampus yang super padat di pertengahan semester membuatnya lelah. Belum lagi, ia harus membantu sang ibu yang menyibukkan diri dengan toko kuenya.

Namun, pemikiran itu harus tersentak akan kedatangan bus yang ia nantikan sejak tadi. Bergegas masuk ke dalam setelah dirinya menempelkan kartu untuk membayar setiap menggunakan transportasi yang ada di Tora. Lalu memilih tempat yang tidak jauh dari jangkauan pintu--di dekat jendela lalu merebahkan kepala di bantalan kursi sembari memasukkan kartu tadi ke dalam dompet.

Senyum kecil seketika tampil di wajahnya cantiknya kala sejenak memilih untuk mengamati sebuah kartu. Swan. Nama indah yang dilihat mata bulatnya dengan bulu mata melentik itu di kartu identitasnya.

Nama pemberian ibunya. Swan berarti angsa. Memiliki simbol kesetiakawanan, kesetiaan dan cinta sejati. Kata ibunya, ia memberikan nama itu karena sang ibu yang sering melihat angsa saat hamil di dekat danau yang ada di perkebunan--angsa tersebut menyatukan kepala dengan pasangannya dan membentuk gambar hati. Beruntung, yang lahir bukanlah seekor angsa atas kekaguman dari ibunya, tetapi yang lahir adalah gadis cantik dengan kulit pucat yang dipandang membuat mata mendamba. Memiliki pahatan hidung mancung dengan bibir tipis berwarna merah muda alami membuatnya tidak bosan untuk terus dipandang.

Jika terus mengingat asal usul namanya, Swan terkadang meringis--masih terasa aneh saja soal nama pemberian ibunya. Namun, ia mencoba untuk mengabaikannya. Kini ia pun lantas mengenakan headphone untuk mendengarkan musik menenangkan hati. Sedikit bersenandung sembari memejamkan mata.

Namun, tidak berlangsung lama, Swan merasakan laju bus yang berhenti dengan tujuan yang dipilihnya. Alhasil, halte dengan rute tersebut--tidak jauh dari area pelatihan--tiga bangunan dari halte bus, kini berada di depan mata. Swan melangkah dengan cepat. Berusaha agar tidak terkena hujan. Mengingat ia tidak membawa payung. Masih menggunakan headphone miliknya dan menjadi telapak tangan sebagai payung sederhana.

Purple Ballet Center. Bangunan bercat putih dengan gaya arsitektur ala Eropa kini menjadi tempat Swan berlindung dari derasnya air hujan yang turun membasahi bumi. "Sial sekali! Aku sepertinya harus mengecek cuaca di aplikasi. Berjaga untuk membawa payung atau mantel," ucapnya mendengus sebal.

Swan tidak langsung masuk. Ia terlebih dahulu mengeringkan sedikit tubuh yang basah. Sebelum akhirnya, bergegas ke dalam tetapi langkahnya harus terhenti akan kehadiran sosok gadis berambut sebahu-tersenyum begitu lebar ke arahnya yang berada di bawah payung setelah keluar dari dalam mobil hitam.

"Swan! Aku tadi mencarimu di kampus, kukira kau tidak akan ke tempat pelatihan," ucap gadis itu dengan manis. Swan tersenyum tipis mendengarnya.

Dia adalah Qia Alestha. Salah satu teman yang begitu dekat dengan dirinya. Mereka berkenalan saat awal berada di program studi yang sama-seni tari. Bahkan, kala keduanya juga sama-sama berada di tempat pelatihan. Qia adalah murid pindahan dari pelatihan balet yang ada di London. Gadis itu memulai karir di Purple Ballet Center saat diterima menjadi mahasiswa di Perigi National Tora. Berbeda dengan Swan yang telah memulai karirnya di sana saat berusia enam tahun.

"Aku tadinya memiliki urusan, Putri-"

"Apa ini? Mengejek lagi, ya? Kita sudah berteman cukup lama. Tidak perlu memanggilku Putri. Qia, itu lebih baik," ucap Qia yang menghentikan Swan berujar. Swan bisa saja, tetapi agak terasa aneh saja. Ia takut dalam masalah jika memanggil Qia tanpa embel 'Putri'. Walaupun mereka berteman lama, Swan menghormati Qia yang memiliki gelar bangsawan karena Qia adalah cucu dari adik Raja ke-VIII.

Hanya saja, Qia tidak akan mengerti. Gadis yang sebaya dengannya itu pasti akan memarahinya dan terus berujar tanpa henti-akan menjengkelkan jika Swan tidak kembali menurut saja. "Iya, aku minta maaf, Qia."

Qia pun langsung kembali ceria. Payung yang tadi berada di bawahnya kini berada genggaman Qia--ia menggulung payung itu lalu menaruhnya di tempat yang disediakan.

"Itu lebih baik." Sembari mendekat ke arah Swan yang masih pada posisinya. Lalu, Qia menarik pergelangan tangan Swan begitu saja-menuntun untuk segera masuk ke dalam. "Ayo, Swan! Nanti kita akan terlambat. Akan menjengkelkan jika Miss Chu mengeluarkan ceramahnya."

Swan tentu tidak terkejut lagi dengan tingkah laku Qia yang begitu cerewet, aktif dan ceria. Lucunya, ia tidak merasa keberatan. Jujur saja, Qia memberikan warna dalam hidupnya yang suram. Lantas, mengingat Miss Chu, Swan juga enggan mendengar ceramah wanita yang menjadi pelatih mereka itu di setiap hari senin dan rabu--dikarenakan hanya mereka terlambat atau melakukan kesalahan sedikit saja, Miss Chu akan berujar panjang lebar. Bahkan, Miss Chu tidak segan memberikan hukuman.

Keduanya pun melangkah hingga berada di ruang ganti dan fokus pada kesibukan masing-masing untuk berganti kostum. Swan masuk di salah satu ruangan yang tersedia dan segera mengenakan leotard--kostum balet yang memiliki bentuk seperti pakaian renang-menutup dari bagian atas yang menyambung sampai pantat, tetapi terbuka dari paha ke bawah yang dipadukan dengan rok tutu--berfungsi menutupi bagian pantat yang hanya menggunakan leotard. Lalu Swan mengenakan stoking yang disusul memakai pointe shoes. Tidak lupa Swan mencepol rambut panjangnya agar tidak gerah dan pada dasarnya sesuai dengan ketentuan yang ada.

Swan melihat dirinya dari cermin yang berukuran hampir sama dengan tubuhnya. Senyum tipis muncul setelah lama melihat ia yang tumbuh berkembang hingga sekarang. Jika saja ponselnya tidak bergetar--menandakan pesan masuk, Swan mungkin akan terus larut akan kekaguman Swan akan dirinya.

Ia meraih ponsel itu. Menemukan pesan dari sang ibu tercinta.

[Ibuku]: Hati-hati di jalan, Sayang. Semangat untuk latihannya. Tetap yakin dengan kemampuanmu. Ibu menyayangimu, Sayang.

Senyum kembali terbit begitu lebar. Walaupun begitu banyak masalah yang datang, semuanya terasa hilang setelah melihat pesan dari sang ibu. Bukan hanya pesan saja, ibunya terus memberikan banyak dukungan dan cinta selama ini. Swan bisa melihat pengorbanan begitu banyak dari sang ibu selama ini.

Swan tentu terharu. Jika bukan karena sang ibu, Swan tidak akan bisa berada di sini dan mengembangkan mimpinya--mengingat kejadian waktu itu yang terus melintas di benak Swan, pada nyatanya hampir merenggut semua kebahagiaan dan mimpi yang dimiliki oleh Swan.

Halo, selamat datang di dunia halu Ju.

Tetap enjoy yah dan ini bakalan update untuk memenuhi #TantanganWritora2023 yang diselenggarakan oleh Storamedia

Jangan lupa berikan dukungan dalam bentuk apapun itu.

Kamu juga bisa temui aku di akun instagram @Juwitaaa_nrp.

Mampir juga di anak-anak gembulku yang lainnya. Bye bye bye♡

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro