IV : Meet

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setiap pagi, Swan akan membantu sang ibu untuk mempersiapkan banyak hal di toko. Mulai membuat kue, membersihkan area toko hingga terkadang ikut andil menjadi kasir. Hal tersebut, dilakukannya untuk mengisi waktu luang yang kosong sebelum berangkat ke kampus atau ke tempat pelatihan seperti biasanya.

Memang, Swan Bakery tentu memiliki tiga pekerja, tetapi Swan suka saja jika ikut terlibat dalam usaha ibunya yang sudah dikenal banyak orang. Bahkan, para keluarga bangsawan memilih memesan kue di tempat ibunya. Tidak ayal, resep sang ibu memang luar biasa--Swan mengakuinya.

Perlahan, Swan menyimpan lap kering yang tadi ia gunakan lalu menatap sekitar. "Sudah bersih," ucapnya bangga pada diri sendiri. Diwaktu bersamaan, pintu dapur terbuka. Menampilkan seorang wanita berkacamata bulat dengan potongan rambut bob, membawa nampan berisi beberapa roti.

"Enak sekali baunya. Apa roti varian baru, Bibi Aish?" tanya Swan dengan senyum. Lantas, meraih nampan itu. "Sini, biar aku rapikan di dalam lemari kaca."

Wanita itu pun menurut saja. Berakhir meregangkan tubuh kala Swan mengambil alih. "Tepat sekali, Swan. Roti Cutie Ball. Ibu Anye menamainya seperti itu. Roti berukuran seperti bola kasti dengan isian perpaduan krim bluberry dan parutan keju di dalamnya," ucap Bibi Aish lantas menatap Swan begitu lekat.

"Terima kasih, Swan. Aku masuk kembali kalau begitu. Kami sedang sibuk di dalam untuk membuat beberapa pesanan. Swan di sini saja menjaga kasir, ya."

Swan pun mengangguk saja. Berbarengan dengan kepergian Bibi Aish. Berada di bagian kasir, terkadang Swan malah suka ikut andil di dalam dapur. "Tetapi tidak masalah. Besok saja dan aku akan di sini. Menikmati indahnya toko yang dikelilingi kue dan roti sembari membuka forum Perigi National Tora," ucap Swan yang mengambil tempat di bagian kasir. Duduk dengan tenang seraya melakukan aktivitas yang ingin di lakukannya.

Ia sebenarnya bukanlah gadis yang update dan tidak terlalu suka bermain sosial media. Hanya saja, terkadang Swan ingin melihat apa yang dibicarakan oleh banyak orang kala ia tidak memiliki pekerjaan.

InfoBase: Pesta Dansa di Aula Gedung Universe Akan Dilaksanakan Pekan Depan.

InfoBase: Putra Mahkota Diisukan akan Bersanding dengan Putri Mia.

Kemudian, masih banyak lagi soal dua artikel yang isinya hampir sama. Membahas soal Pangeran Mahkota dan Putri Mia. Jika diperhatikan dengan jelas, mereka berdua memang sangat cocok. Walau Swan memahami satu hal, tidak ada cinta di antara mereka. Akan tetapi, Swan tidak peduli. Memang, Putri Mia adalah saudara kandung Putri Qia, tetapi ia sama sekali tidak memiliki hak untuk memberikan komentar.

Hanya saja, Swan menyipitkan mata kala satu artikel mengalihkan perhatiannya. "Ocean Livingston, Mahasiswa Akhir Ilmu Pemerintah Mendapat Tiket Magang di Pemerintahan Pusat," ucapnya sembari memikirkan sesuatu dan langsung mengangguk setelah mengingat satu hal.

"Qia pernah bercerita soal Ocean waktu itu. Pria yang sangat hebat dalam debat soal politik dan menjadi topik hangat bagi para gadis, tetapi aku sama sekali tidak pernah melihatnya. Mereka juga tidak menampilkan foto di sini," ucap Swan heran dengan pembuat artikel itu.

Tidak ingin membuat suasana hatinya buruk karena terus bergulir di laman forum, Swan hendak keluar tetapi ia dikejutkan dengan suara lonceng--tepat akan kehadiran seorang pria tinggi yang mengenakan hoodie hitam, kacamata senada dan masker.

Apakah pria itu kedinginan atau bahkan sakit? Swan berpikir demikian, hingga mereka kini berhadapan. Swan mencoba untuk profesional dalam hal ini.

"Apa ada yang Tuan inginkan?" tanyanya dengan ramah.

Pria asing itu memilih diam. Kemudian, mengedarkan pandangan lalu menunjuk beberapa roti. Roti Cutie Ball juga termasuk dalam daftar yang ditunjuk olehnya. Swan bisa melihat, begitu banyak yang dipesan oleh pria misterius yang tidak diketahui identitasnya.

"Berapa?"

Swan belum menjawab. Ia fokus menekan papan tombol kasir--menyesuaikan dengan harga yang telah tertera di sana. Hanya lima detik, total belanjaan itu kini tampil begitu besar. "Totalnya dua ratus empat puluh utra, Tuan."

Lantas pria itu bergegas mengeluarkan tiga lembar uang nominal seratus, lalu menaruhnya di atas meja. Swan meraih nominal itu, berkutat sebentar pada mesin kasir sembari dirinya membungkus kue dan roti yang dibeli pria tersebut.

"Uang anda tiga ratus utra, kembaliannya-"

"Ambil saja." Beriringan dengan ia yang mengambil paper bag itu.

Alhasil, Swan mengerjapkan mata lalu buru-buru tersenyum ramah. "Terima kasih, Tuan. Selamat menikmati dan semoga Tuan segera sembuh dari penyakit anda."

Tentu saja, berhasil membuat pergerakan pria itu langsung terhenti. Terlihat ingin mengoreksi, tetapi urung dilakukannya. Lebih memilih untuk bergegas, meninggalkan area toko roti. Swan tidak mempermasalahkannya, ia hanya berdoa yang terbaik untuk pengunjung pertama toko ibunya. Efek samping karena sakit mungkin, Swan berpikir seperti itu.

"Akan tetapi, kembaliannya yang ia berikan cukup banyak. Siapa dia, ya?"

Sementara pria itu kini memasuki sebuah mobil sedan berwarna hitam. Melepaskan kacamata serta masker tersebut sebelum dirinya mengambil alih di bagian kemudi setelah menaruh pesanan sang Menek di bagian belakang. Ia segera mengenakan sabuk pengaman sebelum melajukan mobil.

"Sebentar sekali kau di toko itu," ucap seorang pria yang berpakaian rapi--mengenakan setelan jas berwarna biru gelap. Itu adalah Martin yang sibuk dengan ponselnya.

Pria yang tidak lain adalah Ocean lantas mengembuskan napas pelan. "Nenek nanti mengomel," ucap Ocean yang fokus pada sesi menyetirnya. Namun, ia teringat satu hal.

"Mau kuantar ke mana, Putra Mahkota?"

Terdengar menggelikan di telinga Martin saat Ocean memanggilnya seperti itu. "Panggil seperti biasa saja, Ocean. Lalu, soal itu, ke Gedung Parlemen. Raja menyuruhku ke sana saat beliau tahu aku ada di kediamanmu," ucapnya dengan santai.

"Oh iya, kau mau ke mana setelah mengantarku?"

Ocean terlebih dahulu mengangguk sebagai respon. "Pulang ke rumah dulu, lalu HEY Psychiatry Hospital, aku merindukan Ibuku."

Ocean mengatakannya dengan tatapan kosong, membuat Martin menoleh. Ia bisa melihat kesedihan dari Ocean. Sebagai pria, tentu ia memendamnya sendiri. Martin tidak mengerti harus berbuat apa untuk sepupunya satu ini.

Namun, Ocean memilih untuk mengabaikan tatapan Martin, lalu kembali fokus pada kegiatannya. Membiarkan Martin yang juga sibuk akan kegiatan kecilnya. Sebelumnya, Martin memang menginap di kediaman Ocean. Sepupunya itu memang sangat suka melakukannya, walaupun kadang Raja Andreas menegur. Mengingat, posisinya sebagai Putra Mahkota yang membuat Martin tidak bisa leluasa.

Soal kue dan roti itu, Ocean dibuat kelimpungan akan neneknya yang memberikan perintah membeli beberapa kue maupun roti. Ditambah kekesalannya kala dianggap sebagai pria berpenyakitan. Lucu sekali gadis itu. Ocean melakukan itu karena ingin saja, bukan karena sakit.

***

Bangunan putih menjulang tinggi tampak di depan mata. Dengan sedikit hiasan tanaman hijau yang memberikan kesan menyegarkan. HYE Psychiatry Hospital, tertuliskan di depan bangunan itu yang menjadi tempat bagi manusia yang dianggap terbuang.

Ocean yang saat ini mengenakan pakaian santai seraya memegangi buket bunga mawar merah, mendesah pelan. Lantas, menarik langkah untuk masuk lebih dalam--memberikan buket bunga tersebut pada seseorang yang ia kasihi.

Ia mengedarkan pandangan. Tidak ada yang berubah setiap kali ia ke sini. Setiap langkah yang tercipta, pasti ia melihat setiap aktivitas para pasien, baik sendiri ataupun dengan perawat. Suara-suara kesedihan, ketakutan atau tawa yang terbahak-bahak juga mengiringi setiap langkah Ocean, hingga ia tiba di sebuah ruangan khusus--menjadi pemilik bunga mawar yang ia bawa.

Ocean bisa mengamati dari luar jendela, wanita yang kini sedang memegangi begitu erat bingkai berisi foto keluarga lengkap mereka. Ocean pedih melihatnya. "Entah kapan penderitaan ibuku akan berakhir, Tuhan," ucapnya.

Ia berusaha menguatkan diri, sebelum akhirnya melesat masuk ke dalam. Alhasil, perhatian wanita yang tidak lain adalah Rosie Marcelar Alinea--Ibu Ocean teralihkan.

"Apa kau ingin mengambil suami dan putriku? Tidak akan kubiarkan! Pergi sana!" teriaknya. Bingkai foto itu semakin erat dipeluknya.

Ocean tersenyum lirih. Ia melangkah pelan sembari menggenggam buket bunga mawar. "Aku putra Ibu, Ocean. Apa Ibu melupakannya?" ujarnya dengan pelan, membuat Rosie yang tadinya ketakutan sedikit berpikir dengan tubuh yang bergetar.

"Ocean membawa bunga mawar untuk Ibu. Cantik, bukan?"

Ocean kembali berujar. Rosie tidak merespon banyak. Tatapan kosong itu mengamati buket bunga yang disodorkan oleh Ocean, lalu mengambil dengan pelan. "Untukku?"

Ocean mengangguk. "Untuk wanita tercantik yang sudah melahirkanku." Lalu Rosie hanya tersenyum lebar setelah menerimanya. Senyum puas terlihat begitu jelas kala bunga tersebut kini menjadi mainannya.

"Cantik sekali."

Ocean mengangguk dengan sang ibu yang menjadi amatannya. Sosok yang sempurna di matanya dan pedih rasanya melihat sang ibu yang berakhir seperti ini. Membutuhkan perawatan khusus akibat dari gangguan psikologis.

Mulanya, Rosie tidak seperti ini. Ia mengalami gangguan suasana hati dan gangguan stres pascatrauma (PTSD) setelah kematian sang suami waktu itu. Rosie tidak bisa menerima kematian dari suaminya. Perawatan yang dijalani waktu itu dengan rutin menemui psikiater. Perlahan, Rosie bisa pulih seperti sebelumnya.

Namun, kejadian yang menimpa Lavender Livingston yang tidak lain adalah sang kakak, kembali membuat Rosie tidak baik-baik saja. Bahkan, makin parah hingga harus di rawat khusus sampai saat ini. Dikarenakan waktu itu, banyak isu dan komentar buruk yang membuat Rosie tidak bisa menerima keadaan yang sudah terjadi.

Ocean pun tidak menduga jika ibunya akan berakhir seperti ini. "Ya Tuhan, katakan, apa yang harus kulakukan untuk mengembalikan Ibuku seperti sedia kala?" tanyanya pada diri sendiri dengan amatan yang terpusat pada ibunya yang kagum akan bunga mawar.

"Apa Ibu menyukainya?"

Rosie mengangguk spontan. Raut wajah kagum akan bunga mawar terlihat dengan jelas. "Ocean akan membawanya setiap ke sini kalau begitu. Ocean janji."

Ampuh membuat Rosie menoleh ke arah Ocean dengan antusias. "Kau janji?"

Ocean mengangguk, membuat Rosie bahagia. Tepat di waktu itu, ponsel Ocean bergetar berulang kali, sehingga Ocean merogoh ponselnya dari dalam saku untuk mengecek hal tersebut. Barangkali ada sesuatu yang penting.

Ia lantas menaikkan sebelah alis kala membaca sosok pengirim pesan. "Kenapa Martin mengirimkan pesan?" Sembari membuka kolom pesan dan membaca setiap deretan kata.

[Putra Mahkota]: Hei, aku ada berita menarik. Itu membuatku terkejut.

[Putra Mahkota]: Kau mendapatkan kesempatan untuk magang di Gedung Parlemen DEPARA.

[Putra Mahkota]: Hal luar biasanya juga, kau di tempatkan di bagian Fasilitasi Penganggaran dan Pengawasan.

[Putra Mahkota]: Kau harus mentraktirku di lain kesempatan karena itu. Intinya, selamat magang, Ocean Livingston.

Halo guys! Aku update! Terima kasih udah mampir baca ya. See you di bab selanjutnya ya😇🦋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro