The Reason

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku masih terpaku di lantai sejak lima menit yang lalu. Perlahan, gigiku bergetar dan mataku berlinangkan air. Kakiku seperti tidak mempunyai tulang.

Sosok yang tengah mengoyak perut temanku itu, hanya bisa kutatap. Aku ingin berteriak dan memukulnya agar berhenti, tapi semua inderaku seakan direbut.

Satu persatu temanku tergeletak di lantai dengan organnya yang berceceran. Tidak sesekali, dia bermain-main dengan jantung temanku.

"AH! KENAPA INI NIKMAT SEKALI?" pekik sosok itu girang. Dia melebarkan tangannya ke atas dan melempar pisaunya ke sembarang arah.

Pisau itu terjatuh tepat di sebelahku. Aku sampai menahan napas ketika pisau itu melayang ke arahku. Kakiku masih tidak berdaya melawannya.

"Ah, masih ada satu orang?" Dia menatapku dengan seringainya. Dia mulai mendekat ke arahku.

Langkah kakinya seakan diperlambat dan membuat jantungku berpacu dengan cepat. Dia menendang setiap mayat temanku yang mengganggu jalannya.

Aku mendorong tubuhku ke belakang hingga menyentuh tembok. Kakinya mulai mendekat ke arahku dan kini dia berjongkok di depanku.

Aku mencoba untuk mendorongnya, tapi dia menancapkan pisaunya ke telapak tanganku. Aku menjerit kesakitan karenanya.

"DIAM KAU!" Dia menutup mulutku yang terbuka lebar itu, kemudian menggunakan tangan yang lain untuk menghapus air mataku. "Kenapa kau menangis?"

Apa dia tidak sadar dengan perbuatannya?! Dasar gila!

"Aku melakukan ini karena aku baik. Kasihan kan kalian harus hidup di tempat buangan ini selamanya. Jadi, aku meringankannya dengan membunuh kalian se-mu-a~"

"UMPH UM UPH!" Aku mencoba mengatakannya dari balik telapak tangan orang itu, tapi dia malah mencabut pisau di telapak tanganku dan menggunakannya untuk menggores pipiku.

"Bisa diam, tidak? Penyelamatmu sudah berbaik hati, kau tidak perlu berisik seperti itu." Dia berhenti menorehkan pisaunya dan tersenyum lebar seperti melihat sesuatu yang langka.

Laki-laki berbalut perban di kepalanya itu melebarkan mata kiriku dengan jari telunjuk dan jempolnya. Dia mendekatkan wajahnya ke arahku. Kedua jarinya terus menarik ke arah yang berlawanan—sampai mataku ingin lepas dari tempatnya.

"Mata merah! Oh, kenapa kau bisa memilikinya? Aku ingin! Aku ingin mendapatkannya!" Dia melompat-lompat ria dan menarik perban yang membalutnya itu untuk dilemparkan.

Aku bergeser dan berusaha untuk tidak menimbulkan bunyi ke arah pintu, selagi fokusnya teralihkan. Aku berhasil mencapai pintu yang sudah terbuka itu. Sangat beruntung lagi karena kakiku sudah bisa menjadi tumpuan.

Aku segera berlari dari ruangan itu, menuruni tangga, dan keluar dari bangunan tingkat empat itu.

Aku tidak berani menoleh dan terus berlari sejauh yang kubisa. Kakiku yang tak beralaskan apa pun itu, terus menginjak pasir dan bebatuan. Asalkan bebas dari monster itu, aku tidak masalah.

Aku terus berlari, tanpa tahu arah. Ini pertama kalinya aku keluar dari tempat itu. Aku tidak bisa senang karena perbuatannya itu, tapi bebas adalah impi—

"Kau mau lari dariku? Tidak akan bisa."

Bugh!

Aku tersungkur karena tinju yang dia layangkan ke pipiku. Kekuatannya tidak ditahan, meski aku adalah gadis.

"Aku akan memberimu pilihan. Mati atau menjadi milikku?"

Aku harus memilih itu? Jangan bercanda! Tentu saja aku akan memilih—

"—mati."

Aku memejamkan mataku karena tidak lama lagi, dia pasti akan menusukku. Tapi ... yang kurasakan malah dia membopongku.

"Sayang sekali, aku jadi menyukaimu."

Fin.

penuliskece2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro