21. That Girl

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Semua sudah kami persiapkan dengan baik, Sir. Tidak ada keterlambatan. Tidak ada hal-hal salah seperti pada gelombang pertama. Kami juga memastikan seluruh peserta seleksi mendapatkan kenyamanan sehingga tidak merasa takut lagi saat masuk laboratorium. Tidak akan ada yang lari kali ini," kata asistennya, perempuan muda yang rambutnya ditata rapi di puncak kepala seperti balerina. Suara sepatunya merdu mengiringi suara sepatu Juan yang berjalan cepat di lantai marmer itu. "Proyek Cap-G kedua siap untuk dimulai," kata perempuan itu pada akhirnya.

Juan tidak menjawab apa-apa. Dia tahu perempuan itu ingin segera pergi darinya. Luka pada wajahnya telah menyita perhatian gadis itu dan membuatnya jijik. Ceruk dalam di pelipis hingga wajah kanannya sudah lama membuat semua orang bergidik. Warna merah muda yang sering jadi bertambah merah jika Juan sedang marah membuat banyak orang memalingkan wajah. Dia sudah sering melihat perempuan itu memejam atau memalingkan wajah saat melihatnya. Dalam berbagai kesempatan, perempuan itu terlihat gelisah saat bersamanya dan ingin segera pergi darinya.

Dia akan menyelesaikan kutukan ini, kutukan yang membuatnya tidak bisa menemukan cinta sejati. Kali ini dia akan menemukan gadis yang nanti melahirkan anaknya. Dia tidak butuh gadis lain. Baginya, semua gadis sama, sampah. Mereka semua hanya memanfaatkan lelaki kaya untuk uang. Tidak ada yang tulus mencintai tanpa memandang fisik. Gadis-gadis telah terkontaminasi.

Jalanan Ibukota yang padat membuatnya mual. Manusia-manusia yang penuh di jalan dan pinggir jalan membuatnya teramat kesal. Dari sekian banyak manusia tidak ada yang benar-benar baik. Mereka semua hanya ingin mencari keuntungan sendiri. Semakin sering melihat mereka, semakin Juan merasa marah, apalagi saat melihat beberapa anak muda tertawa di pinggir jalan. Mereka memiliki yang teramat sangat ingin dimiliki Juan, teman

"Aku tidak akan pulang. Aku akan bermalam di laboratorium saja," katanya pada Yoan, asistennya.

Gadis itu langsung mencatat perubahan rencana atasannya, tanpa melihat atasannya.

"Yoan," panggil Juan pelan.

"Ya, Mr. Butoijo?" Yoan tetap tidak melihat wajah atasannya.

"Apa aku terlalu buruk sampai tidak ada yang ingin melihatku?"

Yoan terkesiap. Dia yang merasa sedang disindir mendongak melihat tuannya dengan mata membelalak. Seketika dia melihat luka itu lagi, mengingatkannya pada lembah sungai yang membentuk lekukan tajam dengan dasar warna merah. Sekalipun lelaki itu tidak menampakkan ekspresi marah, tapi luka itu menjelaskan semua.

"Maaf, Mr. Butoijo. Saya ... bukan berarti saya tidak sopan. Saya hanya ... khawatir Anda merasa tidak nyaman dengan tatapan saya." Yoan tergagap.

Juan melihat ke luar jendela, mengeluh dalam hati tentang kebohongan bawahannya itu.

Yoan memang bukan gadis pembohong. Dia gadis yang bisa dipercaya dan ulet. Namun, untuk masalah luka di wajahnya, Yoan selalu berbohong. Gadis itu berdalih dan terus berdalih setiap ditanya kenapa tidak pernah melihat wajahnya. Alasannya selalu sama, tidak ingin menyinggung juan. Padahal, seharusnya dia tahu kalau Juan tidak akan tersinggung dengan tatapan biasa. Dia ingin ditatap orang lain dengan cara yang biasa, pada mata, bukan pada luka di samping wajahnya.

Banyaknya gadis yang mendaftar dalam Cap-G membuat Juan merasa bahagia. Ada banyak harapan untuk mencari gadis yang benar-benar tulus untuknya. Dari jauh, Juan mengamati gadis-gadis itu, dalam hati memilih kira-kira siapa yang akan lulus seleksi Cap-G untuk melahirkan istrinya.

Matanya menangkap gadis berpakaian serba hitam yang terlihat tidak ingin tampil mencolok, tapi gagal. Gadis itu nampak sangat mencolok di ruangan serbaputih dan orang-orang yang memakai baju serbaputih. Gadis itu melihat ke segala arah, seperti memindai tempat baru yang ia datangi. Diikutinya arah langkah gadis itu hingga gadis itu masuk ke ruang aula. Di sana, dia kehilangan jejak. Tidak boleh ada laki-laki yang masuk ke sana. Mereka akan berganti pakaian.

Begitu gadis-gadis itu keluar, Juan tidak lagi bisa membedakan gadis serbahitam yang dilihatnya tadi di antara gadis lainnya. Pakaian mereka sekarang sama. Rambut mereka pun sama, diikat kuncir kuda di puncak kepala. Ada banyak gadis berambut cokelat. Juan tentu tidak akan bisa mengamati mereka satu per satu. Lagipula, dia tidak benar-benar melihat gadis itu tadi. Dia lupa bagaimana wajahnya.

"Sudah saatnya, Sir," kata Yoan yang datang dengan membawa tabletnya yang biasa dan tablet lain yang lebih kecil. Yoan menyerahkan tablet yang kecil pada Juan. Tablet itu berisi pidato yang harus dibacanya dan data diri peserta. Juan hanya perlu memindai peserta dengan kamera tablet. Setelah itu, pada tablet akan muncul keterangan mengenai peserta.

Juan sudah berencana untuk mencari gadis yang tadi dan membaca keterangan tentangnya. Namun, di antara banyak gadis yang menunduk di ruangan itu, tentu Juan tidak bisa mendapatkannya. Dengan hati kecewa, Juan memulai pidatonya. Suaranya hambar, rendah dan tidak mengesankan baginya. Dia ingin sekali menyelesaikan pidato yang sebenarnya tidak ada gunanya itu.

Lalu, dia menemukan keajaiban yang luar biasa di tengah kejenuhannya memberikan kata sambutan berisi omong kosong.

Gadis itu mendongak, melihatnya, tepat pada matanya. Mata gelap gadis itu membuatnya tidak bisa melepaskan pandangan. Dalam hati, dia bertanya-tanya apa gadis itu sedang memikirkan lukanya? Apa gadis itu penasaran pada lukanya? Apa gadis itu tertarik karena jijik? Apa gadis itu memikirkan hal-hal mengerikan sebagai penyebab lukanya?

Apa gadis itu mau menjadi kekasihnya dan mencintainya dengan sepenuh hati?

"KAMU! TIGA LIMA LIMA TUJUH. TUNDUK!"

Gadis itu terlonjak kaget, langsung menunduk dengan ketakutan. Juan terkejut merasakan kekecewaan dalam dirinya melihat gadis itu tak lagi melihatnya. Namun, beberapa menit kemudian, gadis itu mendongak lagi, melihatnya dengan tatapan takjub yang aneh baginya. Perlahan bibir gadis merekah, menyunggingkan senyum yang belum pernah dia lihat tulus untuknya. Hanya untuknya.

Getar halus merambat naik dari perut hingga dada Juan, membelainya dengan syahdu seperti buaian seorang ibu. Gelitiknya membuat Juan yakin kalau saat itu dia sedang merasakan perasaan asing yang dibicarakan banyak orang, cinta.

Juan mengerjap, menyadarkan diri agar kembali pada bumi. Senyum itu membuatnya merasa seperti sedang minum sesuatu, mabuk kepayang. Dia sampai berpegang pada tiang microphone agar bisa tetap sadar. Dengan cepat dia menyelesaikan pidato sambutannya dan berbalik menuju ruang lain.

Gadis itu dimarahi. Pengawas membentak-bentak dia. Bukannya takut, gadis itu malah berjinjit untuk melihatnya, seolah tidak ada yang lebih penting bagi gadis itu selain dia.

Juan Carlos Butoijo terus berjalan, meninggalkan ruang yang penuh dengan gadis-gadis muda dan satu gadis yang telah membuatnya berjalan ke ruang rapat dengan senyum mengembang dan dada bergetar. Dia yakin benar di dalam paru-parunya sedang merekah bunga-bunga besar yang indah. Bibirnya tertarik ke samping. Wajahnya terlihat lebih cerah daei sebelumnya.

***

Dahlah, Mas. Nggak usah ribet nyari mertua. Langsung aja tembak. Jadikan istri. Beres soal. Gadis anak baik kok. Jangan sia-siain ya walau dia mesken. Jangan kayak Drey yang kurang ajar sama cewek yaaaa...

Bees, saya bakal bikin acara fans meeting sama beberapa penulis lain. Kalian bisa banget ikutan acara yang seru ini dengan mendaftar ya... fee pendaftarannya murah banget, mulai 14.900 doang.

Jumat, 19 November 2021
Pukul 19.00
via online Zoom

Cara pendaftaran:
1. Masuk ke https://bit.ly/ketemupenulis
2. Pilih berlangganan 1, 6, atau 12 bulan
3. Login atau register akun kamu. Pastikan alamat email yg kamu gunakan valid ya
4. Di halaman checkout, masukkan kode HONEYHP di kolom kupon
5. Selesaikan pembayaran
6. Hipwee akan mengirim undangan paling akhir H-1 acara
7. Pendaftaran ditutup tanggal 18 November 2021

Ini kolom kuponnya:

Kalau nggak isi kolom kupon, nggak dapat link entar.

See you next part, Bees.

Love,

Honey Dee

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro