34. Strength

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perempuan muda berponi itu terlalu muda untuk menjadi penjahat. Kelihatannya umurnya masih belasan tahun, malah Gadis berpikir dia masih belum genap delapan belas. Wajahnya manis sekali, sama sekali tidak terlihat seperti penjahat. Laki-laki yang bersamanya yang lebih mirip penjahat. Wajah lelaki itu muram, terlihat pendiam, seperti orang yang biasa membunuh untuk kesenangan. Lelaki itu mencari di antara berkas-berkas yang disimpan di dalam laci dan kerdus cokelat besar yang seharusnya akan dimusnahkan. Cukup lama mereka mencari, tapi tidak mendapatkan apa pun. Mereka juga tidak berusaha bertanya pada Gadis apa pun yang mereka cari.

Gadis diikat di lantai. Satu tangannya diborgol di kaki meja. Sebenarnya, mudah sekali melepaskan borgol itu. Gadis hanya perlu mengangkat kaki meja itu sedikit, tapi dia sedang hamil besar sekarang. Sedikit saja dia mengejan, perutnya terasa asakit bukan main. Sepertinya, mereka sudah memperhitungkan semua kondisi Gadis.

"Jun, masih lama?" tanya gadis berponi itu dengan nada manja. Gadis itu memutar-mutar pistolnya seolah benda itu hanya mainan.

Lelaki itu tidak menjawab, terus mencari sesuatu di antara kertas-kertas yang disusun di laci. Matanya fokus dan kelihatannay, dia berusaha memusatkan pikiran juga.

Gadis berponi itu menatap layar di depan mereka dengan wajah bosan. "Mereka juga masih sibuk. Mereka bakal lama sekali. Kalau kuperkirakan, mereka baru akan selesai satu atau dua jam lagi dan kembali ke sini besok pagi karena kelelahan."

Lelaki itu tetap diam saja. 

"Jun, masih ada banyak waktu untuk kita."

"Kalau kau membantuku, kita akan segera selesai," kata lelaki itu dingin. 

"Aku mau saja bantu kamu, tapi aku lebih tertarik kita melakukannya, Arjuna. Ada banyak tempat di sini. Apa kamu tidak merasa tertarik melihat aku yang sudah dewasa?"

"Tidak," kata lelaki itu lagi dengan nada dingin.

"Aku sudah belajar banyak. Aku janji tidak akan hamil seperti dia." Gadis berponi itu menatap Gadis. "Butuh berapa kali hubungan seks sampai kau hamil?" tanya gadis berponi itu.

Gadis sempat terkejut mendengar pertanyaan itu. Tapi, dia pikir gadis berponi itu sungguh-sungguh bertanya begitu. 

"Satu kali," jawab Gadis jujur. "Bukan. Maksudku dua kali dalam satu malam."

Gadis berponi itu membelalak. "Langsung hamil?" 

"Ya," jawab Gadis dengan bingung.

"Dengan satu orang?"

"Ya," jawab Gadis lagi.

"Sialan! Aduh, aku belum punya alat kontrasepsi. Bagaimana menurutmu, Jun?"

"Mudah saja," jawab lelaki itu sambil menarik amplop dari kotak itu. "Kita tidak perlu melakukan apa-apa. Kau tidak akan hamil. Selesai semua permasalahanmu."

"Tapi kan sayang sekali kalau kita bertemu, tapi tidak melakukan apa-apa. Aku sudah boleh melakukan hubungan seks. Aku sudah siap untuk dibuahi."

"Kau tahu seks untuk pembuahan, kenapa kau tidak mau hamil? Kalau kau tidak mau hamil, tidak usah lakukan hubungan seks. Begitu kan caranya?"

"Tapi, mereka menciptakan alat kontrasepsi agar orang bisa melakukan hubungan seksual tanpa hamil. Aku mau seperti itu."

"Aku sama sekali tidak tertarik untuk melakukannya," kata lelaki itu dengan dingin. "Kita sudah mendapatkan yang kita cari," katanya lagi sambil menyelipkan berkas itu di balik celananya. 

"Kalau kita tidak melakukannya, apa kau tidak sayang dengan benda di dalam celanamu itu? Kasihan kalau dia cuma digunakan untuk kencing saja. Dia butuh hiburan."

"Nanti kuajak dia menonton TV," katanya sambil membuka laci yang lain, benar-benar tidak peduli pada gadis berponi itu.

Gadis jadi memperhatikan perempuan muda itu. Dia tidak jelek, sama sekali tidak jelek. Wajahnya terlihat sangat muda dan cantik. Dia punya mata bulat yang mengesankan. Hidungnya juga mancung ramping yang sangat bagus. Wajahnya memiliki rahang yang bagus dan dagu yang cukup panjang. Kesan pertama yang akan diberikan siapa saja untuk gadis itu adalah imut. Gadis itu sangat menggemaskan.

Tubuhnya juga bagus, ramping dengan dada yang cukup besar dan kaki yang jenjang. Sekalipun tidak terlalu tinggi, tapi gadis itu terlihat atletis dan bisa bergerak dengan kelenturan yang baik. 

Apa sebenarnya yang membuat lelaki itu tidak mau menyentuhnya? 

"Jun, apa kau tidak ingin merasakan sentuhan seorang perawan suci? Aku sudah berlatih pilates dan aku sudah melihat bagaimana gaya woman on top. Aku jamin kau akan merasakan kenikmatan yang tidak pernah kau rasakan sebelumnya."

"Tidak. Terima kasih. Aku sedang sibuk."

"Kau tidak mau atau kau memintaku menunggu sampai kau tidak sibuk?"

"Aku tidak mau."

"Besok?"

"Tetap tidak mau."

"Dia gay?" tanya Gadis yang tidak tahan melihat pembicaraan ini. Sekalipun dirinya sekarang berstatus tawanan, tapi tetap saja obrolan dia orang yang menahannya ini membuatnya jengkel juga. Seharusnya tidak ada lelaki normal yang menolak gadis secantik ini. 

Gadis yakin, kalau dia menawarkan diri di depan anggota The Order, semua orang akan dengan senang hati menyentuhnya. 

"Tidak. Dia tidak gay." Gadis berponi itu brkata dengan tegas. "Dia bisa ereksi saat melihatku telanjang. Dia normal. Dia cuma jual mahal dan ingin kurayu."

"Aku tidak ingin dirayu," tegas lelaki itu lagi. "Kita pergi," kata lelaki itu sambil menyelipkan kertas lain di balik celananya.

Gadis berponi itu ikut berdiri. Dia mengambil permen di meja yang entah punya siapa. Tanpa berpikir dia menelan permen itu dan mengantongi bungkusnya. 

Lelaki itu berjongkok di depan Gadis. "Maaf, aku tidak ingin melakukan ini, tapi ... aku tidak ingin membuat masalah lagi. Aku pernah ada di kelompok ini sebelum kau bekerja di sini. Aku berada di bawah kepemimpinan Denzel dan aku sangat mengenal Kane dengan baik. Dia seniorku sejak lama sekali. Aku sangat menghargai mereka. Tapi, ada iblis yang menyusup dalam The Order dan membuat Denzel sangat marah padaku. Dia hampir membunuhku. Untungnya dia masih memiliki hati untuk tidak melakukannya. Dia hanya menyingkirkanku dari sini. Sekarang, aku ingin menyelamatkan The Order dari kehancuran. Aku ingin mengumpulkan bukti."

"Untuk kembali pada The Order?" tebak Gadis.

Lelaki itu tersenyum dan menggeleng. "Tidak. Aku hanya ingin membuktikan pada Denzel kalau aku tidak mengkhianatinya. Bagiku, berada di sini atau di luar sama saja. Aku hanya ingin menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan Denzel. Dia sudah melakukan hal baik padaku. Hanya ini cara untuk membalas perbuatannya."

Lelaki itu menelengkan kepala, memberi tanda pada gadis muda berponi itu untuk membebaskan Gadis. Dengan cekatan, gadis muda berponi itu melepaskan borgol.

"Ciuman saja masa tidak mau, Jun? Kau harus mengucapkan terima kasih," rengek gadis berponi itu lagi.

"Terima kasih," kata lelaki itu, sama sekali tidak mengurangi tingkat dinginnya.

Lelaki itu berjalan lebih dulu keluar dari tempat itu, sama sekali tidak memberikan tanda agar gadis berponi tadi ikut dengannya.

Gadis berponi itu terlihat merengut kesal, tapi dia mengangkat bahu tak lama kemudian. 

"Ya, sudah. Aku sudah minta baik-baik. Kalau tidak mau juga, kuperkosa saja," katanya dengan wajah ceria seolah dia bukan merencanakan perkosaan, tapi acara jalan-jalan menyenangkan.

Gadis sama sekali tidak habis pikir. Apa cinta sudah membuat gadis berponi itu sampai berbuat seperti itu? 

Apa dia tidak punya malu? Bukankah seharusnya perempuan malu kalau ditolak seperti itu?

Gadis berponi itu berpaling pada Gadis, menatap Gadis dengan tatapan terkejut.

"Ke-kenapa?" tanya Gadis yang masih memegangi pergelangan tangannya yang merah karena bekas borgol tadi.

Belum lagi gadis berponi itu mengatakan sesuatu, perut Gadis sudah bergejolak. Bayi di dalam perutnya menendang dengan kuat. Rasa sakit yang dia rasakan terlalu sakit untuk disebut sakit. Gadis mengerang, memegang ujung meja dengan kuat. 

Cairan keruh bercampur serat darah keluar dari kemaluannya seperti kencing. Gadis menangis menahan rasa sakit tak tertahankan ini.

"ARJUNA! ARJUNA! DIA MELAHIRKAN! ARJUNA! DIA MELAHIRKAN!" 

Gadis berponi itu menjerit-jerit sampai pembuluh darah di tenggorokannya terlihat menonjol. Dia berharap kali ini dia tidak terlambat lagi untuk menolong orang melahirkan.

***

Arjuna ini kayak si Satria, ya. Jago menahan gejolak birahi. Hahahaha...

Sejak di Cerita Kutang kan dia bisa nahan anunya cuma mengangguk-angguk aja? Sekarang dia dirayu kayak gitu masih juga bisa bertahan. Apa sebenarnya dia memang suka sama cowok? Kan dia merkosa Andro waktu itu? Apa dia memang suka batangan?

Nggak sabar saya ngeluarin cerita Monchin. Tapi, kalian perhatiin dulu cerita ini, ya. sambungin sama 70 Hari Mencari Suami di Fizzo sama Symphony di Karyakarsa buat membuka semua kartu tentang The Order dan Brothel-hood.

See you next part, Bees.

Love,

Honey Dee

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro