36. Strong Name

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lelaki yang dipanggil Juna itu membawa mereka dengan kecepatan yang luar biasa dengan mobil itu. Kalau saja Gadis tidak memakai sabuk pengaman, dia yakin sekali kalau dia sudah terlempar jauh sejak tadi. Jalanan yang tidak rata ditambah dengan kecepatan tinggi membuat isi perut siapa pun mendesak keluar.

Dia mendekap erat bayi di pelukannya. Sekalipun seluruh tenaganya sudah habis, tapi dia masih bertahan memeluk bayi itu dengan sekuat tenaga. Dia mempertahankan bayi perempuan manis di pelukannya itu agar tidak terlempar. 

Di sampingnya, gadis berponi itu sudah bekerja keras untuk membersihkannya dan membersihkan bayi itu dengan menggunakan salah satu kaus lelaki yang menyetir. Menurut lelaki itu kaus itu bersih dan belum pernah dia pakai, tapi beberapa saat kemudian dia meralat sendiri ucapannya dan berkata, "Aku hanya memakai kaus itu untuk bantal saat tidur beberapa kali. Juga mengelap wajahku saat aku berkeringat beberapa kali juga. Hanya itu. Aku tidak memakainya. Sungguh."

Gadis berponi yang kadang dipanggil Mona itu memutar mata dengan kesal. "Seharusnya kau sebut saja kalau kau pernah memakai kaus itu untuk mengelap sisa air manimu setelah onani atau mengelap mulutmu setelah gosok gigi atau membersihkan tanganmu setelah makan. Intinya sama, ini memang bukan kaus yang kau pakai, tapi ini lap. Ini jauh lebih jorok daripada celana dalammu. Untung aku belum memberikannya pada anak ini. Kan sayang kalau ada bekas manimu dan anak ini yang lebih dulu merasakannya."

Lelaki yang di depan saja mengumpat sebanyak mungkin, lalu Gadis menendang bagian belakang joknya. "Ada bayi di sini. Bisakah kau menjaga mulutmu?"

"Nah, rasakan! Itu yang kau dapatkan kalau kau melawan ibu-ibu. Di dunia ini tidak ada yang lebih hebat dan tak terkalahkan selain ibu-ibu."

Mona itu mengambil tas ransel di bagian belakang mobil sampai hampir terjungkal. Untung saja dia memiliki tubuh yang lentur karena latihan fisik selama ini. Dia mengaitkan kakinya pada bagian atas jok di depannya dan terus mengaduk-aduk jok paling belakang mobil SUV itu sampai mendapatkan tas ransel warna merah muda terang dengan tulisan dari manik-manik berkelap-kelip: I'm The Queen. Just Kneel!

Dia mengeluarkan kaus dari tas itu, lalu mengeluarkan sebotol air mineral yang telah diminum sedikit. Dengan hati-hati, dia menyiram tubuh anak itu yang masih berlumur darah dan sesuatu berwarna putih. 

Gadis juga terkejut Mona itu memiliki ketelatenan luar biasa saat menyentuh lipatan-lipatan kulit bayi yang montok itu.

"Mungkin tiga kilo," kata Mona tanpa melepaskan mata dari bayi merah muda di depannya. "Bagaimana rasanya mengeluarkan bayi sebesar ini dari tubuhmu?"

Gadis tersenyum mengingat yang terjadi padanya tadi. "Luar biasa. Tadi itu sakit sekali. Sampai sekarang aku masih bisa merasakan pangkal pahaku nyeri, tapi aku tidak menyesal. Aku baik-baik saja. Aku ... bahagia."

Mona menatapnya dengan mata bulat yang sekarang berwarna cokelat gelap, mirip permen cokelat yang besar dan enak. "Kau hebat. Kau harus mendapatkan penghargaan sebagai perempuan paling hebat di dunia."

"Semua orang melahirkan dan tidak mendapatkak penghargaan apa pun."

"Seharusnya dapat. Semua perempuan yang pernah melahirkan harus mendapatkan penghargaan sebagai perempuan paling hebat di dunia. Tidak peduli mereka melahirkan dengan berbaring, jongkok, berdiri, atau malah di dalam air. Tidak peduli mereka melahirkan tanpa sobekan, dengan sobekan, atau dengan sesar. Semua perempuan yang melahirkan itu sudah maju ke medan perang dan memenangkan perangnya sendiri. Ada banyak perempuan paling hebat di dunia dan itu tidak masalah. Dunia ini cukup luas untuk semua perempuan hebat itu berkumpul."

Gadis tersenyum dan menangis pada waktu bersamaan. Dia melihat anaknya dengan bangga. Dia kemudian menciumi anak perempuan kecil di pelukannya yang sudah memakai bedong dari kaus Mona. Kaus itu beraroma bunga. Bayi itu beraroma seperti air yng mengalir. Rasanya gadis benar-benar yakin kalau hidupnya akan berubah setelah memiliki bayi ini.

"Apa dia anak salah satu dari The Order?" tanya Juna yang menyetir di depan.

"Apa dia anak hasil kerja sama The Order?" ralat Mona dengan tatapan sok tahu.

Gadis menggeleng. "Aku sudah hamil saat datang ke sana. Mereka merawatku dengan baik. Tidak satu pun yang memperlakukanku degan buruk. Mereka menyembunyikanku dan memberiku pekerjaan agar aku lupa kesedihanku."

"Menyembunyikanmu dari ayah bayi ini?" tanya Mona lagi.

Gadis mengangguk. 

"Tapi, kau telah keluar dari tempat itu," sambut Juna dengan suara serius. "Kau tidak akan bisa lagi masuk ke sana."

"Hah? Maksumu?"

Juna menarik napas panjang. "Aku minta maaf, tapi memang begitulah aturannya. Kalau kau ada di sana, kau harus selalu bersama dengan orang-orang di sana. Maksudku, kau harus selalu didampingi oleh mereka semua. Kalau kau sudah keluar dari sana bersama orang lain, kau harus tetap di luar. Kau tidak akan diberikan lagi akses untuk masuk ke sana, apalagi kalau Kane atau Denzel tahu kau bersamaku. Dia pasti tidak akan mengizinkanmu kembali lagi."

"Lalu, apa yang harus kulakukan?" tanya Gadis dengan panik. 

Mona mencebik. "Yang bisa kau lakukan hanya membuat gadis seperti dia ketakutan. Bisakah kau sedikit punya rasa kasihan pada perempuan yang baru melahirkan?"

"Aku hanya menyampaikan kebenaran." Juna membela diri.

"Tapi, kadang perempuan ingin kebenaran itu sedikit diselimuti hal yang manis agar tidak terlalu menyakitkan." Mona terdengar kesal. "Kecuali aku. Aku sudah tidak peduli manis atau pahit. Aku lahir saat semua rasa di dunia ini berubah menjadi pahit dan aku besar sambil terus menelan semua rasa pahit. Jadi, aku tidak akan bisa membedakan pahit yang sangat pahit atau pahit yang agak pahit."

"Apa kau memang selalu menceritakan tentang dirimu?" sindir Juna lagi.

"Karena kau tidak pernah mau peduli tentang aku. Kau tidak pernah bertanya tentang aku jika aku tidak menjelaskan padamu lebih dulu. Kau selalu membuat masalah, lalu meninggalkanku begitu saja."

"Kalau begitu mudah sekali, jangan mencariku lagi. Jangan mencintaiku lagi," kata Juna dengan suara yang jauh lebih pelan.

"Andai aku bisa, sudah kulakukan dari dulu," kata Mona dengan suara yang jauh lebih kecil lagi sampai Gadis sendiri tidak yakin benar-benar mendengarnya.

Mona meminta bayi Gadis dan berkata, "Bersihkan dirimu dulu. Kau tidak mungkin berjalan ke luar dengan darah bercucuran di antara kedua kakimu."

Gadis menganggu setuju. Dia membersihkan bagian bawah tubuhnya dengan kaus laki-laki itu. Tentu saja bukan kaus yang tadi, tapi kaus lain yang lebih agak bersih. 

Mona memandangi bayi yang tertidur di pangkuannya. Tubuh bayi itu dibedong kuat, seperti masih terikat di dalam rahim. 

"Aku ingat aku juga dibeginikan saat baru lahir. Aku merasa damai sampai lupa kalau aku sudah di luar kandungan. Lalu, ibuku memintaku untuk menyusuiku. Saat aku menyusu untuk pertama kali, aku tidak sengaja menggigitnya. Mana kutahu kalau benda itu bisa kesakitan. Dia memukul wajahku dengan kuat, sangat kuat."

Gadis menatapnya tidak percaya. Dia yakin Mona hanya sekadar bercerita. Mana mungkin ada orang yang ingat bagaimana dia dilahirkan. Gadis meneruskan yang dia lakukan, membersihkan setiap bagian agar saat turun nanti dia tidak terlalu kotor. 

Dia mengambil kaus yang lain, merobek kaus itu dan melipat kaus itu sampai seperti pembalut. Dengan hati-hati dia melapisi celana dalamnya dengan kain itu dan memakainya lagi. Kini dia merasa lebih baik. Kemaluannya yang panas karena proses bersalin itu jadi lebih dingin dan tenang.

Dia mengembuskan napas panjang, lega. Dia mengulurkan tangan untuk meminta anaknya lagi, tapi Mona tidak memberikan padanya. 

"Anak ini butuh nama. Nama itu harus kuat, bukan nama pasaran yang bisa didapatkan serenteng di sekolahan. Dia harus punya nama yang benar-benar hebat seperti namaku," kata Mona yang terdengar sangat narsis. "Kau sudah memikirkan nama?" tanya Mona lagi.

Gadis menggeleng. 

Dia sempat memikirkan nama Stacey atau apalah lainnya, tapi dia terlalu malu mengatakan pada Mona karena khawatir Mona akan menyebut nama itu pasaran atau malah kampungan.

Mona tersenyum lebar. "Bagaimana kalau Golden? Goldie? Si anak emas. Dia akan menjadi gadis yang sangat berharga, sangat hebat, sangat luar biasa. Dia akan menjadi gadis yang lembut seperti emas, tapi begitu dikagumi oleh banyak orang. Dia akan menjadi anak yang digilai dan diperebutkan orang banyak, bahkan oleh ayahnya sendiri, orang yang seharusnya ada di sini untuk mengatakan betapa cantiknya dia."

Mona tersenyum lebar seolah anak itu adalah anaknya sendiri.

"Tidak apa-apa, Goldie. Aku juga lahir tanpa ayah yang peduli padaku. Sekarang, aku punya banyak ayah dan semuanya menjadi cinta pertamaku. Kau akan baik-baik saja tanpa ayah. Kau hanya harus memiliki dirimu sendiri. Kau harus punya keyakinan yang kuat pada dirimu sendiri kalau kau mampu menghadapi apa saja. Benar-benar apa saja, Goldie."

Saat menerima anaknya, Gadis berkata dengan lembut, "Goldie."

Anak itu bergerak di tangannya, menggeliat dan menggesekkan tangan ke pipinya. 

"Goldie," panggil Gadis lagi yang mulai terbiasa dengan nama itu. 

Dia merapatkan bedong anak itu sampai bentuknya mirip sekali dengan ulat besar, lalu memeluk anak itu di dadanya.

Mona tertawa cekikikan. "Dia seperti Dildo, Juna," katanya tanpa memikirkan perasaan Gadis. "Dia kayak timun yang dijadikan dildo sama mbak-mbak di apartemenmu."

"Tutup mulutmu, Mona!"

Tapi, gadis itu tetap cekikikan seolah bayangan bayi itu menjadi timun besar benar-benar nyata di kepalanya. Gadis juga ikut tertawa. Dia menciumi bayinya dan terus tertawa. Di dalam hati dia membayangkan betapa Juan akan sangat bahagia kalau tahu dia sudah memiliki anak, anak kandungnya. 

Namun, gadis sudah bertakad tidak akan memberikan bayi ini pada siapa pun termasuk Juan yang telah menghancurkan hidup banyak gadis. Dia bertekad untuk membiarkan Juan merasakan kesepian karena tidak pernah benar-benar memiliki anak dan tidak pernah benar-benar memiliki kekasih. 

Anak ini tetap miliknya, hanya miliknya. 

***

Ada yang ingat kenapa Ethan memanggil Monchin Mona dan kenapa Monchin memanggil Ethan Juna?

Eh, nggak ada catatan ya hari ini. Saya kecapekan, nih. Entar aja ya kalau sudah ada waktu luang kita gibah lagi. 

See you next part, Bees.

With love,

Honey Dee

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro