6. Lullaby

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perempuan itu berhenti bertanya tentang apa yang mungkin dilakukan keponakannya pada orang-orang di Distrik 51. Dia yakin keponakannya itu memiliki cara terbaik untuk balas dendam. Sejauh ini, lelaki itu terlihat baik dan tidak kasar pada istri. Tidak mungkin dia melakukan tindakan brutal untuk balas dendam. Perempuan itu membayangkan, lelaki ini akan datang ke Distrik 51 dan mengatakan pada mereka kalau mereka perlu memperbaiki sikap. Yah, sedikit pukulan akan sangat wajar untuk membuat orang jadi jera, paling tidak mereka tidak akan mengulang pada ibu dan anak gadis lainnya yang tidak beruntung seperti mereka. Jadi, dia sama sekali tidak curiga saat diminta memberikan nama-nama dan alamat, serta ciri-ciri orang yang melakukan hal buruk padanya. Agar tepat sasaran, kata lelaki itu. Tentu saja, perempuan itu setuju.

Perempuan dan anak gadisnya tidur di kamar yang bagus di rumah itu. Keponakannya ternyata memperlakukannya dengan baik. Mereka juga diberi pakaian bekas yang bisa dipakai sementara sampai lelaki itu bisa mengajak mereka ke pertokoan untuk membeli pakaian. Gadis kecil memakai kaus dan rok yang masih terlalu besae untuknya walau masih terlihat pantas. Nyonya rumah yang wajahnya terlihat selalu sedih itu memberinya pakaian orang dewasa yang bagus.

"Seharusnya kalian nggak ke sini," ucap perempuan muda itu. Suaranya pelan saat memakaikan baju pada gadis kecil itu. Dia melihat mata gadis kecil itu. "Seharusnya kalian nggak ke sini," katanya lagi dengan suara yang lebih keras, tapi tetap tidak bisa didengar oleh orang lain selain gadis kecil di hadapannya.

"Kenapa?" Gadis kecil itu bertanya dengan bingung. Dia tidak merasa berbuat kesalahan. Dia sama sekali tidak merasa membuat pemilik rumah marah. Kenapa sekarang harus diusir?

"Rumah ini nggak baik. Rumah ini--"

"Sayang?"

Suaminya berdiri di depan pintu tersenyum pada istrinya. Senyumnya manis, memperlihatkan lesung pipi di pipi kanan. Tidak banyak lelaki yang memiliki lesung pipi begitu dalam. Lelaki itu menunjukkan kalau lesung pipi dalam tetap bagus untuk laki-laki.

"Kalau sudah, ayo kutemani masak. Kayaknya Bibi suka kalau kita buatkan salad buah yang pakai resep ibumu itu. Di luar tadi panas. Pasti segar kalau kita makan buah." Lelaki itu tersenyum pada Gadis kecil juga. "Adek suka buah apa?"

"Semangka," jawab Gadis kecil dengan harapan tinggi benar-benar diberi semangka merah segar.

"Oke. Nanti Om buatkan semangka yang segar, ya. Ayo, Sayang!" Lelaki itu mengulurkan tangan dan mengangguk pada istrinya.

Biasanya, istri-istri senang jika suaminya membantu di dapur, apalagi jika diajak berbicara dengan nada manis begitu. Gadis ingat biasanya ibunya akan menyanyi-nyanyi di dapur kalau ayahnya membantu ibunya memasak. Masakan Ibu jadi lebih enak jika mereka berdua di dapur. Namun, masakan Ibu akan jadi tidak keruan kalau dia meninggalkan ayah dan ibunya berduaan saja di dapur. Sepertinya, kalau mereka hanya berdua saja, mereka jadi tergesa-gesa. Saat gadis kecil itu kembali ke dapur, mereka terengah seperti baru selesai maraton, bukan memasak. Jadi, dia selalu menemani mereka di dapur sampai masakan selesai.

Aneh. Suami-istri itu tidak terlihat akur saat di dapur. Mereka memang tidak bertengkar seperti pasangan suami istri lain yang berpura-pura bahagia di depan kamera, tapi berantakan saat berada di rumah. Namun, mereka tidak terlihat hangat. Istrinya diam saja. Walau tidak pernah membantah suaminya, perempuan cantik yang rambutnya disemir merah seperti bendera itu tidak terlihat tersenyum. Dia bertingkah seolah selalu ada bawang di bawah hidungnya. Terkadang, dia terlihat diam di depan kompor, menarik napas dalam-dalam seperti orang sesak napas. Lalu, dia mengeluarkan dengan cepat lewat mulut, seperti meniupkan beban berat dalam hatinya.

Gadis kecil itu melihat semua. Keseriusan dan keingintahuan anak kecil membuatnya terus memperhatikan hal-hal kecil yang dilewatkan oleh orang dewasa. Dia bahkan memperhatikan bagaimana lelaki itu berdiri di belakang istrinya, mengikat rambut istrinya dengan jepit plastik warna hitam dan membisikkan sesuatu sambil membelai wajah istrinya. Memang, ibunya pernah berkata memata-matai orang lain itu tidak sopan, tapi Gadis sudah terlanjur melihat. Dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti nalurinya saja.

Masakan yang dibuat oleh suami istri itu tidak terlalu istimewa. Gadis dan ibunya bisa membuat masaakan seperti itu dengan baik di rumah mereka. Namun, kelaparan membuat segalanya jadi ratusan kali lebih enak. Bahkan, jika suami-istri itu membuatkannya kayu dan paku panggang, mungkin dia akan mencoba mengunyah dengan baik agar tidak terlalu keras di perutnya.

Setelah makan, mereka diantar ke kamar dan diberi perlengkapan mandi juga perlengkapan tidur yang baik. Lelaki itu berjanji akan segera minta izin dari kantor untuk bisa menemani mereka berbelanja. Pesannyang dikatakannya pada Gadis dan ibunya sama dengan pesan lelaki itu pada istrinya, "kalau aku lagi nggak ada di rumah, kalian tetap di rumah sampai aku pulang. Jangan pernah ada yang keluar tanpa aku. Ibu Kota ini kejam. Banyak orang jahat, pencuri, hingga kendaraan ugal-ugalan. Aku nggak mau repot mencari kalian kalau kalian tersesat. Penjahat di sini nggak mau repot berurusan sama polisi. Kalau habis bikin kejahatan, biasanya mereka langsung memotong-motong korban dan membuang jasad di kali."

Ibu dan anak itu menelan ludah. Mereka mengangguk nyaris bersamaan. Sebenarnya, tanpa mendengar cerita seram seperti itu pun mereka tidak ingin ke mana-mana. Mereka tidak punya uang dan tidak tahu ke mana arah jalan yang benar. Buat apa mereka membahayakan diri berjalan di jalanan Ibu Kota yang memusingkan?

Debu dan jeritan kendaraan di jalanan ibu kota berlomba membuat gila. Jika hujan, air bah datang menggenangi jalanan seolah tak pernah dipedulikan pemerintah. Beginilah jika hidup di negeri yang pemerintahnya tak tahu malu. Pemerintahnya sibuk pamer di media sosial tentang kehidupannya, tapi tidak pernah peduli pada jalanan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Jika rakyat marah dan memberikan kritik, bentak-bentak saja. Ngomong yang keras ditambah bumbu umpatan agar terlihat cukup stres menata negeri ini. Dengan begitu orang jadi jera, tak mau lagi memberi masukan pemerintah.

Mereka lebih merasa tenang di sini, di rumah besar yang tuan rumahnya begitu menyambut mereka.

"Besok, Ibu mau bangun Subuh. Ibu mau bantuin bebersih rumah. Ibu bakal melakukan apa saja untuk membalas budi baik tuan rumah kita. Kamu yang pintar, ya. Jangan ke mana-mana. Jangan gangguin Ibu atau Nyonya dulu. Kasihan. Dia sedih begitu mungkin karena lagi ada masalah. Ibu juga kalau lagi ada masalah bakalan diam dan nggak mau ada yang datang ke rumah. Ingat juga, jangan suka kepo urusan orang. Jangan melihat-lihat rumah orang kalau nggak diizinkan. Ngerti?" jelas Ibu sambil mengusap rambut anak gadisnya, hartanya satu-satunya.

"Iya, Bu," kata anak gadis kecil itu dengan patuh. Dia memejamkan mata, lalu berbalik menghadap dinding agar bisa tidur lebih nyenyak lagi. Di belainya dinding putih yang permukaannya tidak terlalu halus itu. Perlahan, matanya menutup lagi hingga dia tergelincir lembut ke alam mimpi.

Setelah hari panjang yang melelahkan, dia akhirnya terlelap dengan tenang. Dia berharap besok bisa menjadi hari baru yang membawa pada kebahagiaan. Tidak terlalu bahagia seperti dulu juga tidak apa-apa. Dia akan maklum. Tidak ada Ayah di sini. Mana mungkin kebahagiaannya akan paripurna seperti dulu. Yang ia harapkan hanya hidup tenang, tidak ada air mata dan rasa lelah menghadapi dunia, seperti saat ini.

Ah, andai dia tahu kalau hidup tenang di dunia ini sebenarnya tidak ada. Dia ada di dalam cerita dari penulis yang tidak menghendaki ketenangan.

***

Anu ... itu saya nggak lagi ngritik pemerintah Indonesia, kok. Ini ada di negara lain, bukan Indonesia. Tuh, nama distriknya aja distrik 51. Udah kayak area 51 nya Amerika, kan?

Wkwkwkwk...

Entarlah kita cerita cerita di FB ya tentang area 51 ini.

Saya tuh ngeri kalau bikin tulisan yang nyerempet. Netizen tuh galak-galak. Kepleset sedikit, di SS, terus ngadu ke medsos. Udah kayak malaikat pencatat amat aja perannya medsos tuh. Hahahaha...

Ini kenapa saya nggak ngasih nama?

Karena saya pengin tahu, kalian ngerti nggak kalau saya nggak kasih nama. Wkwkwkwk...

Saya ingin menguji story telling saya dan penerimaan kalian. Klop apa nggak nih kita?

Kalian jangan lupa kasih feed back yak.

Buat kalian pejuang giveaway, setiap minggu, saya bikin giveaway di FB honey dee queen. Bagi bagi pulsa all operator gitu. Pertanyaannya cuma seputar cerita saya kok. Lumayan... bisa buat tambahan top up buat kalian yang beli buku saya di Storial dan Cabaca. Hehehe...

Tujuan bikin giveaway ini cuma buat seru seruan aja. Selain itu, juga pengin berbagi aja buat teman-teman yang mungkin kehabisan kuota. Doain ya biar bisa bikin giveaway lebih banyak lagi.

See you next part, Bees.

Love,

Honey Dee

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro