Dua Belas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seharian ini Tanto tidak bertemu Cinta. Tadi pagi, dia pergi ke kota untuk menjemput Renata dan Nistya. Saat kembali saat makan siang, Tanto melihat tirai Cinta terbuka, tetapi anak itu tidak terlihat. Mungkin Cinta beristirahat di kamarnya karena rasanya agak mustahil kalau dia menjelajah sampai di berbagai wahana yang disediakan resor di tengah hari. Cinta sangat terbaca. Dia hanya berada di luar vila di pagi buta, atau sore, menjelang malam.

"Itu vila siapa sih?" tanya Renata yang duduk di samping Tanto. Mereka bersantai di tepi pantai setelah makan malam. Nistya sudah tertidur karena kelelahan berlarian di pantai sepanjang sore.

Tanto mengikuti arah dagu Renata. "Vila tamu. Memangnya mau vila siapa lagi?"

"Tamunya pasti istimewa." Renata tersenyum menggoda. "Kamu terus-terusan melihat ke sana, seolah berharap orangnya keluar. Cantik banget ya?"

Tanto berdecak. "Menikah dengan Bayu ternyata nggak terlalu bagus untuk perkembangan karaktermu. Kamu sudah ketularan sifat keponya. Bayu adikku, dan aku sayang sama dia, tapi kadang-kadang sifat kepo itu bikin aku pengin karungin dan buang dia ke salah satu pulau paling terpencil di Samudra Pasifik supaya nggak perlu dengar dengar ocehannya lagi."

Renata tertawa. "Awalnya aku juga terganggu dengan ocehannya. Bayu sama sekali bukan tipeku. Tapi cinta nggak kenal tipe-tipean. Kalau sudah soal cinta, otak nggak berdaya karena perintahnya nggak bisa menjangkau hati. Sekarang, rasanya malah ada yang kurang kalau Bayu lagi ngambek dan ngirit ngomong."

"Memangnya si Bayu punya nyali buat ngambek sama kamu?" Terkadang Tanto masih takjub bagaimana dua orang yang sangat berbeda karakter seperti Renata dan Bayu bisa bersatu dalam pernikahan. Bisa-bisanya Bayu yang biasanya suka pada perempuan dengan dandanan mutakhir dan hobi nongkrong di mal malah berakhir bucin pada Renata yang fokus pada kulit sehat bukan pada makeup. Tapi yang lebih membuat Tanto heran adalah kenyataan bahwa Renata membalas cinta Bayu.

Bukan hendak merendahkan adiknya sendiri, tapi Tanto merasa jika Bayu tidak cukup tangguh untuk perempuan seperkasa Renata. Perempuan yang menjadikan gurun Sahara dan medan perang sebagai tempat bermain. Tapi seperti kata Renata, cinta sering kali memang tidak masuk akal.

"Apa yang membuat kamu jatuh cinta sama Bayu?" tanya Tanto lagi setelah pertanyaannya tadi hanya dijawab dengan cibiran.

Renata mengedikkan bahu. "Entahlah. Mungkin karena dia berbeda dengan semua laki-laki yang berada di sekelilingku saat bekerja." Senyum jailnya tersungging lagi. "Setelah terbiasa berada di antara laki-laki yang bajunya nggak pernah kena setrikaan, nggak cukuran berbulan-bulan, yang berbau keringat dan lumpur, senang bertemu seseorang yang wangi, bersih banget, dan perhatian sama penampilannya. Atau mungkin juga karena Bayu adalah orang yang sangat persisten. Dia nggak mempan ditolak. Pada dasarnya, perempuan itu menyukai konsistensi. Senang diperjuangkan karena dianggap penting. Hobi dan pekerjaanku mungkin berbeda dengan kebanyakan perempuan lain, tapi aku tetap saja perempuan."

Tanto menyikut iparnya itu. "Padahal aku selalu menganggapmu lebih hebat daripada perempuan lain."

Renata lagi-lagi mencibir. Dia mengangkat mug kopinya dan menyesap isinya. "Kamu belum menjawab pertanyaanku. Perempuan di vila itu cantik dan hebat?"

"Cantik, iya. Hebat?" Tanto mengerutkan dahi lalu menggeleng-geleng. "Kalau ukuran hebat itu berhubungan dengan fisik, jelas tidak. Dan, dia bukan perempuan. Dia masih anak-anak."

Renata membelalak. "Kamu sekarang sudah bertransformasi dari seorang gentleman menjadi pedofil terkutuk?"

Tanto tergelak keras. "Katanya sih umurnya 23 tahun, tapi kelihatannya masih seperti anak SMA."

"Bagus dong, berarti dia baby face. Skincare dan perawatan wajah yang dia pakai pasti bagus."

"Aku nggak tertarik sama dia," bantah Tanto. "Bukan tipeku."

"Tadi aku sudah bilang kalau Bayu bukan tipeku. Tapi lihat kami sekarang!" Renata bangkit dari duduknya. Dia menepuk bahu Tanto. "Kalau kamu nggak tertarik, kamu nggak akan terus-terusan melihat ke vilanya. Bayu selalu membanggakan kakaknya sebagai orang paling pintar yang pernah dia kenal. Tapi ternyata kamu nggak sepintar itu. Sama perasaan sendiri saja nggak yakin. Sudah ya, Kakak Ipar, aku mau tidur duluan. Besok subuh aku pengin berenang ke pulau sebelah."

Tanto menatap punggung Renata yang menuju vila ibunya sampai menghilang ditelan gedung resor. Dia kemudian mengarahkan pandangan pada vila Cinta yang tertutup rapat. Pengamaatan dan pernyataan Renata tadi mengagetkannya. Tanto sudah pernah membicarakan Cinta dengan ibunya, tapi dia hanya menanggapinya dengan bercanda. Dia tidak mungkin tertarik pada anak kemarin sore yang polos seperti Cinta.

Tanto tertawa kecil dan menggeleng. Sekali lagi, kalaupun dia tertarik, itu bukan cinta. Dia tidak pernah terlibat cinta lokasi sebelumnya. Apalagi hanya dalam waktu singkat. Tidak... tidak. Itu bukan dirinya. Di antara teman-temannya, Tanto merasa dirinyalah yang paling logis dan realistis ketika berhubungan dengan perasaan.

Seperti kata Renata, cinta sering tidak masuk akal. Tanto percaya itu. Kisah Renata dan Bayu bisa jadi bukti. Kisah cinta beberapa sahabatnya juga lumayan ajaib. Tanto hanya tidak percaya semua itu bisa terjadi pada dirinya. Apalagi dia bukan tipe orang yang gampang jatuh cinta karena penampilan seseorang. Kantornya tidak kekurangan perempuan dewasa yang cantik, tapi hatinya tidak tergerak. Masa sih dia tertarik pada anak kemarin sore yang mungkin saja tidak bisa tidur tanpa memeluk boneka buluk kesayangannya? Teman-temannya pasti akan menertawakannya sampai mati kaku dan menjelma menjadi batu kalau itu sampai terjadi.

**

Renjana mengintip dari balik gorden. Kemarin subuh dia tidak sabar untuk segera keluar dari vila, tetapi hari ini dia malah takut untuk melakukannya. Aneh bagaimana antusiasme dan harapan bisa berubah menjadi ketakutan dalam sekejap.

Bagaimana kalau dia keluar dan bertemu dengan Tanto dan anaknya, atau malah istrinya? Renjana tahu dia bukan aktris yang baik. Dia pasti salah tingkah, dan isi hatinya akan terbaca dengan jelas. Itu mengerikan. Ketahuan menyimpan perasaan pada laki-laki yang hanya menganggapnya sebagai keponakan tersesat yang harus dilindungi.

Tapi, kenapa anak Tanto baru terlihat padahal Renjana sudah menghabiskan waktu bersamanya lebih dari satu minggu? Apakah anak dan istrinya baru menyusul?

Renjana berjalan mondar-mandir sambil menggigit kuku jari telunjuknya. Kenapa hal buruk seperti ini bisa terjadi padanya? Apalagi yang bisa lebih mengerikan daripada jatuh cinta pada suami orang? Itu memang tidak akan menjurus pada hubungan terlarang karena Tanto tidak mungkin tertarik padanya, tetapi rasanya tetap saja salah.

Ini kesialan yang luar biasa. Renjana sudah menjaga hatinya dengan baik selama bertahun-tahun, dan sekalinya lengah, dia malah berakhir menyukai laki-laki yang bukan saja sudah menikah, tetapi juga sudah memiliki anak.

Renjana mendadak menghentikan langkah. Kukunya terlepas dari gigi. Apa yang akan dilakukan Cinta saat terjebak dalam situasi seperti ini? Cinta memang terlalu pintar untuk jatuh dalam situasi kacau begini, tapi kalaupun itu sampai terjadi, Renjana yakin dia akan menghadapinya. Cinta tidak akan bersembunyi seperti yang sekarang dilakukan Renjana.

Renjana mengepalkan kedua tangannya. Dia bisa melakukan apa yang dilakukan Cinta. Dia bisa tetap keluar dari vilanya. Tidak masalah kalau dia bertemu Tanto dan keluarganya. Topi dan kaca mata hitam lebar bisa digunakan untuk menyembunyikan sorot mata dan ekspresi wajah. Renjana juga membawa sehelai sweater turttle neck yang bisa menutup sampai dagunya.

Aaarrgh... Renjana mengempaskan tubuhnya di sofa. Tidak, dia tidak bisa melakukan itu. Dia bukan Cinta. Dia memang bisa menutup seluruh wajah untuk menyembunyikan ekspresi, tapi kegugupannya bisa tampak jelas dari nada suara saat bicara. Berinteraksi dengan orang baru saja sudah membuatnya gugup, apalagi dengan Tanto.

Apa dia sebaiknya mengakhiri perjalanannya dan pulang saja? Renjana memang masih punya beberapa hari dari jadwal, tetapi dia sudah menjalani lebih dari setengahnya. Bukankah dia sudah menangkap inti dari apa yang Cinta inginkan untuk kembali ke tempat ini? Renjana sudah melihat sunrise dan sunset-nya, kalau memang mataharilah yang Cinta rindukan dari tempat ini. Renjana sudah pergi ke perkampungan nelayan, kegiatan yang pasti tidak akan dilewatkan Cinta. Yang tidak Renjana lakukan hanyalah menaklukan berbagai wahana yang memacu adrenalin dan menyelam di bawah air laut. Tetapi Cinta pasti maklum karena tahu saudara kembarnya yang lemah ini tidak punya kekuatan untuk melakukannya.

Renjana kembali bangkit dari duduknya. Ya, seperti kata Cinta, semua kisah berbau asmara akan berakhir ketika perjalanan usai. Inilah saatnya. Dia akan mandi, sarapan, dan meminjam salah satu komputer resor yang bebas digunakan tamu untuk mengecek jadwal penerbangan ke Jakarta untuk hari ini atau besok, sebelum akhirnya check out. Kalau jadwal penerbangan sudah pasti, dia akan menghidupkan ponselnya untuk menghubungi rumah.

Renjana sudah mantap dengan rencana itu ketika keluar dari vilanya untuk menuju gedung utama resor. Dia berhasil memaksa dirinya untuk tidak melirik pada vila Tanto yang dilewatinya. Dia berjalan menunduk, seperti sedang mencari barangnya yang tercecer.

"Halo, Cinta, mau sarapan juga? Yuk, sama-sama."

Renjana spontan mendongak mendengar teguran itu. Bu Helga sudah berdiri di depannya. Tangan perempuan itu menggenggam jari-jari mungil seorang gadis kecil yang sangat cantik. Ini pasti cucu yang Bu Helga ceritakan dengan bangga di kelas memasak kemarin.

"Wah, cucu Ibu cantik banget." Renjana menatap pada gadis kecil yang langsung membalas senyumnya itu. Dia berjongkok supaya bisa sejajar dengan anak itu. Anak dan menantu Bu Helga pasti tampan dan cantik banget karena bisa punya keturunan seperti ini. "Nama kamu siapa, Sayang?"

"Nistya," jawab anak itu percaya diri. Lesung pipinya membuatnya semakin memesona.

"Wah, nama kamu bagus banget. Cocok sama Nistya yang cantik."

Senyum Nistya kian lebar, senang karena dipuji.

"Nistya sudah lapar, tapi mamanya belum balik dari seberang." Helga menunjuk pulau kecil yang berbatasan dengan laut dari resor. "Heran, ada orang yang hobinya berenang bolak-balik ke sana. Ibu, walaupun masih muda, digaji berapa pun nggak akan mau berenang sejauh itu. Belum lagi risiko ketemu makhluk laut yang mungkin saja beracun." Dia bergidik ngeri.

Renjana terbelalak. "Ibu Nistya berenang bolak-balik ke pulau itu?" Astaga, ada perempuan sekuat itu? Di mata Renjana, pulau kecil itu terlihat sangat jauh.

Helga mendesah sambil memegang dada. "Dia bisa melakukan hal-hal yang laki-laki pun belum tentu sanggup melakukannya. "Jangan tanya apa saja, karena adrenalin saya bisa naik hanya dengan mengingat kegiatan uji nyali yang menurut dia fun."

"Papa... Papa...!" Nistya melepaskan genggaman Helga dan berlari menyongsong seseorang di belakang Renjana.

"Hati-hati, Sayang!" teriak Helga mengingatkan cucunya yang bersemangat.

Renjana menoleh dan melihat Tanto berjongkok dan merentangkan tangan, menunggu Nistya masuk dalam pelukannya.

Oh, tidak, jangan sekarang. "Bu, saya ke lobi dulu ya," kata Renjana panik. "Ada yang harus saya cek," sambungnya asal saja.

"Oh, oke. Kita sarapan sama-sama ya, Cinta. Saya tunggu di restoran."

Renjana hanya tersenyum lalu buru-buru kabur.

Pantas saja Tanto kemarin tidak kelihatan seharian. Ternyata dia pergi untuk menjemput anak dan istrinya. Kejutan lainnya adalah, dia adalah anak Bu Helga.

**

Versi yang sudah lengkap bisa dibaca di Karyakarsa ya. Tengkiuuu...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro